Batu itu muncul dari langit. Dan jatuh di sebuah kawasan belantara. Karena batu itu memancarkan cahaya terang benderang. Maka penduduk menyebutnya sebagai Watu Lentang. Kelak, kemudian nama itu dipakai sebagai nama sebuah dusun. Tempat dimana batu itu jatuh. Batu itu kini dipercaya mengandung tuah. Penduduk setempat menjadikannya sebagai pepunden. Banyak pelaku spiritual mencoba untuk mengambil batu itu. Diyakini, batu itu dapat di olah menjadi sebuah pusaka.
Watu Lentang (Batu Bintang), itulah nama Dusun Watu Lentang, Desa Badang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Menurut keterangan sesepuh setempat. Dusun itu diberi nama Watu Lentang. Lantaran warga kala itu melihat sebuah benda dari langit jatuh dikawasan hutan. Yang kini menjadi areal persawahan penduduk setempat.
Hingga kini , keberadaannya begitu dihormati. Tidak ada penduduk yang berani mengusiknya. Bahkan penduduk juga membuatkan cungkup dan menjadikannya sebagai pepunden. Pada tahun 1980, ketenangan Watu Lentang sempat terusik oleh keberadaan beberapa orang linuwih yang masih sembunyi – sembunyi di Dusun Watu lentang. Tujuannya untuk menghilangkan batu tersebut. Menurut keterangan beberapa orang warga, kedatangan beberapa orang linuwih ke dusun memang hendak mengambil batu keramat itu. Mereka langsung menuju ke tempat batu berada. Setelah mereka mendeteksi, kemudian mereka menentukan hari serta tanggal untuk menghilangkan watu lentang.
Namun pada saat hari yang telah mereka tentukan , kejadian tidak terduga menimpa mereka. Begitu mereka melalukan prosesi ritual penghilangan batu, tiba – tiba mereka terpental hingga tiga meter. Mereka pun mengalami luka dalam, batuk darah. Menyadari usahanya sia – sia , haru itu juga mereka pergi meninggalkan dusun. Hingga kini tak pernah kembali lagi. Dengan awal datangnya watu lintang, hingga beberapa kejadian terkait dengan keberadaan batu tersebut tak heran penduduk setempat begitu mengeramatkannya. Begitu keramatnya, penduduk pun membuatkan cungkup sebagai pepunden.
Selain berfungsi untuk berteduh para petani . Punden itu kerap diberi sesaji apabila ada warga hendak menggelar hajat. Yaa agar hajatnya lancar, kata Sholeh. Begitu juga apabila usai masa panen. Penduduk dusun menggelar sedekah bumi dan selamatan din punden Batu Bintang tersebut. Karena jika penduduk sampai tidak menggelar sedekah bumi di watu lintang , maka dapat dipastikan padi mereka akan habis diserang hama atau penyakit lainnya. Dusun Watu Lentang pernah mengalami musibah gagal panen. Gara – gara warga tidak menggelar sedekah bumi di punden Watu Lentang. Semua padi milik penduduk ludes terserang hama Mas, kata Ratna Susiati(29).
Musibah itu tentu mengejutkan penduduk. Begitu juga, para sesepuh dan Kepala Dusun. Penduduk kemudian melakukan tirakatan dan selamatan untuk mendapatkan petunjuk tentang penyebab gagalnya panen. Petunjuk itu datang, penyebabnya tidak lain karena pada tahun lalu penduduk tidak menggelar sedekah bumi di punden Watu Lentang. Dari musibah itu, hingga kini penduduk tak pernah lupa menggelar sedekah bumi di punden Watu Lentang, lanjut Ratna pada Wahana Mistis.
