Persembahan kali ini adalah sebuah cerita misteri kiriman dari sahabat saya yang di ilhami dari kisah nyata. Langsung saja admin persembahkan cerita misteri perdana diblog ini. Silahkan dinikmati dengan secangkir kopi hitam tentunya....!!
EPISODE 1
Rintik hujan mulai
turun membasahi tanah di sekelilingku. Aku mulai merasakan dinginnya angin yang
berhembus bersama butiran-butiran hujan yang jatuh ke bumi. Diam. Sepi. Itulah
yang kurasakan saat ini. Awan hitam di langit serasa menjadi saksi bisu atas kesedihanku pagi ini. Segores
kenangan mulai muncul di kepalaku, terlintas sebuah nama, nama yang sama yang
terukir jelas di hadapanku. Sebuah papan berwarna cokelat tua yang sudah mulai
menjamur karena lama diterpa panas dan hujan yang saling bergantian. Danu
Wijaya. Lahir 25 Mei 1997. Meninggal 20 Desember 2014.
Ya, aku terduduk termenung di depan pusara Danu, tak percaya akan apa yang terjadi padaku dan dia selama ini. Sebuah kenangan kembali mengisi otakku, tentang bagaimana aku bertemu dengannya kala itu.
Ya, aku terduduk termenung di depan pusara Danu, tak percaya akan apa yang terjadi padaku dan dia selama ini. Sebuah kenangan kembali mengisi otakku, tentang bagaimana aku bertemu dengannya kala itu.
*****
Seperti biasa, hari ini aku
terlambat lagi ke sekolah. Bus yang biasa aku tumpangi untuk ke sekolah sudah
kulewatkan. Dan akhirnya aku pun terpaksa ke sekolah naik sepeda untuk mengejar
waktu. Sarapan pun ku lewatkan, dan aku pun terpaksa lewat jalan pintas untuk
mengejar waktu. Entah kenapa aku merasa pagi ini jalan yang kulewati ini sepi,
tak ada seorang pun yang lewat. Pikiranku pun melayang, gimana nih kalau sampai
rantai sepedaku lepas seperti waktu itu? Dan belum ada 5 menit aku berpikir, rantai
sepedaku pun akhinya lepas juga.
“Ahh...!!!
Siaalll......!!!!” kataku mngumpat pada diri sendiri.
Aku pun berusaha
memperbaiki rantai sepedaku yang lepas. Menyesal rasanya pernah berpikir buruk
soal sepeda ini. Saat aku sedang memperbaiki rantai ku, aku merasa ada yang
mendekat dari sisi belakangku.
“Ada yang bisa
dibantu....?” Sebuah suara mengagetkanku.
Aku menoleh.
Kulihat seorang lelaki tinggi tegap dengan seragam yang sama denganku putih
abu-abu, kulitnya putih besinar tapi wajahnya sendu. Rambutnya hitam,
tatapannya redup mengarah padaku. Suaranya pelan dan tenang.
”Halooo....?! Kok
ngalamun siih...?” Suaranya membuyarkan lamunanku.
“Eh.. Iya.. ini nih
rantai sepedaku lepas....” kataku bergetar.
“Boleh aku lihat?”
“Oh iya.....”
Dia pun mulai melihat
rantai sepedaku yang rusak dan mulai memperbaikinya. Aku pun mulai
bertanya-tanya dalam hati, sepertinya aku tak pernah melihat dia di sekolahku.
Aku juga tak pernah melihat dia ketika aku naik bus ketika berangkat atau pulang
sekolah. Baru kali ini kulihat wajahnya. Siapa ya dia?
“Kamuu... Sekolah
di SMA 3 juga?” tanyaku menghilangkan rasa penasaranku.
“Iyaa.....”
jawabnya singkat
“Masa’? Kok aku ga
pernah liat kamu sebelumnya ya..?”
“....................”
dia hanya tersenyum.
Aneh. Satu kata itu
yang terlintas di benakku. Aku nggak pernah melihat dia di sekolah. Meskipun
aku termasuk anak kuper di sekolah, tapi aku setidaknya tahu wajah-wajah siswa
di sekolahku. Tapi yang ini sungguh aku tak pernah melihatnya.
“Sudah selesai
nih...” katanya membuyarkan lamunanku lagi.
