Tenung, santet, teluh serta guna-guna
merupakan serangkaian ilmu yang mempunyai kesamaan jenis dan fungsinya. Kejahatan dengan menggunakan ilmu ini seakan
tidak pernah tersentuh oleh tangan hukum, karena hukum memang membutuhkan fakta
dan bukti-bukti yang kongkrit, sehingga bisa diterima oleh akal pikiran. Oleh karena itulah, ilmu tenung, santet,
serta guna-guna sering menjadi jalan alternatif untuk melampiaskan rasa sakit
hati, dendam, ataupun sekedar menguji keampuhan dari ilmu hitam itu
sendiri. Sehubungan dengan ilmu-ilmu
tersebut, Penulis berhasil melacak sebuah kejadian yang cukup menyedihkan
akibat dari kekejaman ilmu tenung.
Berikut kisah selengkapnya yang berhasil dihimpun.
Aku merupakan anak bungsu dari lima
bersaudara yang hidup disebuah perkampungan yang cukup asri dan penuh dengan
kedamaian. Kehidupan sehari-hari kami
adalah bertani, dan terkadang menrima upah mencangkul di sawah orang lain. Sebagai anak laki-laki aku dan yang lainnya
sekarang ini merupakan tumpuan bagi keluarga.
Ayah yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga sekaligus tempat
kami berlindung telah lama dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. Sementara, kakak perempuanku yang
satu-satunya, berjualan pecel dan lonthong agar dapat menghidupi
anak-anaknya. Yang cukup menyenangkan
rasa hati kakakku ini, setiap jualan yang digelar selalu habis terjual.
Pembeli bukan saja dari warga sekitar,
tapi telah sampai ke kampung sebelah, sehingga tidak jarang pembelinya pun
harus rela untuk antri. Hasil dari
berjualan pecel dan lontong selain untuk biaya hidup, sebagian lagi disisihkan
untuk biaya pembangunan rumah kami yang terbengkelai. Rumah yang dulunya terbuat dari kayu, kini
telah berubah menjadi rumah yang permanen serta layak huni. Namun kebahagiaan ini tidaklah berjalan
lama. Tanpa kami sangka sedikitpun,
rupanya diam-diam ada orang yang kurang senang dengan kebahagiaan kakaku ini. Benda-benda yang beraura jahat, kerap kali
ditanam di sekitar tempat kakakku berjualan.
Akibat pengaruh benda-benda tersebut sambal dan lontong yang baru saja
di masak tiba-tiba saja berubah menjadi basi dan berlendir.
Terang saja kejadian ini mengundang keluhan
dan umpatan dari para pembeli. “Pik, kok
rasa sambalnya agak basi dan lontongnya pun berlendir, apa sambal dan
lontongnya sisa yang kemarin? “Tanya sebagian pembeli kepada Unik Upik,
kakakku. Tentu saja kakakku berusaha
menampik, sebab dia memang baru menyiapkan semua bahan dagangannya itu. Namun, pembelaan ini percuma saja, sebab
nyatanya sambal dan lontong yang dibuatnya pagi tadi memang talah basi dan
berlendir. Karena begitu seringnya
kejadian semacam ini dialami kakakku, maka tidak jarang dia mendapat umpatan
dari mulut pembeli. Kakakku merasa takut
pelanggan menjadi kecewa, sehingga dagangannya tidak laku lagi. Melihat kenyataan tersebut, aku sebagai adik,
menyarankan agar kakakku melihatkan kejadian yang tidak masuk akal itu kepada
orang pintar. Kakakku memang mau
menuruti saranku ini. Bahkan kemudian
aku sendiri yang mengantarnya ke rumah orang pintar yang dimaksud.
Ringkas cerita, setelah memenuhi segala
persyaratan yang dimintanya, maka orang pintar tersebut langsung mendeteksi
tempat kakak berjualan. Alangkah
terkejutnya kami mendengar hasil terawangan orang pintar yang satu ini. “Kedai tempatmu berjualan telah ditanami
kabaji!” Kata si orang pintar yang membuat bulu kudukku berdiri meremang. Perlu diketahui, kabaji merupakan sejenis
ramuan untuk memberi kesialan terhadap orang yang hendak dituju. Kami tidak pernah mengerti siapa dalang di
balik ini semua. Namun alhamdulillah
berkat pertolongan orang pintar ini benda-benda laknat tersebut berhasil di
angkat secara ghaib. Untuk mengobati
rasa penasaran kami, bungkusan yang telah berhasil diangkat tersebut kami
buka. Setelah dibuka, ternyata bungkusan
itu berisikan rambut, tanah kuburan, dan sepotong daging yang talah membusuk.
