25 Desember 2016

BANTUAN REJEKI GHAIB SILUMAN ANJING


Sosok siluman dalam bentuk seekor anjing sebesar kuda bima, dan setiap kali muncul selalu diawali dengan lolongannya, diduga menjadi penyebabnya.  Kabar miring pun merebak, tuduhan yang dilayangkan tentang usahanya berhasil karena memiliki pesugihan padahal….!

Sugiyono, pengusaha batu bata merah yang memiliki beberapa toko material bahan bangunan tergolong sukses. 
Lelaki berumur 48 tahun itu merasa jengkel bila mengingat tuduhan miring beberapa waktu lalu.  Hingga detik ini, cerita tak mengenakkan itu terkadang masih terdengar santer.  Di lingkungan tempat tinggalnya di daerah Sragen, Jawa Tengah berkembang gosip tak sedap tentang usahanya yang dikatakan hasil kerjasama dengan sosok siluman.  “Saya di tuduh memiliki pesugihan anjing.  Tuduhan mereka itu salah besar.  Yang saya nikmati sekarang ini murni hasil kerja keras saya, tanpa diembel-embeli bantuan orang lain apalagi pesugihan,” aku pria tinggi besar ini.

“Entah hingga kini ada saja orang yang beranggapan seperti itu.  Bahkan katanya pada malam-malam tertentu masih sering melihat dan mendengar lolongannya di sekitar rumah saya,” lanjutnya mencoba menepis tuduhan tetangga.  Diakui pada awal merintis kesuksesan memang mengalami beberapa kali kejadian ganjil yang syarat dengan misteri.  Diduga warga yang menuduhnya memiliki pesugihan bersumber dari salah satu peristiwa ghaib tersebut.  Untuk meyakinkan itu, ia bahkan bersedia di sumpah pocong, atau siap dihukum dengan sejenisnya.  Diceritakan pria gagah ini, keterpurukannya hingga menemukan titik terang namun digoncang isu yang tak mengenakkan, diawali saat dirinya baru saja memulai hidup berumah tangga dengan gadis tetangga desa, sebut saja Arum.  Sebagai kepala keluarga yang masih awam, serta terbentuk dari keluarga sederhana, Sugiyono harus menjadi tulang punggung keluarga yang harus kerja keras membanting tulang demi memenuhi kebutuhan. 


Berangkat dari kemiskinan, memaksanya melakukan pekerjaan serabutan, termasuk nekat merantau ke luar kota.  Harapan menemukan kecerahan di kota lain, ternyata tak jauh beda.  Pun begitu di kota besar Jakarta, berbekal ijazah SMP serta keterampilan yang minim, Sugiyono muda harus puas memperoleh pekerjaan yang lebih mengandalkan tenaga dari pada otak.  Ia kerja di sebuah pabrik pembuat genteng cetak.  Merasa bertanggungjawab pada keluarga ia tetap jalani dengan suka cita. 

DI TEMUI KAKEK BERJENGGOT
Menurut Sugiyono peristiwa itu terjadi tahun 1984, tepatnya beberapa minggu sebelum menemukan kemapanan.  Suatu malam, kala tertidur lelap, dia bermimpi ditemui kakek berjenggot putih.  Sosok tua itu memberi wejangan bahwa dalam mencari rejeki tidak usah terlalu ngoyo.  Biarkan saja mengalir seperti air apa adanya.  Toh…rejeki tidak akan kemana, kalau memang sudah jodoh.  “Ujung-ujungnya pak, kakek itu menyarankan saya supaya kembali ke kampung,” ujar pria berhidung mancung ini mangkel.  Usai berkata demikian sosok itu kemudian memberinya sebuah benda.  Anehnya, benda tersebut berupa gumpalan tanah merah.  Ketika dipertanyakan manfaatnya, kakek misterius itu sudah menghilang dari pandangan mata.  Hampir bersamaan dengan itu, Sugiyono segera terbangun.  Mendapati mimpi seperti itu,batinnya serentak tegang, takut, apalagi tanah merah pemberian kakek itu masih tergenggam.  Kengerian membayang, bagaimana mungkin tanah itu berada di tangannya, padahal pertemuannya itu hanya dalam mimpi.  “Saat itu juga pak, saya ambil wudhu kemudian sholat malam, mohon petunjukNya.  Saya takut terjadi apa-apa,” papar Sugiyono.