“Eh.. Oh.. Sudah
yaa...”
“Nih....” dia
menyodorkan sepedaku ke arahku
“Makasih yaa...
udah mau bantu aku.... “
“Ya Sama-sama....
Oh ya karena aku sudah bantuin kamu, boleh ga aku nebeng sepeda kamu buat ke
sekolah.”
Deg... Jantungku
terasa berhenti mendengarnya. Bagaimana ini?
Aku tak mengenalnya, tapi dia sudah membantuku memperbaiki rantai
sepedaku, harus bagaimana ini aku. Jangan-jangan dia punya rencana jahat
padaku.
“Maaf ya, bukannya
aku mau bermaksud jahat padamu....”
Deg.... sekali lagi
aku merasa jantungku berhenti berdegup, seakan dia bisa mendengar apa yang aku
pikirkan saat ini.
“Ohh... enggak..
aku ga berpikir begitu kok....” jawabku terbata.
“Danu” dia
menyodorkan tangannya ke arahku sebagai tanda perkenalannya padaku.
“Karen” jawabku
singkat sambil menerima jabatan tangannya.
“Gimana? Aku bisa
kan bareng kamu sampai sekolah untuk hari ini saja...?”
“Oh iyaa...
bisa...” Aku pun berusaha tenang dan menghilangkan pikiran burukku soal dia.
*****
Kami pun berboncengan sepeda
berdua menuju sekolah. Di perjalanan tak banyak cerita yang kami ceritakan. Dia
lebih pendiam dari yang kupikirkan. Aku pun juga tak banyak bertanya soal dia,
karena ku merasa masih asing dengannya. Sampai di depan gerbng sekolah dia pun
berhenti.
“Sampai sini saja
ya aku.” Dia pun menjelaskan seperti tahu pertanyaanku kenapa dia berhenti di
depan gerbang sekolah.
“Kenapa ga masuk
sekolah?” tanyaku penasaran.
“Hehe aku nanti
saja. Kamu masuk dulu aja...”
“Ya udah.....” aku
pun masuk sekolah tanpa berpikir panjang lagi. Dan kegiatan sekolah pun
membuatku melupakan tentangnya untuk sejenak.
Pulang sekolah aku melewati
jalan yang sama dengan yang aku lalui pagi ini. Disana aku melihat Danu sedang
duduk sendiri di bangku pinggir jalan. Aku pun berpikir apa yang dia lakukan
sendirian si tempat seperti ini? Aku pun memberanikan diri menghampirinya.
“Danu...?”
Wajahnya mendongak.
Kulihat wajahnya semakin pucat terkena sinar matahari siang. Aku berpikir, apa
mungin dia belum makan?
“Karen....” Dia
menjawab sambil tersenyum tipis.. wajahnya masih sendu, tatapannya lemah.
Rambutnya yang hitam sedikit menutupi matanya yang sipit itu.
“Baru pulang?”
tanya nya lagi.
“Iya.. Kamu sedang
apa disini?”
“.........” dia
hanya senyum tipis lagi. “Ren, aku bisa ngomong sama kamu ga?”
“Ngomong sama aku?”
tanyaku terheran-heran. Kita kan baru kenal apa yang mau dia omongin?!
“Aku Cuma mau
cerita aja kok... ya itu sih kalau kamu ga keberatan....” lagi-lagi dia seperti
bisa membaca pikiranku ini.
“Oke deh” aku pun
memutuskan untuk menerima tawarannya dan mendengarkan ceritanya dan duduk
disebelahnya di bangku kosong itu.
“Kamu mirip....”
katanya membuka obrolan kami.
“Mirip?
Maksudnya...?”
“Ya mirip... mirip
kekasihku Diana.”
“Oh ya?”
“Iya... tapi
sayangnya Diana sudah pergi meninggalkan aku.”
“Maksudnya kalian
putus ya?” tanyaku sangat ingin tahu.
“...............”
tersenyum tipis lagi. “Dia sudah meninggal”
“Oh.. maaf... aku
nggak tahu....”
“Gak pa-pa kok...
santai saja... semua ini gara-gara aku...”
“Gara-Gara kamu?
Maksudnya?”
“Iya.. kalau saja
waktu itu aku gak maksain dia buat jalan, pasti saat ini kita masih bersama.”
