24 Oktober 2016

MISTERI GHAIB KAIN CUPU LELUHUR


Ini adalah prosesei ritual adat di suatu desa terpencil di bagian wilayah tenggara Kota Yogyakarta.  Suatu ritual membuka kain kafan pembungkus tiga buah cupu keramat, sebuah ritual yang sarat dengan suasana mistis.  Apa manfaat ritual ini?

Jika berangkat dari pusat Kota Yogyakarta, sedikitnya memerlukan waktu 1,5 jam atau kurang lebih 100 km perjalanan menuju tempat ritual ini. 
Tepatnya, di sebuah desa terpencil, tepatnya di dusun Colorejo, Kelurahan Girisekar, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta.  Untuk sampai ke sana, harus melewati jalan berkelok dengan tikungan tajam.  Belum lagi harus melintasi jurang-jurang sedalam puluhan meter disepanjang kiri kanan jalan, khas jalan-jalan di pelosok Kabupaten Gunung Kidul.  Setelah sampai di kampung Colorejo, tantangan perjalananpun masih disuguhkan untuk bisa mengikuti ritual yang sangat dikeramatkan oleh masyarakat Gunung Kidul dan warga sekitar.  Jalanan tanah lumpur merah pun harus ditempuh dengan berjalan kaki untuk bisa mencapai tempat tujuan.


Keadaan diperburuk lagi dengan hujan yang pasti akan selalu mengguyur ketika menjelang prosesi ini diselenggarakan.  Aneh memang entah mengapa ketika ritual magis ini akan dilaksanakan bisa dipastikan hujan akan selalu turun membasahi kampung.  Terlihat dari kejauhan sebuah rumah tua yang sudah dimakan usia itu dikerumuni oleh ribuan pengunjung.  Rumah berukuran sekitar 70 meter persegi tersebut adalah milik Mbah Dwijo Sumarto, yang tak lain adalah juru kunci tempat dimana prosesi yang sebentar lagi akan dilangsungkan.  Hawa magis pun sudah langsung bisa terasa.  Hari itu jatuh pada hari malam Selasa Kliwon hari yang juga dikeramatkan selain malam Jumat Kliwon oleh masyarakat Jawa.  Itu hari yang diyakini dimana para makhluk halus keluar dari huniannya.  Di tempat itulah dengan dipimpin Sang Juru Kunci, ritual itu nantinya akan dilaksanakan.

CUPU KERAMAT
Cupu adalah semacam mangkuk kecil terbuat dari bahan sejenis perselin.  Cupu itu ada tiga buah.  Benda-benda keramat itu, selama ini berada di rumah Mbah Dwijo Sumarto, seorang sesepuh kampung dan seorang tokoh spiritual yang sakti.  Ketiga Cupu tersebut, masing-masing memiliki nama.  Yaitu bernama Semar Kinandu, Palang Kinantan, dan Kenthiwiri.  Ketiga Cupu tersebut diletakkan pada sebuah peti kecil berukuran kurang lebih panjang 20 cm, lebar 10 cm dan tinggi 7 cm.  Kemudian Cupu yang telah dimasukkan ke dalam peti kecil tersebut dibungkus dan dibalut dengan kain kafan berjumlah ratusan lembar.  Saking banyaknya kain pembungkus, hingga bentuk bungkusannyapun menjadi besar dan menyerupai bungkusan mayat sesungguhnya. 

Jika kita akan menelisik lebih jauh tentang sejarah dari Cupu magis itu, tentu saja harus meruntut sejarah keberadaan Cupu itu sendiri, mengapa bisa sampai di tempat itu?  Seperti dikatakan oleh Mbah Dwijo Sumarto, “Cupu ini sudah berusia ratusan tahun, sejak dahulu Cupu ini dikeramatkan oleh warga sekitar sini.”  Dari cerita Sang Juru Kunci tersebut, konon dulu-dulunya Cupu keramat tersebut adalah milik Eyang Sayek, orang sakti mandraguna yang sangat dituakan di kawasan pesisir Pantai Selatan kawasan gunung Kidul.  Cupu tersebut adalah merupakan barang pusaka peninggalan kesayangan Eyang Sayek.  Yang memiliki saja sudah sakti mandraguna, tentu saja barang peninggalannyapun juga memiliki tuah alias kekuatan yang luar biasa juga.  Takut nantinya benda keramat itu akan disalah gunakan, maka ketika Eyang Sayek akan meninggal, dirinya mengubur Cupu-cupu pusakanya tersebut di dalam bagian rumah Eyang Sayek sambil berpesan, “Barang siapa yang bisa mengambil benda pusaka tersebut, kelak nantinya yang akan memiliki dan merawat sampai garis keturunannya,” Begitu kata Mbah Dwijo Sumarto.


