13 Februari 2017

HARUMNYA NISAN SEORANG KYAI


Menurut cerita, baik tidaknya tingkah laku manusia semasa hidupnya, bisa dilihat pada saat meninggal dunia. Sebab saat itu selalu ada peristiwa spiritual yang bisa menjadi cerminan. Baik sewaktu pemandian, akan memasuki liang lahat, atau setelah ditimbun tanah. Salah satu contoh yakni keganjilan di makam seorang kyai yang ada di provinsi Jawa Timur. Batu nisannya menebarkan aroma wangi.


Tiga belas tahun lalu nama Kyai Ikhsan cukup dikenal dikampungnya di provinsi Jawa Timur. Kendati hanya berprofesi sebagai penjual di pasar, lelaki itu sangat disegani lantaran kebaikannya. Selain dikenal jujur dan suka menolong, Kyai Ikhsan sangat ramah dan tidak membedakan status sosial tetangganya. “Hidupnya sederhana dan bersahaja. Bahkan keluarganya tidak pernah mengeluh meski hidup cukup sederhana. Beliau sepertinya berhasil menciptakan sebuah keluarga yang sakinah,” tutur Heni Setiawan yang pernah menimba ilmu agama pada sang Kyai tersebut.


Heni mengaku jika mantan guru ngajinya yang sudah almarhum itu sangat dihormatinya seperti menghormati kedua orang tuanya. Tak sedikit wejangan dan petuah yang hingga kini masih diamalkannya. Selain menjalankan perintah agama dan menjauhi laranganNya, setiap insan harusnya menjaga hubungan baik dengan sesama manusia. Demikianlah salah satu wejangan yang hingga kini masih memenuhi benak Heni. Memang, Kyai Ikhsan semasa hidupnya telah memberikan banyak pelajaran bagi lajang kelahiran Magetan tersebut. Dan salah satu sikap yang berusaha ditirunya yakni keengganan Kyai Ikhsan dipanggil embel-embel Haji, meski dirinya memang pernah menunaikan ibadah wajib yang terakhir dalam rukun islam itu. Ia lebih senang dipanggil nama saja tanpa embel-embel hajinya. “Beliau pernah bilang jangan pernah bangga dengan ibadah yang telah kamu lakukan, anggap hal itu sebagai keikhlasan menunaikan perintah Allah. Juga jangan pernah berharap pahala. Seandainya pahala itu tidak ada apa kamu masih mau menunaikan ibadah? Pertanyaan itu sampai sekarang selalu terngiang di telinga saya,” papar Heni.


Begitulah sosok ulama bersahaja yang pernah dekat dengan Heni. Sampai suatu ketika, Heni terpaksa berpisah cukup lama setelah pergi ke Surabaya untuk bekerja. Namun awalnya sampai beberapa bulan berada di Surabaya, ia masih sering mengunjungi Sang Ustadz jik sedang libur kerja. Akan tetapi seiring bertambahnya waktu, kesibukan Heni yang bekerja sebagai karyawan di salah satu restoran muslim, semakin bertambah. Selain kerja, ia juga mengajar anak-anak mengaji di musholla dekat tempat kostnya, di daerah Surabaya. Praktis waktunya untuk pulang dan mengunjungi Kyai Ikhsan agak berkurang. Hingga suatu hari Heni tersentak begitu mendengar kabar, jika sang Kyai meninggal dunia. Tentu saja kabar yang diterima dari bapak kostnya itu menimbulkan perasaan bersalah. Sebab ia lama tak mengunjungi mantan guru mengajinya itu. Sayangnya lagi, Heni tidak bisa langsung ke Kediri, karena masih terikat kesibukan. Ia baru bisa berkunjung ke sana seminggu kemudian setelah off (libur). “Begitu libur, saya langsung berangkat kesana. Ternyata, saudara saya di Magetan yang juga mendengar berita duka itu, sudah ada disana. Makanya saya langsung minta diantarkan ke makamnya,” katanya.