Dipakai Laku Batin dan Kanuragan
Keberadaan punden batu bintang di dusun Watu Lentang. Bukan hanya untuk memohon restu para leluhur. Warga setempat pu kerap menggunakan Watu Lentang sebagai tempat untuk nyepi. Terutama bagi mereka yang tengah melatih ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Mereka yang hendak nyepi di punden, mereka menjalankan puasa terlebih dahulu. Kemudian pada saat telasan puasa (hari dan malam terakhir berpuasa) , baru mereka melakukan nyepi. Sampai sekarang , punden itu digunakan untuk sarana nyepi, jelas Ratna.
Bukan hanya warga Desa Badang saja yang sering melakukan nyepi disitu. Warga dari desa lain juga sering melakukan ritual di tempat tersebut. Karena lokasi Punden Watu Lentang sendiri sangatlah strategis. Selain berada di tengah sawah , tempat itu juga sepi oleh keramaian penduduk. Batu ini terkenal Mas, ketenarannya selain bentuknya unik batu ini juga keramat, kata Ratna. Sementara menurut keterangan seorang spiritualis, Batu Bintang yang terdapat di Dusun Watu Lentang itu ternyata memang menyimpan tuah. Batu itu juga dapat digunakan sebagai bahan pusaka. Karenanya, beberapa orang linuwih mencoba untuk mengambilnya. Bahwa apabila benda tersebut digunakan sebagai bahan senjata untuk pusaka, maka pusaka yang terbuat dari bahan Watu lentang (batu bintang) akan menjadi sebuah pusaka yang sangat sakti dan tanpa ada tandingnya. Karena Watu Lentang ( batu bintang) sendiri diketahui sangat bertuah. Namun untuk memilikinya sangat sulit. Tidak sembarang orang bisa mengolah batu itu menjadi pusaka.
Watu Lentang Terkait Maling Cluring
Sementara itu di tempat terpisah, Bu Asmiatun (60), sesepuh Desa Badang menjelaskan cerita berbeda mengenai keberadaan Watu Lentang. Menurutnya, batu itu memang jatuh dari langit dan itu terjadi pada jaman Majapahit. Tatkala, Dusun Watu Lentang masih berupa hutan belantara. Cahaya yang dibawa oleh batu itu memang terang benderang. Dan cahaya itu menjadi redup gara – gara dikencingi oleh seorang maling cluring, katanya.
Peristiwa itu terjadi tatkala batu yang memancarkan cahaya terang benderang itu jatuh dari langit. Karena jatuh di hutan belantara, maka seluruh belantara pun menjadi terang. Pada saat bersamaan , ada seorang maling cluring tengah mengadakan perjalanan ke Kediri lewat hutan tersebut. Dan ketika batu itu jatuh, secara kebetulan ia berada tepat didepannya. Oleh karena silau dengan cahaya batu yang terang, mata maling itu menjadi silau.
Ia jengkel, maka batu itu ia kencingi. Tanpa disangka, ketika batu itu terkena air kencing maling cluring, mendadak cahaya yang menyilau itu menjadi redup. Mengetahui benda bercahaya yang jatuh dari langit itu menjadi redup gara – gara kencingnya. Maling cluring itu menjadi gugup. Ia ketakutan, kemudian melarikan diri dan menghilang kedalam lumpur. Menurut cerita para leluhur , maling cluring itu masuk ke dalam inti perut bumi untuk melanjutkan perjalanan ke Kediri, lanjut Asmiatun.
Lebih jauh kata Asmiatun, maling cluring terpaksa menggunakan kesaktian untuk menghindar dari penduduk yang kebetulan datang ebramai – ramai ke hutan untuk melihat batu bercahaya tersebut. Sedangkan penduduk waktu itu seketika memberi kawasan tersebut dengan nama Watu Lentang. Ya karena didaerah itu terdapat batu yang jatuh dari langit, sambungnya. Masih menurut Asmiatun, sejak peristiwa batu jatuh dari langit dan ulah maling cluring. Maka sejak itu muncul dusun – dusun di sekitar kawasan hutan tersebut.