Seiring di larungnya kabaji tersebut,
kedai kakakku pun mulai berangsur-angsur membaik seperti sedia kal, dengan
penjualan yang cukup memuaskan, tanpa adanya keluhan ataupun umpatan dari
pembeli. Ya, sambal dan lontongnya tak
lagi mendadak basi dan berlendir menjijikkan.
Namun, hal ini ternyata tidak berlangsung lama. Kejadian tersebut kembali berulang lagi,
lontong dan sambal dagangan kakak sering basi dan berlendir. Ternyata, kabaji-kabaji sering dikirim ke
tempat atau lokasi kakak berjualan.
Namun, untunglah berkat bantuan Pak Brahim, orang pintar yang dimaksud,
semuanya bisa selalu ditanggulangi.
Kejadian aneh tersebut memang berulang-ulang sampai beberapa kali,
sampai akhirnya petaka itu datang pada bulan Februari di tahun 2004 yang silam.
Kali ini bukan kabaji lagi yang dikirim
oleh si pendengki, melainkan penyakit yang sangat menyiksa kakakku. Bagaimana tidak menyiksa, perut kakak sering
kali terasa mulas ingin buang air besar.
Namun anehnya ketika di kamar kecil tidak bisa keluar barang sedikitpun. Tak hanya itu, penderitaan kakak masih
ditambah lagi dengan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk pada bagian
perutnya. Berhari-hari kakak mengidap
penyakit aneh itu, hingga jualannya jadi terbengkelai. Aku sendiri hanya bisa menangis ketika
kakakku mengerang menahan rasa sakit yang teramat sangat, ini jelas sekali
terlihat dari raut wajahnya.
Kejadian ini bahkan berlangsung sampai
beberapa bulan lamanya, sampai-sampai perut kakak tampak membesar, buncit
seperti orang hamil. Tak hanya itu,
kulit perutnya juga tampak memerah seperti akan meledak. Karena kasihan melihat kondisi kakak, aku
coba menghubungi beberapa orang pintar agar dapat mengobati sakit aneh yang
mendera kakakku satu-satunya ini. Tidak
sedikit uang yang kami keluarkan untuk biaya pengobatan penyakit kakak yang
super aneh ini. Akibat biaya pengobatan,
uang dan perhiasan yang selama ini menjadi tabungan kakak, akhirnya nyaris
habis tanpa sisa. Sementara sakit yang
diderita kakak tidak juga kunjung berangsur sembuh, malah semakin parah,
sehingga menimbulkan rasa cemas dihati kami sekeluarga.
Atas saran salah seorang keluarga, aku
coba membawa kakak ke rumah sakit untuk memeriksakan penyakit yang
dialaminya. Yang semakin membuat kami
kian cemas, pihak rumah sakit pun tidak dapat mendiagnosis penyakit apa yang
sedang menyerang kakak, sekalipun sudah di rontgen segala. “Aneh, kami tida dapat menyimpulkan penyakit
apa yang sedang diidap oleh saudara Anda.
Dari hasil rontgen sama sekali tidak terlihat adanya penyakit ditubuh
saudara Anda. Untuk itu kami hanya bisa
menyarankan agar secepatnya dibawa ke tempat lain sebelum terlambat, “kata
Dokter Budiman yang mendiagnosa penyakit kakak.
Walaupun dokter tersebut tidak bicara langsung, namun sebagai orang
Minang, aku dapat mengerti apa yang dimaksud ke tempat lain tersebut. Dengan uang seadanya, aku coba menghubungi
salah satu orang pintar yang berdomisili di daerah Ampang.
“Aku akan mencoba mengobati
saudaramu. Besok tolong cukupi sesaji
yang aku butuhkan. Ingat, jangan sampai
kurang, penyakit kakak kamu bukan penyakit biasa,”kata si paranormal yang
kuminta tolong. Bahkan saat mendeteksi
rumah kami dia mengatakan, “Rumah ini telah ditanami benda magis yang
mematikan, hanya orang-orang yang memiliki Gasing Tangkurak yang bisa
mengangkat ini semua, “kata sang paranormal dengan mimik tegang. Aku hanya bisa bingung, melongo. Jujur saja, aku kurang paham dengan hal-hal
berbau magis. Yang pasti, sesuai dengan
permintaan Datuk Kapeh, sang paranormal keesokan harinya setelah sesaji di rasa
cukup, orang pintar tersebut langsung membaca mantera rahasianya, agar dapat
mengangkat benda yang dimaksud.