AROMA WANGI MISTERIUS
Cukup lama Heni berdoa di depan pusara guru ngajinya dengan berderai air mata. Ia juga sempat menyesali kelalaiannya yang tak pernah lagi berkunjung ke rumah sang Kyai. Hingga tiba-tiba Heni mencium aroma wangi yang merebak di sekitar makam sang Kyai. Aroma itu seperti berasal dari bunga mawar dan melati. Namun sekitar makam tersebut tak terdapat kedua jenis tanaman itu. Saat itu Heni hanya mendapati pohon kamboja yang tumbuh sekitar lima meter dari makam sang Kyai. Begitu juga jika aroma itu berasal dari tebaran bunga sekar kenapa baru tercium beberapa saat kemudian, tidak dari semula? “Bau wangi itu bukan saya saja yang menciumnya. Saudara saya juga mengalami hal yang sama. Ia juga ikut heran dengan kejanggalan itu,” ujarnya.

Jual kitab Ilmu Ghaib, klik disiniKITAB ILMU GHAIB

Beberapa saat Heni berusaha mencari sumber aroma wangi itu hingga ia merasakan aroma itu berasal dari nisan di hadapannya. Heni merasa ada yang aneh dengan batu nisan tersebut. Belum hilang keterkejutan Heni atas keganjilan itu, suara azan maghrib memaksanya untuk segera mengakhiri ziarah dan pulang untuk menunaikan salat maghrib. Namun kejanggalan itu masih memenuhi benaknya, hingga selepas maghrib. Dan saat berada di musholla ia utarakan pengalaman tersebut pada salah satu sesepuh desa. Saat itulah, Heni mendapat pencerahan lebih jauh lagi. Sesepuh itu mengatakan, kalau makam seseorang yang dekat dengan Tuhannya pasti ada saja keajaiban yang terjadi. “Keajaiban yang terjadi di makam wali atau orang yang dekat dengan Tuhannya itu pasti ada. Semuanya tak lain karena karomah dari Allah,” katanya menirukan ucapan sesepuh itu.


Heni yang sebenarnya sudah memiliki bekal lumayan dalam tentang ajaran agama, membenarkan penuturan sesepuh desa tersebut. Ia menganggap bahwa hal itu memang lantaran karomah seseorang yang dianggap saleh oleh Allah. Seperti halnya yang terjadi pada makam Kyai Ikhsan yang sangat dikenalnya itu. Kyai Ikhsan tak hanya dikenalnya sebagai seorang guru. Tapi juga sebagai teman, sahabat, dan sosok yang sangat dianutnya. Memperkuat keyakinannya Heni lantas menyitir sabda nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits yang membuat perumpamaan kawan yang baik dan yang jelek bagaikan pembawa misik (kasturi) dan peniup api tukang besi. Maka yang membawa misik adakalanya memberimu atau kamu membeli padanya, atau mendapat bau harum padanya. Adapun peniup api tukang besi, jika tidak membakar bajumu atau kamu akan mendapat bau busuk darinya.

Menurut Heni dari hadits yang masih diingatnya itu, maka ia sangat yakin jika wangi yang dirasakannya di makam Kyai Ikhsan tak lain berasal dari kebaikan Kyai itu sendiri semasa hidup. “Saya menganggap Kyai Ikhsan semasa hidupnya memang tak hanya sholeh. Beliau juga bersahaja, tidak neko-neko dan hidup apa adanya. Mungkin karena amalnya itulah aroma wangi keluar dari nisannya,” katanya. Heni juga mengingatkan agar siapapun mau berbuat amal kebaikan. Jika sudah demikian jangan pernah memiliki sifat arogan dengan apa yang dimilikinya. Barangsiapa yang tetap memiliki kerendahan hati niscaya orang lainlah yang akan merasakan wangi minyak kasturi seperti dalam hadits tersebut. “Saya lebih menghormati sosok sederhana dan bersahaja seperti Kyai Ikhsan. Meski beliau pernah menunaikan ibadah haji,tidak lantas dirinya bangga dan harus dipanggil pak haji,” pungkasnya.
SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.