Lebih lanjut di ungkap, disaat bingun itu ia putuskan untuk mudik.  Keputusan tersebut bukan berarti ia lebih mempercayai mimpi, tetapi lebih didasarkan rasa kangennya pada istri.  Di kampung, setelah berkumpul keadaan tak bisa merubah nasib.  Namun sebagai suami dia masih merasa tanggung jawabnya belum terbukti.  Dalam masa penantian panjang itulan, Sugiyono mencari kesibukan lain dan mencoba menarik becak.  Dengan bangga meski harus membuang rasa malu, dia tekuni pekerjaan itu dengan hati.  Sampai tak terasa, setengah tahun sudah ia berpeluh keringat mengayuh becak.  Banyak sudah pengalaman diperoleh.  Senang, pahit, getir bahkan wawsan luas dunia malam dan kerasnya hidup di jalan.  Kadang siang dibuat malam, begitu pula sebaliknya.  Bahkan saking capeknya, tak jarang dia tertidur di becak, ditempat biasa mangkal di sekitar terminal lama Sragen.

Kembali dituturkan dalam tidurnya itu, dia bermimpi didatangi kakek lagi.  Tapi kali ini sosok itu menyarankan agar Sugiyono menebarkan tanah merah pemberiannya di pekarangan rumah.  Selesai berucap seperti itu, dia pun tersadar dan kembali bingung.  Apa yang barusan terjadi seolah nyata.  Namun ia belum mampu memaknai artinya.  Kemudian apa yang dilakukannya, hanya berkeliling mengitari pekarangan luas.  Saat mengitari tempat itu tidak lupa ia pun menabur tanah seperti saran dalam mimpi.  Iseng, ia kemudian menanami lahan tersebut dengan ketela rambat dan beberapa pohon pisang batu hitam.  Tetapi sautu ketika tengah asyik bercocok tanam, ia mendapat ide baru ketika menyaksikan rumahnya yang masih berdinding gedeg (anyaman dari bambu).  Pikirnya, alangkah baiknya jika dinding bilik itu diganti dengan batu bata merah buatannya sendiri.


Atas ide itulah, keesokan malam Sugiyono membuat batu bata merah bahannya di ambil dari tanah lahannya sendiri.  Berdasar pengalaman di Jakarta, kemudian ia terapkan.  Sedang pekerjaan tersebut ia lakukan disaat waktu luang, sepulang menarik becak.  Hampir setiap malam meski kelelahan dikerjakannya dengan senang.  “Setelah saya bakar dan sudah menjadi bentuk batu bata , saya pasang untuk mengganti dinding gedeg itu.  Hasilnya lumayan pak.  Kata tetangga, batu bata merah saya sangat bagus, besar dan kuat,” katanya bangga.  “Bahkan ada tiga orang berani bertaruh, dengan merubuhkan rumah mereka, kemudian meminta saya mengganti batu bata buatan saya,” sambungnya merendah.

DITEMANI ANJING SILUMAN
Dari semua yang dikerjakannya hampir setiap malam, diterapkan dengan jujur terdapat satu peristiwa yang tak bisa dilupakan hingga saat ini.  Ketika Sugiyono sibuk membuat batu bata, tepat pada mamal Jum’at Kliwon, ada sesuatu yang ganjil.  Malam itu terasa lebih hening dan sunyi.  Selain itu, ia pun merasakan tidak mengantuk.  Malah lebih bersemangat.  Padahal tenaganya telah terkuras habis setelah seharian menarik becak.  Bukan hanya itu, ditengah keheningan mendadak dari kejauhan terdengar lolongan anjing yang cukup membuat bulu kuduk merinding.  Baginya lolongan itu diartikan sebagai auman makhluk halus yang tengah mengundang bangsa siluman.  Sugiyono sendiri sebenarnya ingin segera menyudahi pekerjaan.  Tapi mengingat pesanan tetangga, dia tetap menyelesaikannya hingga rampung.  Pria bertubuh besar itu berusaha tetap tenang, seolah tak terjadi apa-apa.  Hingga akhirnya suara lolongan tak terdengar lagi.  Tapi sungguh diluar dugaan, sesaat kemudian entah dari mana datangnya mendadak Sugiyono dikejutkan dengan kemunculan pemiliknya.