Masih diceritakan Mbah Dwijo Sumarto, ketika zaman itu ada ribuan orang berlomba-lomba untuk memilikinya, dari sekian orang tak satupun yang berhasil, hingga suatu saat tibalah giliran Kyai Setrodono, dialah satu-satunya kala itu yang akhirnya mampu mengambil dan mengangkat Cupu keramat tersebut dari dalam tanah.  Dan seperti diucapkan Eyang Sayek tadi, bahwa barang siapa yang bisa mengambilnya, maka dialah yang berhak memiliki dan merawatnya hingga keturunan-keturunan berikutnya, yaitu dialah Kyai Setrodono.  Siapa Kyai Setrodono itu? Yaitu dialah moyang dari Mbah Dwijo Sumarto.  “Saya ini sudah keturunan ke-7 dari pendahulu-pendahulu saya yang merawat Cupu ini,” kata Mbah Dwijo Sumarto.  Si Mbah ini mulai menjabat sebagai Juru Kunci sejak tahun1987 menggantikan posisi ayahnya.  

Ditambahkannya, dahulu Cupu tersebut berjumlah total 5 buah, namun entah mengapa hilang secara ghaib hingga kini hanya tersisa 3 buah saja.  Tercatat sudah sekitar 3 kali Cupu berpindah tempat seiring dengan berpindahnya orang yang diberi wewenang untuk menjaganya.  Pertama kali dulu, berada di Dusun Mendak selam 70 tahun kemudian berpindah ke Dusun Temu Ireng selama 20 tahun, dan terahir kini berada di rumah Mbah Dwijo Sumarto sejak tahun 1957 atau sekitar 50 tahun.  Kesemuanya masih berada di daerah plosok pegunungan di Gunung Kidul.  Dan selama itu pula, ritual demi ritual pembukaan Cupu selalu terjadi setiap setahun sekali di rumah dimana Sang Juru Kunci menetap.  Kini di rumah Mbah Dwijo Sumarto, Cupu tersebut tersimpan rapi
pada sebuah bilik yang dijadikan tempat khusus untuk menyimpan benda yang memiliki kekuatan daya lebih tersebut, lengkap dengan peti kecil terbuat dari kayu berisi tiga buah Cupu keramat yang dibalut dengan ratusan kain kafan, yang seolah menambah semakin kentalnya aura ghaib di rumah Mbah Dwijo Sumarto ini.

MEMBUKA KAIN KAFAN
Bagaiman prosesi membuka Cupu itu sendiri?
Dari bili kayu berukuran kira-kira 2x3 m yang disekitarnya juga diletakkan beberapa sesaji berupa jajanan pasar, buah-buahan dan keperluan lainnya, Cupu tersebut disemayamkan. Tak lupa dupa dan kemenyan simbol pemanggilan roh-roh halus juga turut dibakar di sekitar dimana Cupu tersebut diletakkan.  Jam telah menunjukkan pukul 02.00 WIB, hari pun telah menginjak ke hari Selasa dini hari, tibalah Cupu tersebut harus dikeluarkan.  Satu prosesi yang ditunggu-tunggu dan sangat kental nuansa ghaib pada ritual pembukaan Cupu tersebut adalah saat-saat dibukanya ratusan lembar kain kafan yang membalut peti.


Balutan kain kafan yang besar menyelubungi peti tempat Cupu tersebut perlahan mulai dikeluarkan dari dalam bilik menuju ke ruang tengah rumah Mbah Dwijo Sumarto mengeluarkan benda keramat tersebut dari dalam bilik dan masih selalu tercium bau dupa dan kemenyan terus menusuk hidung mengiringi balutan kain kafan.  Di ruang tengah sudah disiapkan meja pendek tempat dimana pusaka keramat itu nantinya akan diletakkan untuk dibuka.  Dengan dipimpin Mbah Dwijo Sumarto perlahan-lahan kafan itu diletakkan di hadapannya dengan posisi melintang ke arah utara dan selatan.  Dengan sedikit membaca mantra dan doa, Mbah Dwijo Sumarto pun mulai melakukan komunikasi antara dirinya dengan ghaib dari Cupu tersebut.  Setelah doa dipanjatkan, sang juru kunci pun mencium bagian ujung dari kafan tersebut untuk kemudian dibukalah satu persatu bungkusan yang menyerupai bungkusan mayat itu.

