Masyarakat yang tinggal di sekitar gunung Welirang punya
legenda yang khas yakni soal hantu yang biasa mereka sebut wong abang. Konon wong abang adalah banaspati yang
membawa kematian bagi siapa saja yang ditemui.
Sore itu, Kamto masih saja dengan sabar menunggui jebakan
yang dipasang untuk menangkap burung-burung yang menjadi incarannya. Dari pagi hingga sore belum mendapatkan
seekor burung pun membuat Kamto memilih tetap bertahan. Suara burung pemikat yang ada didalam sangkar
jebakannya sesekali berbunyi nyaring.
Tak jarang mulut Kamto pun ikut menirukan bunyi burung-burung itu. “Suara binatang yang sebelumnya berbunyi mendadak berhenti. Hutan serasa sunyi. Burung pemikat yang saya pasang pun berhenti berkicau,” ujar Kamto. Tiba-tiba bulu kuduk Kamto seperti berdiri. Kamto celingukan, instingnya mengatakan ada sesuatu yang tidak benar di hutan itu.
Tak jarang mulut Kamto pun ikut menirukan bunyi burung-burung itu. “Suara binatang yang sebelumnya berbunyi mendadak berhenti. Hutan serasa sunyi. Burung pemikat yang saya pasang pun berhenti berkicau,” ujar Kamto. Tiba-tiba bulu kuduk Kamto seperti berdiri. Kamto celingukan, instingnya mengatakan ada sesuatu yang tidak benar di hutan itu.
Tanpa banyak pikir, Kamto mengemasi barang-barangnya.
Baru saja ia selesai mengumpulkan sangkarnya,
sebuah kelebat merah menyala melintas tak jauh dari tempatnya. Kelebat itu menimbulkan bunyi kretek-kretek
sambil diikuti hembusan angin yang cukup kencang. Kamto tertegun dan seolah tidak percaya
dengan apa yang dilihatnya. “Bayangan
setinggi dua meter itu bentuknya seperti manusia raksasa, namun kelebatnya
menyerupai bola api dan menimbulkan gosong apa saja yang dilewatinya. Semula saya menganggap itu kemamang yang kata
orang suka menghisap ubun-ubun manusia.
Namun, kalau kemamang kok besar sekali,” ujar Kamto. “Saya sebenarnya sejak dulu sudah pernah
mendengar cerita tentang wong abang yang berada di sekitar gunung Welirang,
namun itu hanya saya anggap cerita legenda.
Karena itu saya tidak pernah takut bila memasuki hutan-hutan di sekitar
gunung Welirang,” terang Kamto.
Lain lagi yang dialami Partono, bukan nama sebenarnya. Lelaki yang pekerjaannya menebang kayu di
hutan untuk dijual lagi ini mengaku hampir dibuat mati oleh kemunculan wong
abang. “Waktu itu saya dengan seorang
teman tengah memasuki hutan lebih dalam lagi.
Ini kami lakukan karena pohon-pohon yang ada di dekat perkampungan sudah
pada habis dan tinggal yang kecil-kecil.
Kami terus saja memasuki hutan sambil mencari-cari pohon yang layak kami
tebang,” kata Partono. Sampai akhirnya
Partono dan temannya menemukan sebuah pohon besar yang tampaknya mudah untuk
ditebang karena cabannya tidak terlalu banyak dan bentuknya lurus.
Baca juga: BENTENG GHAIB PANGERAN DIPONEGORO
Usai beristirahat sejenak sehabis berjalan
cukup jauh, Partono dan temannya langsung mengayunkan kapaknya untuk memotong
pohon itu secara bergantian. Namun belum
sampai pohon itu roboh, tiba-tiba telinga kedua lelaki ini mendengar bunyi
kretek-kretek seperti bunyi daun atau ranting-ranting yang sedang terbakar. Bunyi itu cukup keras, hingga membuat Partono
dan temannya spontan menghentikan aksinya.
Mereka melihat ada sekumpulan ranting serta daun yang terbakar namun
tidak ada orang yang membakar atau berdiri di dekatnya.
