10 Agustus 2018

HARTA TIDAK MENJAMIN KEBAHAGIAAN


Di masa sekarang ini, kita dengan jelas melihat banyak manusia yang mabuk kepayang dengan kekayaan duniawi.  Mereka saling memperbutkannya, saling tindas karenanya, egois, dendam, saling membenci, iri hati, rakus, bahkan sampai melakukan perbuatan keji yang sampai setingkat dengan hewan.

Namun, sebagai seorang yang beriman hendaknya kita meyakini dengan sepenuh hati bahwa harta yang ada di tangan kita semata-mata adalah titipan Allah.  Ia hanyalah sebentuk kenikmatan yang tidak abadi, yang sama sekali tidak akan bisa menolong kita kelak di hari akhir.  Karena itulah kita harus bisa menggunakan dan membelanjakannya di jalan yang benar.

Harta yang kita miliki hendaknya digunakan untuk menunaikan risalah dalam hidup ini, yaitu beribadah kepada Allah dan bahwa Allah-lah yang membagi rizki di antara manusia dengan berbagai dasar dan kebijaksanaan serta ilmuNya.

Ajaran islam telah mengatur distribusi harta di antara manusia dengan cara yang belum ada duanya, hingga dapat mewujudkan kehidupan yang baik dan mulia, sunyi dari kebencian, permusuhan, kedengkian, diliputi perasaan saling cinta, mengutamakan orang lain, qana'ah, kasih sayang dan belas kasihan dengan sesama.  Islam juga telah menetapkan sanksi berat bagi orang yang dikuasai oleh nafsunya hingga mendholimi hak orang lain.  Islam juga mengatur cara mencari harta dan cara membelanjakannya yaitu dengan cara yang halal.

Mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah di jalan Allah merupakan upaya mendidik, menundukkan dan melatih jiwa untuk mengalahkan kecintaan terhadap harta dan ketergantungan padanya.  Hal ini juga dimaksudkan sebagai upaya menumbuhkan rasa ikut bertanggungjawab terhadap masalah-masalah umat, negara dan perjuangan di jalan Allah.  Orang yang melaksanakan perintah Allah untuk mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah di jalanNya, merasa bahwa harta yang dimiliki pada hakikatnya adalah milik Allah.  Karenanya, mereka menggunakannya sejalan dengan perintah dan ajaran pemilikNya.  Mereka sepenuhnya menyadari, bahwa tidak halal baginya mengumpulkan dan membelanjakan harta dengan cara menyimpang dari aturan-aturanNya.

Orang yang beriman memandang bahwa harta merupakan sarana yang digunakan untuk men-taati Allah dan mengumpulkan harta bukanlah tujuan akhir.  Dengan begitu, harta akan berada di tangan kita untuk digunakan dan dimanfaatkan, bukan untuk semata-mata menguasai dan menumpuknya, menjadikan harta menyihir kita, dan memanfaatkan diri kita untuk menjadi budaknya, sehingga harta menjadi kesibukan kita satu-satunya.  Inilah yang dinamakan memberhalakan harta, sehingga dia seakan akan menjadi Tuhan dalam hidup kita.

Sesungguhnya kebahagiaan yang sejati itu letaknya hanya di dalam hati yang mempu mensyukuri seluruh nikmat yang Allah berikan.  Ini hanya ada pada jiwa insan-insan yang senantiasa mendambakan keridhoan Allah, atau pada pikiran yang senantiasa larut dalam kebenaran.  Kebahagiaan itu sesungguhnya bersumber dari keimanan yang mendalam, ketundukan yang tulus atas ketentuan Allah, kelapangan hati dalam menerima perintah dan laranganNya.

Ya... bahagia itu ada di dalam hati.  Bahagia itu ada di dalam jiwa.  Carilah kebahagiaan di hati sanubari dan kebersihan jiwa.  Kedekatan anda dengan Allah akan lebih menjamin kebahagiaan dan ketenteraman dibandingkan kedekatan anda dengan harta benda.
Oleh: Jeng Ana, (Spiritualis Aura)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.