Seekor anjing terlihat berjalan ke arahnya.  Sorot matanya merah menyala.  Moncongnya menyeringai memperlihatkan barisan gigi-giginya yang tajam.  Sedang dari mulutnya menetes air liurnya yang menjijikkan.  Rasa takut spontan mejalar.  Namun diakui, bukanlah kelak serangan anjing itu yang ditakuti.  Melainkan bentuk anjing itu yang tampak tak sewajarnya.  Terlihat dengan jelas tubuh anjing itu wujudnya sebesar kuda bima.  Sugiyono membatin, binatang buas itu bukanlah anjing piaraan biasa, tetapi anjing siluman yang kebetulan sedang lewat atau lepas dari tuannya.

Bahkan jika diperhatikan seksama sipat jinak dan penurut binatang itu nampak jelas.  Dengan mengibas-ngibaskan ekornya mulai mendekat untuk kemudian ikut duduk nongkrong (depa-sunda).  Layaknya hewan piaraan, anjing itu memperhatikan Sugiyono bekerja.  Sikapnya sungguh membuatnya heran.  Saat itu tak ada yang bisa diperbuat selain sumpah serapah Sugiyono.  “Hai anjing…!! apapun namamu, tolong jangan ganggu saya.  Saya sedang kerja untuk menafkahi keluarga.  Kalau memang niatmu baik tolong jangan ganggu kerjaan saya, tapi jika niatmu jahat, silahkan tinggalkan tempat ini,” begitu ucap Sugiyono yang meluncur tiba-tiba menghalau binatang tersebut.  Seolah mengerti apa yang diucapkakan, tak berapa lama anjing siluman itupun pergi meninggalkannya, melangkah malas seraya mengibas-ngibaskan ekornya yang panjang.


Seperti malam sebelumnya, sepulang menarik becak, kembali Sugiyono menyibukkan diri membuat batu bata merah.  Dan peristiwa aneh itu kembali terulang.  Tepat tengah malam, anjing itu kembali muncul dengan lolongannya.  Kini setelah mengetahui anjing itu tidak mengganggu, ia pun bekerja tenang sampai binatang itu merasa bosan menemaninya.  Begitu pula malam-malam berikutnya, Sugiyono malah merasa lebih berani, mana kala binatang itu menungguinya.  Bahkan kehadirannya kini seolah menyemangati pekerjaannya.  Terbukti, baru beberapa malam bekerja, pemesan batu bata merahnya kian mengantri.

MUNCUL TUDINGAN
Tetapi tepat di malam jum’at kliwon ke tujuh, terjadi sebuah peristiwa ganjil yang berbuntut panjang.  Seperti biasa tepat tengah malam saat Sugiyono bekerja, tiba-tiba anjing yang sering menemaninya bekerja itu muncul, namun kali ini tanpa lolongan, ia muncul secara mendadak.  Sugiyono sendiri heran.  Selidik punya selidik, ada pemandangan aneh yang diperlihatkan anjing tersebut.  Napasnya terengah-engah, nampak seolah habis dikejar.  Sedang moncongnya penuh dengan air liur…eh…tunggu dulu, itu bukan air liur…tapi tetesan darah, ya…darah segar.  Merasa curiga, saat itu juga dia hentikan pekerjaannya dan mencoba mendekati.  Namun baru beberapa langkah, anjing itu malah ngeloyor pergi menjauhi Sugiyono.  “Keesokan paginya pak, saya dikejutkan kejadian mengerikan.  Semalam, tetangga saya mati mendadak.  Luka menganga di tubuhnya jelas bekas gigitan anjing liar,” ungkap Sugiyono.  “Seperti tuduhan mereka, saya pun jadi curiga.  Kemunculan anjing itu memang berhubungan dengan kematian tetangga saya,” jelasnya.

Warga mempercayai kejadian yang merenggut nyawa itu akibat serangan anjing pesugihan.  Pasalnya beberapa orang pernah melihat dan mendengar lolongannya di pekarangan rumah Sugiyono.  Bahkan mereka mengaitkannya dengan meningkatnya perekonomian Sugiyono yang kaya mendadak.  Padahal, di desa yang terbilang dama dan rukun itu, tak seorangpun warga yang memelihara anjing.  “Tudingan itu salah besar pak, mereka tidak tahu kejadian yang sebenarnya.  Saya sendiri bingung, tapi yang jelas saya tidak memiliki pesugihan sebagaimana yang dituduhkan tetangga,” pungkasnya dengan mimik muka sedih.  Entah sampai kapan tudingan itu membelitnya, hanya Tuhan yang tahu.

SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.