8 November 2016

JADI PEMUAS NAFSU GOLONGAN JIN


Layaknya kehidupan masyarakat pedesaan kondisi guyup, saling membantu secara sukarela tanpa butuh dikomando lagi.  Seperti yang terjadi di salah satu desa di Kabupaten Kediri.  Ketika itu Mariono hendak menikahkan anaknya.  Tetangga berkumpul di halaman rumahnya membantu segala sesuatu yang dibutuhkan dalam menyiapkan perhelatan itu, sejak pagi hingga menjelang akad pernikahan. 
Setelah acara “Manggulan” satu rangkaian acara yang berupa selamatan dengan disaksikan tetangga ditujukan pada danyang desa, agar acara berjalan lancar dan aman.  Tidak lama berselang rombongan mempelai pria, datang dengan diiringi sekitar 30 orang kerabat dekatnya. 



“Rombongan keluarga saya, waktu itu memang diawali agar tidak terlambat saat akad nikah berlangsung, katanya harus tepat dimulai pukul 05.00 sore, karena dalam hitungan Jawa jatuhnya hari saat itu akan mendatangkan kebaikan pada keluarga saya nantinya,” ungkap Sumiran mengawali cerita misteri yang dialami sebelum menikah sore itu di rumah mertuanya.

DICULIK DI SUNGAI
Menurutnya awal bencana dimulai saat akad nikah kurang satu jam lagi dilaksanakan.  Mendadak perutnya diserang rasa sakit amat sangat.  Rasanya melilit lambung.  Dicoba menahan rasa itu, namun sia-sia.  Mau tidak mau harus buang hajat.  Segera ia meminta izin pada calon mertuanya dan minta diantar salah satu sepupunya ke kamar mandi.  Ternyata kamar mandi sedang dipakai seseorang. 

Karena tidak mampu lagi menahan, dengan sangat terpaksa buang hajat disungai yang tidak jauh di belakang rumah.  Ketika “nongkrong” di salah satu batu lempeng yang terdapat di pinggir sungai, sementara Tono yang mengantarkan duduk menjauh agar tidak terkena imbas bau tak sedap yang mengiringi buang hajat Sumiran.



Saat asyik menikmati buang hajatnya, tiba-tiba telinganya terasa ada yang mencubit dari arah belakang.  Spontan kepalanya ditengokkan kearah datangnya pencubit.  Namun aneh kepalanya menjadi pusing dan pandangannya kabur.  Setelah itu tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.  “Perasaannya saat itu tubuh ini ada yang menggendong, tetapi mata ini ada berat untuk dibuka,” kata lelaki berbadan kekar ini.  “Menurut cerita Tono, saat itu bingung melihat saya tidak berada di batu tempat buang saya buang hajat.  Lewat dia saya dikabarkan telah hilang dan membuat gempar orang sedesa,” imbuhnya.  Akad nikah yang sedianya dilangsungkan, otomatis dibatalkan.  Kedua belah pihak keluarga sama-sama bingung.  Berbagai macam upaya dilakukan untuk menemukannya kembali.  Pinggiran sungai yang banyak ditumbuhi semak belukar, berganti ramainya warga desa menyisir areal tersebut.  Hal ini dilakukan karena menurut penuturan Jaenuri, tetua desa yang mumpuni dalam masalah ghaib, mengatakan ia telah diculik peri penguasa sungai tersebut.  Dan atas sarannya penduduk desa serentak bahu membahu mencarinya.  Salah satu cara yang dilakukan saat itu dengan memukul benda-benda apa saja yang menimbulkan bunyi keras.  Agar siluman itu segera mengembalikannya ke dunia fana’ kembali. 


“Dari teropongan Mbah Jaenuri, yang saya dengar lewat cerita orang-orang saat itu saya dikatakan masih hidup.  Tapi tidak ingat apa-apa karena pengaruh penunggu sungai itu,” ujar lelaki ini, mengungkapkan usaha Jaenuri untuk menemukannya.  “Saya sendiri waktu itu memang tidak sadar sama sekali.  Tapi saat sadar saya sangat terkejut karena kondisi saya ada disebuah kamar dengan taburan bunga,” lanjutnya.  Kejanggalan yang ditemui tidak hanya sampai disitu saja.  Lebih lanjut ia diceritakan keadaanya berada di alam ghaib.  Diantaranya melihat bunga mawar dengan warna aneh.  Dengan dominan warna merah, diselingi warna hijau dan kuning.  Selain itu melihat bunga kanthil besarnya melebihi ukuran normal yaitu sebesar buah pisang.  Ketika ia mencoba melongok keluar kamar melalui jendela, melihat keanehan lainnya.  Banyak orang berjalan lalu-lalang di jalanan, namun tidak ada satupun yang laki-laki, semuanya adalah wanita.  “Sungguh, mas tidak ada laki-laki satupun yang melintas.  Semua wanita cantik-cantik sekali,” tegasnya meyakinkan.



Belum puas ia menikmati pemandangan di luar yang dipenuhi wanita-wanita cantik, Sumiran dikejutkan suara pintu kamar dibuka.  Perlahan dari balik daun pintu muncul sosok wanita berkulit putih dengan rambut sepunggung berwarna keperakan membawa nampan berisi makanan.  Melihat isi nampan perutnya mendadak terasa lapar.  Namun selera makannya pudar tatkala wanita cantik itu menatapnya dengan penuh kelembutan.  Setelah menaruh nampan diatas meja, tidak jauh dari tempatnya berdiri, wanita itu meraih tangannya lalu diajak duduk diatas kasur.  Kemudian dengan lemah lembut ia disuapi makanan yang dibawa tadi hingga habis tanpa tersisa.  