Aneh, setelah mantera dibacakan,
tiba-tiba ada semacam bungkusan melayang ke hadapan Datuk Kapeh. Bungkusan laknat tersebut memakai kain hitam,
yang berarti bagian atas maupun bagian bawah diikat dengan benang tujuh rupa. “Alhamdulillah….kita telah berhasil menarik
benda laknat ini!” kata sang paranormal dengan penuh kelegaan. Mungkin pembaca dapat membayangkan, betapa
senang hatiku saat itu. Seiring
diangkatnya benda laknat tersebut, penyakit yang selama ini dialami kakakku,
lambat laun mulai berangsur pulih. Pada
mulanya tidak bisa buang air, sekarang sudah mulai keluar sedikit-sedikit.
Walaupun itu hanya sekali dalam dua
hari. Wajah kakak yang dulunya kelihatan
pucat, kusut, sekarang sudah mulai kelihatan berseri. Namun kebahagiaan ini tidaklah berjalan lama,
penyakit yang selama ini menjadi momok dalam kehidupan kakak sekarang balik
lagi.
Kali ini, penyakit yang dialami kakak
tampak semakin ganas dan menakutkan.
Waktu tidur malam, merupakan hal yang sangat sulit. Betapa tidak? perasaan ingin buang air besar
ditambah rasa sakit yang mencengkeram pada bagian perut seakan tidak mau
memberi peluang untuk menikmati tidur malamnya.
Akibatnya, kakak nyaris tak pernah bisa beristirahat karena perutnya
yang sakit dan selalu ingin buang air besar.
Sungguh berat penderitaan yang dialami kakak, entah sampai kapan kakak
menjalani penderitaan ini.
Walau terasa berat cobaan ini, namun
kami tidak pernah patah arang. Selagi
ada kesempatan kami akan berusaha mencari jalan keluarnya. Kali ini, kami mencoba membawa kakak ke salah
satu orang pintar di daerah Lubuk Lintah.
Dengan ilmu yang dimilikinya, si orang pintar pun berhasil melacak
penyebab dari penyakit yang selama ini menggerogoti kakak. “Mari ikut aku untuk mengambil kiriman yang
telah menyebabkan semuanya ini!” Kata si orang pintar. Ritualpun dilakukan. Masyaallah, aku dan yang lainnya sangat
terkejut sesampainya ditempat yang dimaksud.
Dibawah pohon kelapa dekat rumah kami, di dapat seekor katak dengan kaki
terikat oleh benang tujuh rupa.
Sementara dibagian perut dari katak tersebut menancap sebuah jarum. Dibagian anus dari katak malang ini, diikat
pula pakai benang tujuh rupa. Sungguh
pemandangan mengiris perasaan bagi siapapun yang melihatnya. Katak itu jelas merupakan personifikasi dari
kakakku, sehingga dia mengalami kondisi yang sedemikian penuh dengan
penderitaan. Buktinya, setelah katak
tersebut dilepas, orang pintar ini pun mulai buka mulut.
“Kalau ingin melihat saudara anda sembuh
tolong secepatnya beli ramuan yang aku butuhkan,” Kata orang tersebut dengan
mimik muka penuh kekhawatiran.
Aku dan yang lain menyanggupi apa yang
dikatakan orang pintar ini, karena memang kesembuhan kakak yang menjadi tujuan
kami. Namun, untuk tidak dapat diraih,
malang tidak dapat ditolak. Belum lama
berselang dari waktu pelepasan katak yang menjadi media tenung. kakak akhirnya menghembuskan nafas
terahirnya, innalillahi wa inna ilaihi roojiun.
Akibat sakit perut yang terus buang air besar, sementar makannya jarang,
maka bisa jadi organ pencernaan kakak telah banyak yang hancur, sehingga
nyawanya tidak dapat tertolong lagi.
Mungkin sudah nasib kakak harus melakoni drama kehidupan yang cukup
menyakitkan ini. Perih memang, tapi apa
daya aku hanya bisa pasrah menerima kenyataan ini. Doaku, semoga Allah SWT mengampuni segala
dosa dan kesalahan kakakku yang malang ini.
Untungnya, ramuan yang ditanam di rumah kami kali ini belum genap 100
hari. Konon, kalau sampai 100 hari
ramuan tersebut terbenam, maka akan ada yang mati menjadi korban keganasan ilmu
tenung ini. Demikianlah kisah nyata yang
kami alami sekeluarga. Semoga ada hikmahnya
bagi kita semua. Amiin.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.