31 Oktober 2017

TUMBAL PESUGIHAN GUNUNG KEROMBONG


Dari membuka lapak besi tua ia menjadi kaya. Namun baik itu, ia telah menggadaikan nyawa orang-orang yang ia sayangi, ia harus kehilangan semuanya, bahkan dirinya pun harus mati dalam keadaan sangat mengerikan.

Di antara beban kehidupan yang menghimpit, banyak orang yang berpikir keras untuk lari dari kesempitan ekonomi. Berbagai cara mereka tempuh untuk menghadapi kesulitan hidup dan keluar dari lingkarannya. Ada yang menjalani
dan mengatasi kesulitan hidup ini seperti apa adanya, ada yang dengan cara pintas untuk memperoleh kemudahan dalam hidup atau dengan kata lain bagi mereka yaitu ingin cepat kaya lewat cara nyeleneh. Mungkin dengan pesugihan yang ia dapatkan sebagian manusia menganggap ia akan dapatkan suatu kehormatan dan kewibawaan. Biasanya memang banyak orang yang menganggap seperti itu, walaupun kekayaan yang ia dapatkan itu hanyalah semu dan itu tidak memberi manfaat bagi keluarganya sendiri seperti ungkapan, “Kita bangun istana sekaligus kita menggali kuburan.”

Kisah berikut ini menuturkan tentang tuntutan hidup seorang keluarga yang hidup di daerah Tasikmalaya. Sebut saja pak Omon. Dia tinggal bersama istri dan 3 anak lelakinya. Dalam kelangsungan hidupnya pak Omon dan istrinya selalu dalam kekurangan. Walaupun pak Omon telah berusaha semampunya seperti berjualan pakaian, berjualan rujak, membuka warung kecil-kecilan, tetapi tetap saja tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Dan lebih miris lagi ia selalu mengalami kebangkrutan atau rugi.

Dalam jatuh bangun usahanya, Omon selalu berfikir, bagaimana caranya ia dapat bangkit, atau usaha apa baiknya yang ia lakukan. Hingga suatu hari di saat ketermenungannya, tiba-tiba datanglah Ion, kakak kandungnya sendiri. Mengetahui kesulitan yang dihadapi adiknya, akhirnya Ion menyarankan kepada Omon. “Begini…kalau kamu ingin hidup senang, kau ikut aku saja. Pokoknya jangan tanya-tanya, ikut saja!” demikian tutur Ion.

Baca Juga:


Setelah dua sampai 3 hari, tepatnya hari kamis malam jum’at, Ion datang kembali ke rumah Omon untuk menanyakan bagaimana keputusan adiknya. “Bagaimana, apa sudah berunding dengan istrimu?” tanya Ion. “Sudah kang…pokoknya nekatlah…!” ujar Omon. Akhirnya Omon oleh abangnya menuju gunung Kerombong, tempat orang banyak yang datang ke sana untuk minta pesugihan agar cepat kaya. Melalui abangnya dipertemukanlah Omon kepada penjaga atau kuncen penjaga gunung tersebut. Kuncen menyarankan jika ingin cepat kaya, Omon harus tinggal di sini kurang lebih 2 minggu. Itu sebagian syarat yang dikatakan oleh kuncen. Omon toh akhirnya menyanggupi.

Sepeninggl abangnya yang kembali ke desa, keesokan harinya Omon mulai hidup dalam keterasingan sementara di Kerombong. Selama minggu pertama yang ia jalani, setiap harinnya ia selalu disediakan macam-macam jenis makanan, yang dalam penglihatan Omon tentunya makanan yang disediakan tersebut terasa nikmat dan enak-enak. Setelah menjalani minggu pertama tibalah diakhir minggu kedua seperti yang dikatakan kuncen. Setelah bermalam dua minggu Omon boleh kembali pulang ke rumahnya. Menu makanan yang disediakan di akhir minggu kedua itu nasi dan lauknya ikan mas besar. Omon menyantap makanan yang disediakan. Baru saja ia menggigit ikan mas dengan giginya terasa ada keganjilan. Ia melihat di dalam rongga ikan mas itu ada sebuah jari tangan seperti yang ia rasakan ketika menggigit dan mengunyah ikan mas itu. Namun ia tetap dan harus menghabiskan makanan tersebut demi ingin cepat kaya. Ia tidak pernah berpikir yang akan terjadi di akhir hidupnya dengan kekayaan yang ia dapatkan itu.