Melihat hal itu, Partono saling pandang dengan temannya. Mereka bertanya apakah tadi diantara mereka
ada yang membuang puntung rokok sembarangan.
Namun lagi-lagi kedua orang itu hanya bisa saling menggeleng. Tak berapa lama muncul lagi bunyi
kretek-kretek dan setelah dicari sumber api itu, keberadaanya tak jauh dari
tempat pertama. “Anehnya api itu tidak
bisa membesar dan sepertinya hanya mengitari tempat kami,” imbuh Partono. Partono dan temannya ketakutan dan berusaha
meninggalkan tempat itu. Di tengah usaha
mereka melarikan diri, sebuah ranting pohon yang cukup besar tiba-tiba jatuh
dan hampir saja menimpah kepala mereka.
Batang pohon itu seperti ada yang melemparkannya. Dan ketika Partono menoleh ke belakang, dia
melihat ada makhluk setinggi sekitar dua meter dengan seluruh tubuh warna merah
menyala sedang memandangi mereka yang sedang berlari ketakutan. “Makhluk itu seperti sengaja membiarkan kami
pergi dan hanya menakut-nakuti kami,”
imbuh Partono. Sejak itulah Partono dan
temannya tidak berani lagi memasuki hutan itu untuk tujuan mencuri kayu.
Leman, seorang warga Sumolwang, Puri, Mojokerto juga pernah
mengalami hal yang sama. Lelaki yang
pekerjaanya mencari pohon-pohon untuk bakalan bonsai ini sudah sering keluar
masuk hutan di sekitar gunung Welirang.
Waktu itu Leman hendak membawa pulang lima pohon Lamtana yang bunganya
sangat indah dan aneka macam. Pohon
sebesar lengan orang dewasa itu ditumpuk jadi satu dan dipikulnya. Namun, sampai beberapa lama berjalan, lelaki
ini cuma berkutat di tempatnya. “Saya
kembali lagi dan kembali lagi ke tempat yang pertama hingga sampai enam kali,”
ujar Leman. Leman baru bisa keluar
setelah dia meletakkan pohon yang dibawanya.
Itu pun sebenarnya dia melakukan tidak sengaja karena merasa terlalu
berat jika terus-terusan membawanya.
Pada saat meninggalkan lokasi itu, Leman merasa ada yang mengikuti dan
bentuknya seperti bayang-bayang merah.
Karena takut, dia pun semakin mempercepat langkahnya. Cerita wong abang bagi penduduk yang tinggal
di sekitar gunung Welirang sudah mereka dengar sejak dulu. Siapa atau makhluk sejenis apa sebenarnya
wong abanga itu, tak ada penduduk yang tahu secara persis. Mereka hanya bisa mengira-ira. Ada yang bilang wong abang adalah sebangsa banaspati
yang bila bertemu manusia akan mengakibatkan kematian. Namun, ada juga yang bilang kalau wong abang
itu adalah penguasa ghaib gunung Welirang.
Baca juga: PERKAWINAN GHAIB UNTUK KEKAYAAN DAN KEKUATAN
Gus Kandek, seorang spiritualis yang tinggal di desa Sumber
Girang, kecamatan Puri, Mojokerto, menuturkan bahwa cerita wong abang atau
manusia merah lebih mirip legenda.
“Namun, bila dikatakan legenda keberadaanya benar-benar ada. Saksinya banyak sekali dan mereka banyak yang
masih hidup hingga sekarang ini,” jelas lelaki yang sering lelaku di gunung
Welirang ini. Menurut Gus Kandek, wong
abang adalah jelamaan dari manusia sejak zaman Majapahit yang telah muksa
hingga mereka bisa hidup di dua alam.
Ketika Majapahit terjadi perang saudara, banyak dari para bangsawan yang
memilih meninggalkan keraton dan tinggal di hutan-hutan dan gunung-gunung,
salah satunya di gunung Welirang. Mereka
menyepi dan bersemedi, saking lamanya akhirnya sampai muksa. “Saking lamanya mereka bersemedi hingga
akhirnya membuat mereka muksa dan hidup di dua alam. Bukti-bukti peninggalan mereka banyak sekali
dipuncak gunung Welirang,” pungkas Gus Kandek.
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.