“Apa yang terjadi?”
tanyaku antusias.
“Waktu itu aku dan
dia jalan berdua.. aku minta dia nemenin aku mau cari buku. Tapi saat di jalan
motorku mengalami kecelakaan dan aku mendapati Diana sudah meninggal di tempat
kejadian. Sampai saat ini aku masih merasa bersalah sama dia......”
Kata-katanya
bergetar... membuatkku bingung harus berkata apa...
“Aku gak bisa
tenang mikirin dia... rasanya aku masih merasa bersalah atas kejadian yang
menimpa Diana. Semua salahku...” wajahnya semakin terlihat sendu dan pucat...
“Maafin aku ya, Ren
kalau ceritaku terlalu panjang. Aku hanya ingin berbagi cerita aja...”
“Oh iya gak pa
pa....” jawabku seadanya. “Apa aku memang mirip dengan Diana?”
“................”
senyum tipisnya muncul lagi. “Ya.. sangat mirip... makanya saat pagi tadi aku
melihatmu aku kaget. Aku pikir kamu Diana. Tapi aku sadar gak mungkin kamu
Diana karena aku tahu Diana dah ga ada di sisiku.”
“Yang sabar ya.....
“ aku hanya bisa menjawab seadanya. Aku melihat jam tangan, sudah menunjukkan
pukul 16.00 WIB. Waktunya pulang, pikirku.
“Dan, maaf nih dah
sore, aku pulang dulu yaa....”
“Oh iya, makasih
ya, Karen, kamu dah mau nemenin aku...”
“Iya sama-sama...”
“Kita bisa ketemu
gak besok?”
“Besok? Oke deh aku
besok kesini lagi.”
“Oke. Makasih
yaa.....”
Aku pun pergi
meninggalkan Danu di bangku itu. Sebelum pergi kulambaikan tanganku padanya.
Dia pun membalasnya.
“Renn......!!!!!”
sebuah suara keras mengagetkan ku dari belakang. Aku menoleh. Kulihat laki-laki
berkaca mata dengan dengan gaya berantakannya, kaos oblong dan celana pendek
khas dia sehari-hari dan sepeda bututnya yang tidak pernah ganti sejak dia smp.
Dialah sahabatku sejak kecil, Ory.
“Ory? Ngapain kamu
disini?” tanyaku heran melihat dia menghampiriku tergesa-gesa seolah lama tak
melihatku.
“Aku yang harusnya
tanya, ngapain kamu disini?”
“Ya pulanglah.....”
“Aku tadi ke
rumahmu, tapi kata ibumu kamu belum pulang. Aku cariin eh ternyata ketemu disini. Nagpain sih jam segini
belum balik?”
“Iya tadi mampir
dulu...”
“Mampir dimana? Kok
ga ngajak aku?” mulailah Ory degan sifat kepo nya.
“Mau tauuuu
ajaaa........!!!”
“Ah aku kan
sahabatmu......”
“Emangnya kalau
sahabat harus laporan terus gitu...??”
“Ya ga sih
hehehe..... Oya, Ren, aku tadi lihat kamu melambaikan tangan tu sama siapa?”
“Temenku... baru
sih.. dia satu sekolah juga dengan kita.”
“Ah kamu ngimpi
kali ya?!! Orang kamu disana sendiri kok! Makanya aku tanya kamu tadi
melambaikan tangan ke siapa??”
Deg... hatiku berdetak
lagi. Masa’ Ory nggak tau kalau aku tadi ngobrol sama Danu? Gak mungkin kan..?
jelas-jeas kita tadi ngobrol berdua dan duduk bersebelahan.
“Helooww...
Kareennn.....??! kok malah ngelamun sih....?” suara Ory membuyarkan lamunanku.
“Oh.. nggak kok...
masa’ kamu tadi ga liat temenku sih?”
“Temen yang mana??
Emang ga ada orang kok......”
“Aneh...
jelas-jelas aku ngobrol sama orang kok.”
“Orang jadi-jadian
kali... hahahaha......”
Ory tertawa lebar,
aku pun jadi ikut berpikir apa benar Ory tidak melihat Danu? Jangan-jangan....
ah nggak mungkin... mungkin Ory perlu ganti kaca mata hehehe......
Bersambung…!!
oleh: Emma Putri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.