Sebelum kembali ke kampungnya Omon dipesan oleh kuncen untuk merubah haluan hidupnya dan berusaha yang lain. Ia dianjurkan menjual barang-barang rongsokan, seperti kardus, besi dan barang-barang bekas lainnya atau ia diharuskan membuka lapak penampungan limbah. Akhirnya Omon kembali ke kampungnya dan mengatakan semua hal yang dilakukannya kepada istrinya. Mulailah ia dan istrinya membuka lapak penampungan limbah di atas tanah yang ia miliki. Sedikit demi sedikit ia kumpulkan barang-barang bekas. Lama kelamaan mulailah ia mempunyai gerobakuntuk keliling mencari dan menjual barang bekas serta sudah memiliki anak buah yang membantu pekerjaan mereka.

Tahun pertama dari hasil usahnya mulailah terlihat adanya perubahan ekonomi. Omon tidak lagi tambal sulam atau gali lobang tutup lobang. Namun dibalik itu semua harus ada perhitungannya. Tanpa di duga, mulailah ia didatangi Buto Ijo atau sejenis makhluk halus yang menuntut perhitungan janji yang telah ditetapkan di gunung Kerombong ketika itu. Adapun tuntutan makhluk halus itu, ia meminta anak laki-laki Omon yang pertama sebagai wadal untuk persembahan. Kematian dari anak pertama tersebut tidak ada sebab akibat yang ditimbulkan oleh penyakit-penyakit tertentu.

Tanpa ada curiga dari para tetangganya, Omon tetap melakukan usaha lapaknya. Setelah kematian anaknya, anehnya usaha Omon semakin maju dan ia telah memiliki mobil bak terbuka untuk pengangkutan serta mobil angkot. Ia dan istrinya amat senang. Di tahun ke dua, di tengah kebahagiaannya bersama keluarganya, malapetaka itu terjadi lagi. Anaknya yang kedua meninggal dunia secara mendadak. Istri Omon sendiri tak pernah tahu apa penyebab kematian dari anaknya yang kedua ini. Semua tak terlepas dari perjanjian yang disepakati Omon.

Tahun demi tahun usaha Omon semakin lancar dan maju. Ia telah mampu membeli truk yang besar dan kehidupannya semakin mewah. Ia dan isterinya setiap hari naik turun sedan mewah sehingga banyak orang yang silau melihatnya. Tentu saja kekayaan yang ia dapatkan itu dengan kompensasi harus mengorbankan anak-anaknya, bahkan istrinya sendiri. Suatu pagi buta isterinya diketemukan mati dengan leher membiru dan lidah terjulur panjang.

Setelah kematian tiga orang anak dan isterinya, Omon akhirnya hidup sendiri di tengah kekayaan. Ia mulai was-was terhadap dirinya sendiri, kalau-kalau dirinyalah nanti yang akan menjadi tumbal persembahan. Timbullah niatnya untuk mencari pengganti wadal dirinya. Lalu Omon mencari pembantu untuk mengurusi rumahnya dan mencari tukang kebun. Tanpa pernah tahu kedua pembantu ini terlibat dalam pekerjaanya, namun kedua pembantu ini tidak pernah melupakan ajaran agamanya. Mereka tekun mengerjakan shalat dan mengaji setiap malam jum’at.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, dan tahun berganti tahun. Lalu tibalah waktu perjanjian yang telah ditetapkan tersebut. Ketika itu tepatnya di malam jum’at kliwon, di saat pembantunya sedang membaca Al Qur’an, pembantu itu dipanggil oleh makhluk halus yang suaranya menyerupai Omon tuannya. Untungnya pembantu itu tidak mendengar suara panggilan tersebut karena ia sedang mengaji. Sang Buto Ijo urung mengambil tumbal nyawa pembantu itu. Karena tidak mendapatkan tumbal, akhirnya Omon dipaksa untuk memenuhi janjinya. Makhluk halus itu marah pada Omon dan tetap menagih janji. Mau tidak mau akhirnya Omon dipaksa untuk memenuhi janjinya. Omon sendirilah yang menjadi tumbalnya, seperti senjata makan tuan.

Omon diketemukan mati dengan keadaan mengerikan. Matanya terbelalak, lidahnya terjulur seperti habis dicekik. Mayat terkapar di atas tempat tidurnya yang mewah. Tapi sesungguhnya Omon belum mati. Ia harus menghabiskan sisa hidupnya sebagai abdi setan di kerajaan siluman gunung Kerombong. Ya, mungkin itulah yang terjadi terhadap hamba pemuja setan.

Majalah Misteri No. 322 hal. 112

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.