Pemangku atau pendeta yang melayani umat Hindu di Bali,
ternyata selalu memiliki pengalaman ghaib sebelum dia dinisbatkan menjadi
seorang penatua dalam sebuah Pura.
Kebanyakan mereka pernah menderita secara fisik atau diganggu suatu
penyakit aneh terlebih dahulu sebelum mau menerima tugas sebagai pemangku. Jo Mangku Alit, pemangku di Pura Persimpangan
Kahyangan Jagad, Denpasar mengisahkan tentang semua itu.
Hampir semua calon pemangku yang sebenarnya sudah dipilih secara ghaib akan mengalami kejadian dan pengalaman yang sama. Mengingat seorang calon pendeta Hindu bisa saja dalam usia yang masih sangat muda harus bekerja ngayah (sukarela) untuk melayani umat.
Hampir semua calon pemangku yang sebenarnya sudah dipilih secara ghaib akan mengalami kejadian dan pengalaman yang sama. Mengingat seorang calon pendeta Hindu bisa saja dalam usia yang masih sangat muda harus bekerja ngayah (sukarela) untuk melayani umat.
“Itulah sebenarnya terjadi, dalam usia muda orang belum siap
untuk menjalani kehidupan spiritual, tapi niskala (yang tak tampak oleh mata)
sudah menjatuhkan pilihannya. Biasanya
orang yang terpilih itu akan keberatan karena masih berat dengan kehidupan
duniawi. Sampai akhirnya mengalami
peristiwa-peristiwa aneh disepanjang kehidupannya,” terang Jro Mangku Alit.
Baca Juga: Huru Hara Hari Kiamat
Menurutnya, tugas sebagai seorang pemangku bisa diwariskan
secara garis keturunan dari kakek hingga cucu-cucunya. Tapi diluar itu, pemangku yang dipilih secara
langsung oleh Ida Bethara yang secara ghaib memberikan tanda juga tidak
sedikit. Jro Mangku Alit mengisahkan,
urutan keluarganya yang bertugas menjadi pemangku di Pura Persimpangan
Kahyangan Jagad adalah pada ibunya. “Ibu
saya merupakan generasi pertama pemangku pada tahun 1980an ketika Pura
Persimpangan Kahyangan Jagad yang sekarang, masih berbentuk pelinggih
saja. Mungkin ibu saya dianggap orang
yang dapat berkomunikasi dengan beliau, akhirnya diberikan pesan untuk
membangun pelinggih. Dan sekarang ini,
tugas pemangku jatuh ke saya,” jelasnya demikian.
Seperti disebutkan awal perjalanan Jro Mangku Alit memang
tidak mudah. Sejak duduk di sekolah
menengah atas, ia sudah dipersiapkan untuk menggantikan sang ibu. Meski sadar dengan tugas dan
tanggungjawabnya, namun jiwa mudanya tetap dan menjalani kehidupan
spiritual. Dengan kata lain, Jro Mangku
Alit belum siap untuk melayani umat Hindu yang bersembahnyang di Pura. Tapi apa yang terjadi, selama hampir tiga
tahun berjalan, musibah demi musibah sering dialami. Diceritakan, kehidupannya waktu itu tak
pernah lepas dari kecelakaan sepeda motor dan opname di rumah sakit. Hal itu baru disadarinya sekarang ini.
“Meski berkali-kali kecelakaan tapi saya juga tidak pernah
merasa kapok. Sampai akhirnya, ibu
menyuruh saya untuk menggantikan tugasnya.
Meski masih merasa berat, tugas ini saya terima, dan anehnya sampai
sekarang ini saya tidak pernah mendapatkan musibah lagi,” jelas Mangku
Alit. Tidak itu saja, pengalaman musibah
yang sering dialami Jro Mangku Alit juga selalu dibarengi dengan
penampakan-penampakan aneh. Sebelum
celaka di jalan, ia selalu melihat sosok tinggi besar yang secara mendadak
melintas di depannya. Secara spontan
begitu sosok misterius itu melintas, ia berusaha mengontrol laju
kendaraanya. Tapi justru saat itulah ia
mengalami kecelakaan.
