31 Juli 2016

PETUNJUK GHAIB MENJADI PENDETA HINDU


Pemangku atau pendeta yang melayani umat Hindu di Bali, ternyata selalu memiliki pengalaman ghaib sebelum dia dinisbatkan menjadi seorang penatua dalam sebuah Pura.  Kebanyakan mereka pernah menderita secara fisik atau diganggu suatu penyakit aneh terlebih dahulu sebelum mau menerima tugas sebagai pemangku.  Jo Mangku Alit, pemangku di Pura Persimpangan Kahyangan Jagad, Denpasar mengisahkan tentang semua itu. 
Hampir semua calon pemangku yang sebenarnya sudah dipilih secara ghaib akan mengalami kejadian dan pengalaman yang sama.  Mengingat seorang calon pendeta Hindu bisa saja dalam usia yang masih sangat muda harus bekerja ngayah (sukarela) untuk melayani umat.

“Itulah sebenarnya terjadi, dalam usia muda orang belum siap untuk menjalani kehidupan spiritual, tapi niskala (yang tak tampak oleh mata) sudah menjatuhkan pilihannya.  Biasanya orang yang terpilih itu akan keberatan karena masih berat dengan kehidupan duniawi.  Sampai akhirnya mengalami peristiwa-peristiwa aneh disepanjang kehidupannya,” terang Jro Mangku Alit.


Menurutnya, tugas sebagai seorang pemangku bisa diwariskan secara garis keturunan dari kakek hingga cucu-cucunya.  Tapi diluar itu, pemangku yang dipilih secara langsung oleh Ida Bethara yang secara ghaib memberikan tanda juga tidak sedikit.  Jro Mangku Alit mengisahkan, urutan keluarganya yang bertugas menjadi pemangku di Pura Persimpangan Kahyangan Jagad adalah pada ibunya.  “Ibu saya merupakan generasi pertama pemangku pada tahun 1980an ketika Pura Persimpangan Kahyangan Jagad yang sekarang, masih berbentuk pelinggih saja.  Mungkin ibu saya dianggap orang yang dapat berkomunikasi dengan beliau, akhirnya diberikan pesan untuk membangun pelinggih.  Dan sekarang ini, tugas pemangku jatuh ke saya,” jelasnya demikian.



Seperti disebutkan awal perjalanan Jro Mangku Alit memang tidak mudah.  Sejak duduk di sekolah menengah atas, ia sudah dipersiapkan untuk menggantikan sang ibu.  Meski sadar dengan tugas dan tanggungjawabnya, namun jiwa mudanya tetap dan menjalani kehidupan spiritual.  Dengan kata lain, Jro Mangku Alit belum siap untuk melayani umat Hindu yang bersembahnyang di Pura.  Tapi apa yang terjadi, selama hampir tiga tahun berjalan, musibah demi musibah sering dialami.  Diceritakan, kehidupannya waktu itu tak pernah lepas dari kecelakaan sepeda motor dan opname di rumah sakit.  Hal itu baru disadarinya sekarang ini.

“Meski berkali-kali kecelakaan tapi saya juga tidak pernah merasa kapok.  Sampai akhirnya, ibu menyuruh saya untuk menggantikan tugasnya.  Meski masih merasa berat, tugas ini saya terima, dan anehnya sampai sekarang ini saya tidak pernah mendapatkan musibah lagi,” jelas Mangku Alit.  Tidak itu saja, pengalaman musibah yang sering dialami Jro Mangku Alit juga selalu dibarengi dengan penampakan-penampakan aneh.  Sebelum celaka di jalan, ia selalu melihat sosok tinggi besar yang secara mendadak melintas di depannya.  Secara spontan begitu sosok misterius itu melintas, ia berusaha mengontrol laju kendaraanya.  Tapi justru saat itulah ia mengalami kecelakaan.
“Terkadang juga para, sampai berminggu-minggu harus istirahat di rumah karena belum diijinkan beraktifitas oleh dokter.  Tapi untungnya, saya segera menerima dan mau bekerja ngayah sebagai pemangku,” ujarnya.