KEHEBATAN CUPU
Bagi mereka yang percaya satu hal yang membuat orang menjadi sangat mengkultuskan Cupu yaitu dengan kekuatannya yang dapat meramal keadaan negeri ini di satu tahun ke depan.  “Sebenarnya pertanda ini hanya berlaku untuk warga di sekitar sini saja.  namun dalam perkembangannya banyak yang menafsirkan ini juga berlaku untuk bangsa ini,” terang Mbah Dwijo Sumarto sebelum prosesi dimulai.  Dari mana dan pertanda apakah gerangan sehingga dapat dipercaya sebagai ramalan kehidupan bangsa ini ke depan? Yaitu pertanda yang nantinya akan tergambarkan berupa noda yang akan membentuk suatu gambar tertentu dari lembar perlembar kain kafan yang akan dibuka.

Nanti pada bagian kafan akan membentuk suatu gambar yang itu sangat diyakini sebagai pertanda yang akan terjadi satu tahun lagi.  Bagaimana caranya melihatnya? Ketika kain kafan dibentangkan maka nantinya gambar tersebut akan berada di arah mana.  Misalnya di bentangan kafan sisi barat ada gambar yang ditafsirkan sebagai api, bisa dimungkinkan pada satu tahun ke depan akan banyak ditemukan beberapa api atau bisa juga diartikan sebagai banyaknya kebakaran yang terjadi sisi barat negeri ini.  “Soal penafsiran itu tergantung kepada masing-masing kami hanya menjelaskan gambarnya saja.  Tentang menafsirkan kejadian apa, kami tidak berhak,” kata Mbah Dwijo Sumarto meluruskan.

Sebagai contoh ketika pembukaan Cupu tahun 1997 terlihat gambar pohon beringin besar yang tumbang, satu tahun kemudian terlihat kejadian Presiden Suharto lengser dari jabatannya, atau ketika banyak ditemui gambar kereta api, yang kemudian terjadi adalah banyaknya kecelakaan kereta api di tahun-tahun 2005-an.  Yang terahir yang sangat fenomenal adalah ketika pembukaan Cupu di tahun 2005 terlihat di bagian selatan kafan terdapat gambar perempuan dengan banyak darah disekitarnya. 


Ternyata itu gambaran yang kemudian terjadi di tahun 2006, yaitu peristiwa 27 Mei 2006 dengan terjadi gempa dahsyat di Bantul.  Jadi ketika di Bantul akan terjadi musibah, baik Mbah Dwijo Sumarto dan beberapa orang yang menyaksikan pembukaan kafan kala itu, jauh-jauh hari sudah bisa merasakan yang akan terjadi pada satu tahun berikutnya dan buktinya adalah peristiwa gempa Bantul dan sekitarnya yang menggemparkan dunia tersebut.  Lalu siapakah yang menorehkan noda pada kafan?  “Saya juga tidak tahu, yang pasti itulah pertanda dari Cupu yang ada tersebut untuk manusia,” jelas juru kunci.

Lalu apa gambar serta pertanda yang terlihat dalam prosesi pembukaan kain kafan pada selasa, 30 Oktober 2007 dini hari? Pada awal-awal kain kafan dibuka, tak satupun tanda gambar terlihat sama sekali pada kain putih pembungkus.  Hampir separuh kain kafan dibuka, kain tetap dalam keadaan putih bersih seperti keadaan awal dahulu ketika satu tahun yang lalu dibungkuskan untuk melindungi peti berisi Cupu keramat tersebut.  Setelah beberapa ratus lembar kain pembungkus dibuka, barulah gambar pertama terlihat berada di sudut sisi tenggara dari kain kafan tersebut, yaitu terdapat gambar kepala yang menoleh ke arah timur.  Selang beberapa lembar kemudian masih pada arah yang sama yaitu tenggara terlihat ada gambar bunga, entah bunga jenis apa.  Mbah Dwijo Sumarto pun tidak bisa memastikannya. 