“Terkadang juga para, sampai berminggu-minggu harus istirahat
di rumah karena belum diijinkan beraktifitas oleh dokter. Tapi untungnya, saya segera menerima dan mau
bekerja ngayah sebagai pemangku,” ujarnya.
Baca Juga: Keajaiban Vihara Avalokistesvara Banten
BATU DAN KESURUPAN
Pengalaman yang sama juga dialami oleh I Komang Alit, seorang
pregina atau penari sakral di Bali yang juga sudah dijatah untuk mengabdi
sebagai sorang pemangku. Ia mengisahkan
sempat menolak ketika terpilih menjadi seorang penari sakral. Berbagai alasan ia kemukakan, diantaranya
karena usianya yang masih muda dan belum terpikirkan untuk ngayah. Penolakan itu akhirnya tidak berlangsung
lama. “Waktu itu umur saya baru 25
tahun. Tapi pada suatu malam, saya
didatangi oleh sosok bertubuh besar mencekik saya dan membanting saya dari
tempat tidur. Sosok misterius itu juga
menyuruh saya untuk meminta maaf,” urai Komang Alit mengisahkannya.
Kejadian itu dianggap Komang Alit sebagai peringatan kepada
dirinya. Diakuinya, sejak mengalami
kejadian aneh tersebut, secara sukarela dirinya mau mempelajari lafal mantra
dan gerakan tarian sakral yang wajib dilakukan dalam setiap pementasan di
Pura. Sejak saat itu pula, Komang Alit
serasa harus melakukan lebih untuk menjaga Pura yang berada di kawasan Pulau
Serangan, Denpasar, Bali. Anehnbya lagi,
saat menghafal mantra dan mempelajari lafalnya, Komang Alit serasa ada yang
menuntun. Padahal lafal dan abjadnya
harus diucapkan secara terbalik dari akhir ke awal. Tapi semua itu bisa dilakukan dengan
mudah. “Kalau secara niskala memang
sudah dipilih tugas yang diemban menjadi sangat ringan, karena tidak ada
beban,” jelas Komang Alit.
I Made Arnila, pemangku yang bertugas di arca Sri Maha
Ganesha Buleleng, Bali juga merasakan hal yang sama. Amila mengaku mempunyai pengalaman spiritual
yang cukup unik dan terkadang jika dipikir, menjadi sangat tak masuk akal. Ia mengatakan arca Ganesha itu boleh
dipandang sebagai patung dengan sebuah nilai seni atau apa saja, tapi dengan
serangkaian ritual dan upacara yang diadakan pada saat peresmianya, arca itu
diyakini menyimpan kesakralan. “Ketika
saya ditunjuk oleh seorang spiritualis dari India untuk menjadi pemangku
disini, saya sempat menolak. Karena
memang merasa tidak bisa dan tidak punya latar belakan keluarga sebagai
pemangku. Tapi anehnya saya yang tidak
punya riwayat penyakit kencing batu, kok tiba-tiba kena penyakit itu,” kata
Arnila mengingat kejadian itu.
Selama seminggu, Arnila mengaku terserang penyakit kencing
manis. Pada suatu siang, ia mencoba
melakukan sembahyang dibawah arca Ganesha.
Ia memasrahkan dirinya kalau memang harus mengabdi sebagai pemangku akan
dijalaninya dengan niat. Usai
sembahyang, mendadak saja penyakitnya sembuh dalam seketika. Serpihan batu yang menyumbat saluran
kencingya saat itu juga keluar. “Aneh
memang, tapi seperti itulah yang terjadi.
Sampai saat ini, penyakit itu tidak pernah kambuh lagi, dan saya
berharap jangan sampai terulang lagi,” tutur Made Arnila. Dari pengalaman spiritual itu, sampai sekarang
sudah lima tahun Made Arnila mengabdi sebagai pengempon atau pemangku di Arca
Sri Maha Ganesha. Padahal ia juga punya
pekerjaan lain sebagai Billboy di sebuah Hotel di kawasan Singaraja.
Setiap hari ia memulai pekerjaanya di hotel pukul 07.00 pagi
sampai pukul 14.00 siang. Setelah itu ia
rehat selama 2 jam kemudian pukul 04.00 sore, tugasnya berlanjut melayani umat
di arca Ganesha hingga pukul 10.00 malam.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.