Dan nama dusun – dusun yang ada, tak pernah lepas dari peristiwa tersebut. Misalnya, Dusun Badang (silau oleh nyala sinar), Dusun Wates (perbatasan dari benda yang jatuh dari langit dengan daerah kawasan Kediri), Dusun Ngendut ( lumpur yang digunakan untuk menghilangnya maling cluring), Dusun Ndelik ( kawasan maling cluring bersembunyi), Dusun Watu Lentang ( Batu Bintang). Jadi dusun – dusun itu karena terkait dua peristiwa itu, juelasnya.
Batu Bertuah
Sementara mengenai tuah yang berasal dari Watu Lentang, dibenarkan oleh Abadi Ariyanto (46), Kepala Dusun Watu Lentang. Bahkan menurutnya, pada tahun 1980, pernah terjadi peristiwa yang terkait dengan soal tuah batu bintang tersebut. Waktu itu Moch. Sholeh pemilik sawah yang ketempatan Watu Lentang, merasa keberatan dengan keberadaan batu tersebut. Karena dianggap mengganggu. Moch. Sholeh yang dikenal juga sebagai orang yang memiliki daya linuwih , kemudian berusaha untuk mengangkat dan menghilangkan batu itu. Peristiwanya sebelum datang beberapa kelompok linuwih yang hendak mengambil batu itu, kata Abadi.
Peristiwa itu dibenarkan oleh Moch. Sholeh, bahkan sebelum proses penghilangan batu. Ia terlebih dahulu melakukan tirakat puasa. Namun pada malam harimenjelang pengangkatan , Shileh sempat tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi ditemui oleh sosok orang tua berpakaian putih membawa tongkat. Sosok orang tua itu mengatakan,apabila ia menghendaki Watu Lentang disingkirkan dari sawahnya, sebagai gantinya Sholeh harus menyerahkan nyawa istri dan anaknya. Karena menyangkut soal orang – orang tercinta saya, ya lebih baik saya urungkan saja. kini saya mulai terbiasa dengan keberadaanya, kata Sholeh.
Sementara Abadi juga mengatakan, mengetahui Kekeramatannya akhirnya banyak orang memanfaatkan batu itu. Terutama mereka yang menjalankan laku batin. Bahkan, ada juga warga yang berusaha meminta nomer. Hal itu pernah terjadi saat marak SDSB. Anehnya, nomer yang berasal dari batu itu sering tepat. Abadi sendiri mengaku pernah meminta nomer pada batu itu. Saya saat itu Cuma mau membuktikan, apa benar batu itu bisa mengeluarkan nomer. Eh tak tahunya benar juga, kata Kades ini.
Masih kata Abadi, untuk meminta nomer pada batu itu. Ia terlebih dahulu menjalankan laku puasa mutih selama tujuh hari. Pada hari akhir puasa, menjelang malam hari Abadi meneruskannya dengan laku pati geni. Tepat ditengah malam , ia melanjutkan hening di batu itu. Dan ketika sedang khusuk hening, tiba – tiba ia dikejutkan oleh hembusan angin menerpa tubuhnya. Pada saat bersama, ia seolah – olah berada di dalam air. Masih dalam kebingungan. Ia kembali dikejutkan oleh kemunculan seekor ikan lele.
Anehnya lele itu menggeliat – geliat merayap di tanah. Masih heran dengan itu, tiba – tiba lele tersebut memancarkan cahaya berwarna kuning keemasan. Yang membuat saya terpengarah. Tepat di kepala lele itu, tertera angka 69, beberapa detik kemudian lele itu lenyap, ungkapnya. Dan esok paginya, Abadi menceritakan apa yang terjadi semalam. Oleh rekan – rekannya , nomer itu di coba untuk ikut dalam putaran SDSB. Hasilnya, nomer itu meleset. Justru yang muncul saat itu nomer bergambar ikan lele. Ternyata angka pada kepala ikan itu hanya tipuan, kenangnya sambil mengulas senyum geli.
"Wahana Mistis No. 50/III"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.