Lembar berikutnya juga jelas terlihat ada simbol Kraton Yogyakarta terletak di bagian barat.  Satu hal yang sedikit mengagetkan pada pembukaan lembar berikutnya pada arah tenggara terdapat tulisan huruf BN yang bagian dibawahnya juga terdapat tulisan huruf LA29, entah pertanda apa ini, namun beberapa orang mengaitkan dengan inisal nama orang pemerintahan negeri ini.  Peristiwa ghaib juga terlihat dari pembukaan lembar kafan berikutnya.  Tak hanya gambar saja, kali ini terdapat beberapa helai sabut kelapa di sebelah barat, benda lainnya yang juga turut ditemukan lagi yaitu di sebelah utara terdapat seekor semut pada bukaan kafan berikutnya.


Gambaran pulau Bali dan pulau kecil lain disekitarnya seperti pulau Flores dan sebagainya, terlihat jelas pada lembar berikutnya di arah sebelah barat daya.  Pada pembukaan kain kafan berikutnya tak ada satupun bentuk gambar terlihat, hanya saja di barat laut dan tenggara kain kafan nampak kotor sekali bekas noda warna cokelat kumal, namun pada bagian tengah tetap bersih.  Pada penampakan berikutnya terdapat bebetrapa jumput butir pasir yang terletak di arah utara.  Degup ragu masyarakatpun dapat terasa, pasir tersebut mengingatkan dengan keberadaan gunung Merapi di sisi utara kota Yogyakarta.  Apakah pasir tersebut pertanda gunung Merapi akan bergejolak lagi? terdengar beberapa orang bertanya sambil berbisik ragu nan was-was tentang hal satu ini.

Berikutnya adalah gambar yang bisa dikatakan hampir setiap tahun pasti ditemukan, yaitu gambar pesawat terbang.  Masih dalam lembar yang sama telihat jalan yang panjang terdapat di sisi timur, jalan yang berbelok-belok.  Dibagian barat laut terdapat tulisan 1379 yang dibawahnya terdapat gambar bocah kecil berbadan normal namun pada bagian kakinya kaki kecil seperti anak tidak normal.  Setelah itu lembaran berikutnya ditemukan serpihan potongan kulit kayu akasia di sebelah utara.  Bisa ditemukan juga jentik nyamuk dalam keadaan masih hidup di sebelah barat, seiring dengan itu juga ditemukan pula semut yang masih hidup di sebelah timurnya.  Lembar kafan berikutnya sebelah utara ada secuil plastik dengan didekatnya ada angka tertuliskan angka 2.


Tampak gambar selanjutnya agaknya sedikit melegakan para penunggu kabar ramalan pada dini hari tersebut.  Dari arah barat terlihat ada gambar wayang yang berwujud Semar.  Dalam mitologi pewayangan Jawa, tokoh Semar merupakan bapaknya para Dewa di Kayangan, kemunculan sang Semar sering di lambangkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan atau bisa juga diartikan sebagai pertanda yang baik.  Pada tampilan yang terlihat pada lembar berikutnya terlihat disisi barat laut gugusan pulau Sumatra berdekatan dengan pulau Dewata Bali.  Kemudian diiringi dengan terlihatnya seutas benang berwarna biru pada lembar kafan setelahnya.  Setelah itu juga terlihat warna kuning yang berupa garis disisi utara, garis tersebut memanjang dari arah utara ke arah barat.  Dari sekian gambar hanya gambar kali ini yang nyata jelas terlihat yaitu gambar sebuah tower air yang berada di lembaran kafan disisi barat.  Sebagian orang melambangkan akan ada kesejahteraan berupa kelimpahan air dari sisi barat negeri ini.  Yang terahir dan sekaligus sebagai kain penutup terlihat disisi selatan ada bercak-bercak yang membentuk susunan formasi huruf SA yang dibawahnya terdapat tulisan angka 11 berwarna merah.

Apapun hasilnya, itu masih merupakan rahasia dan tanda tanya besar.  Entah benar akan terjadi tentang fenomena yang akan datang terhadap negeri ini atau ada makna lain dari sekedar simbolisasi ritual magis pembukaan Cupu keramat tersebut.  “Saya sebagai juru kunci tidak bisa menyimpulkan akan ada peristiwa apa yang berkaitan dengan gambar tersebut.  Biarkan masyarakat sendiri yang membuktikan satu tahun ini,” kata Mbah Dwijo Sumarto dengan bijak.

SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.