BATU DAN KESURUPAN
Pengalaman yang sama juga dialami oleh I Komang Alit, seorang pregina atau penari sakral di Bali yang juga sudah dijatah untuk mengabdi sebagai sorang pemangku.  Ia mengisahkan sempat menolak ketika terpilih menjadi seorang penari sakral.  Berbagai alasan ia kemukakan, diantaranya karena usianya yang masih muda dan belum terpikirkan untuk ngayah.  Penolakan itu akhirnya tidak berlangsung lama.  “Waktu itu umur saya baru 25 tahun.  Tapi pada suatu malam, saya didatangi oleh sosok bertubuh besar mencekik saya dan membanting saya dari tempat tidur.  Sosok misterius itu juga menyuruh saya untuk meminta maaf,” urai Komang Alit mengisahkannya.



Kejadian itu dianggap Komang Alit sebagai peringatan kepada dirinya.  Diakuinya, sejak mengalami kejadian aneh tersebut, secara sukarela dirinya mau mempelajari lafal mantra dan gerakan tarian sakral yang wajib dilakukan dalam setiap pementasan di Pura.  Sejak saat itu pula, Komang Alit serasa harus melakukan lebih untuk menjaga Pura yang berada di kawasan Pulau Serangan, Denpasar, Bali.  Anehnbya lagi, saat menghafal mantra dan mempelajari lafalnya, Komang Alit serasa ada yang menuntun.  Padahal lafal dan abjadnya harus diucapkan secara terbalik dari akhir ke awal.  Tapi semua itu bisa dilakukan dengan mudah.  “Kalau secara niskala memang sudah dipilih tugas yang diemban menjadi sangat ringan, karena tidak ada beban,” jelas Komang Alit.

I Made Arnila, pemangku yang bertugas di arca Sri Maha Ganesha Buleleng, Bali juga merasakan hal yang sama.  Amila mengaku mempunyai pengalaman spiritual yang cukup unik dan terkadang jika dipikir, menjadi sangat tak masuk akal.  Ia mengatakan arca Ganesha itu boleh dipandang sebagai patung dengan sebuah nilai seni atau apa saja, tapi dengan serangkaian ritual dan upacara yang diadakan pada saat peresmianya, arca itu diyakini menyimpan kesakralan.  “Ketika saya ditunjuk oleh seorang spiritualis dari India untuk menjadi pemangku disini, saya sempat menolak.  Karena memang merasa tidak bisa dan tidak punya latar belakan keluarga sebagai pemangku.  Tapi anehnya saya yang tidak punya riwayat penyakit kencing batu, kok tiba-tiba kena penyakit itu,” kata Arnila mengingat kejadian itu.



Selama seminggu, Arnila mengaku terserang penyakit kencing manis.  Pada suatu siang, ia mencoba melakukan sembahyang dibawah arca Ganesha.  Ia memasrahkan dirinya kalau memang harus mengabdi sebagai pemangku akan dijalaninya dengan niat.  Usai sembahyang, mendadak saja penyakitnya sembuh dalam seketika.  Serpihan batu yang menyumbat saluran kencingya saat itu juga keluar.  “Aneh memang, tapi seperti itulah yang terjadi.  Sampai saat ini, penyakit itu tidak pernah kambuh lagi, dan saya berharap jangan sampai terulang lagi,” tutur Made Arnila.  Dari pengalaman spiritual itu, sampai sekarang sudah lima tahun Made Arnila mengabdi sebagai pengempon atau pemangku di Arca Sri Maha Ganesha.  Padahal ia juga punya pekerjaan lain sebagai Billboy di sebuah Hotel di kawasan Singaraja.

Setiap hari ia memulai pekerjaanya di hotel pukul 07.00 pagi sampai pukul 14.00 siang.  Setelah itu ia rehat selama 2 jam kemudian pukul 04.00 sore, tugasnya berlanjut melayani umat di arca Ganesha hingga pukul 10.00 malam.
SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.