Diakui Sumiran waktu itu ia tidak dapat menolak sama sekali apa yang diinginkan lelembut cantik itu.  Bagai seekor kerbau dicocok hidungnya, hingga berhubungan layaknya sepasang suami isteri.  Apabila usai melakukang ia ditinggal pergi begitu saja, kemudian akan kembali lagi dengan membawa makanan yang lezat.  Ia pun merasakan tidak pernah capek, apalagi setelah memakan hidangan yang disajikan khusus untuknya.  Badan terasa segar bugar, tidak bisa diingat berapa kali kejadian itu berulang.  Yang pasti saat sendiri dikamar tidak pernah ada niat untuk melangkahkan kaki keluar kamar.

DITOLONG EYANG SURO
Hingga pada suatu ketika saat ia sedang sendiri di kamar, tanpa diketahui datang dari mana muncul seorang pria tua berjubah putih.  “Jenggotnya putih panjang sedada, sambil membawa tongkat.  Semula saya kaget sekali, soalnya tiba-tiba muncul seorang lelaki,” kata lelaki yang penghidupannya dikais dari bertani itu.  Menurutnya perasaan terkejut dan takut menjadi hilang ketika orang tua itu mengenalkan dirinya bernama Eyang Suro dengan ramah.  Bahkan perasaanya mendadak terasa tentram dengan munculnya kakek tua itu.  Selanjutnya menjelaskan padanya kalau tidak boleh ada ditempat tersebut.  Mendengar penjelasan itu ia menjadi bingung.


Dalam benaknya berpikir keras antara percaya dan tidak.  Sekali lagi kakek berjubah itu mencoba meyakinkannya disertai gerakan membuka jubah putihnya.  Tebaran bau harum berbarengan dengan tersibaknya jubah membuat menusuk jaringan syarafnya.  Lewat jubah itu tampak gambar orang-orang yang sedang bergerombol di tepi sebuah sungai disertai memukul bermacam-macam benda, namun tidak terdengar suaranya.  Tidak lama tampilan gambar dikain jubah berganti gambar seorang wanita berkulit kuning langsat, rambut gelung konde mengenakan kain kebaya.  Apa yang dilakukan wanita itu seperti sedang menangis.  Melihat apa yang ada di jubah membuat ingatannya tersadar kembali.  Namun tidak tahu harus berbuat apa.  Tampaknya kakek itu menangkap apa yang sedang dipikirkan.  Ia disarnkan untuk menuruti perintahnya. 



“Saran yang disampaikan membuat niat saya kembali ke alam normal ini semakin besar, maka tanpa ragu lagi saya lakukan apa yang diomongkan,” ungkapnya.  Sesuai perintah dari kakek berjubah itu, Sumiran menggigit ibu jari tangannya.  Dalam waktu sekejap dirasakan tubuhnya melayang seperti saat asyik “nongkrong” di sungai, kemudian diculik penguasa sungai tersebut.  “Perasaan sih memang seperti melayang, tapi sangat cepat mata ini tidak bisa dibuka untuk melihat apa yang sedang saya alami waktu itu, tahu-tahu sudah terlentang di sungai,” lebih lanjut diungkapkannya.  Kemudian dirasakan baju, celana hingga tubuhnya basah.  Ketika matanya dibuka dilihat sekelilingnya, tampak air mengalir menerpa tubuhnya.  Tidak jauh dilihat sebuah batu lempeng.  Ia jadi teringat dimana kini berada.  Segera berdiri dan naik ke atas tanah.  Akhirnya dia tersadar sepenuhnya dia sekarang berada di atas sebuah batu lempeng di tepian sungai.  Langkah kakinya diarahkan menuju rumah Mariono calon mertuanya.

Bagai disambar geledek disiang bolong, Mariono yang sedang termenung di kursi yang ada dibelakang rumah beranjak berdiri menyongsong datangnya calon suami anaknya.  Dipeluknya tubuh Sumiran erat-erat, sambil mengucap rasa syukur disertai teriakan memanggil anaknya.  Tatik, dengan tergopoh-gopoh berlari disertai isak tangis dan jeritan ditubruk sang kekasih hati.  Setelah membersihkan badan keluarga besar Tati, meminta Sumiran menceritakan kemana saja selama menghilang itu.  Semua yang mendengar nampak “melongo” terasa tidak percaya atas apa yang telah menimpanya.  Ia sendiri tidak percaya juga, kalau telah menghilang selama tiga hari lamanya.  Padahal perasaanya waktu itu hanya satu hari.  “Untung ada pertolongan dari Eyang Suro, andaikata tidak, saya juga tidak tahu apa yang terjadi.  Syukur sudah kembali dan bisa menikahi Tatik, meski terlambat, lebih baik dengan manusia daripada dengan makhluk halus,” akunya sambil tersenyum penuh arti.
SEKIAN

1 komentar:

  1. Memang nya ada ya mas..kli menikah dgn mahluk gaib itu bs membuat kita jadi kaya raya

    BalasHapus

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.