18 Agustus 2018

RITUAL TOLAK BALAK DI PARANGKUSUMO


Pantai Parang Kusumo selain dikenal sebagai obyek wisata, tempat ini diyakini penuh dengan nuansa gaib.  Mistis Parang Kusumo diyakini oleh spiritualis dari Cepuri.  Cepuri pantai Parang Kusumo, laut Selatan, dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan segitiga gaib yang tak terpisahkan.  Kontak gaib selalu terjadi antar ketiga tempat ini.

Cepuri merupakan sebuah tempat yang mengandung nilai filosofis dan makna sejarah tentang kebesaran dan keberadaan para leluhur tanah Yogyakarta.  Cepuri berada tidak jauh dari pantai maka itu kemistikannya lebih kental.  Konon dulu Cepuri ini berada di tengah laut.  Karena proses alam kini berada di daratan.

Setiap bulan Muharram (Suro) menjelang tahun baru Jawa, Pengageng keraton Yogyakarta selalu menyelenggarakan upacara labuhan.  Upacara ini diawali dari keraton Yogyakarta yang dilanjutkan menuju pendopo Parangtritis kemudian diarak menuju Cepuri Parang Kusumo.  Upacara seperti ini dimaksudkan sebagai bentuk penghormatan kepada Jumenengan Ndalem Raja Yogyakarta.  Selain itu juga merupakan peringatan bahwa di tempat ini pernah terjadi perjanjian gaib antara penguasa tanah Jawa dengan Ratu Laut Selatan.

Ritual Pinggir Pantai
Seperti hanya tempat-tempat yang ramai didatangi orang karena kental dengan kekuatan mistisnya.  Cepuri Parang Kusumo pun demikian.  Seperti yang dilakukan oleh Darmo Soewito spiritualis asal Sleman bersama beberapa orang.  "Kita menjalankan ritual tolak balak," kata Darmo.  Sarana ritualnya cukup sederhana, yakni menggelar tikar tepat lurus dengan arah menuju cepuri.  Sementara ubarampe dikemas dalam "besek" (tempat yang terbuat dari anyaman bambu), di dalamnya telah diisi oleh kembang setaman, kain mori seukuran sapu tangan, jarum dan gunting, kelapa muda, serta dupa yang masih mengepulkan asap.

Prosesi ritual dimulai tepat pukul 12.00 malam, menuju kira-kira ombak dapat menyentuh tubuh.  Kemudian pelaku duduk bersila di pasir dan membiarkan tubuhnya basah oleh air laut.  Selanjutnya pelaku melepas segala atribut yang menempel pada tubuhnya lalu memotong beberapa helai rambut dan kuku tangan.

Setelah itu menusuk jari telunjuk dengan jarum dan darahnya dipakai untuk membasahi kain mori.  Baru kemudian benda-benda itu dilarung (dibuang) ke laut.  "Ini upacara selamatan rumah.  Intinya memohon restu dan berkah kepada Kanjeng Ratu Kidul agar terwujud apa yang dikehendaki.  Ritual ini tidak boleh dilakukan sembarangan.  Kalau tidak mengerti tata caranya lebih baik jangan melakukan daripada mendapat celaka," kata Darmo.

Selain menjalankan ritual-ritual di atas, menurut Darmo pelaku juga harus lebih dahulu menjalankan puasa selama tiga hari dengan jumlah pasaran empat puluh.  Selama puasa tidak diperkenankan minum dan makan buah kelapa muda dan harus dilakukan selama 3 hari secara berurutan.  Jika sudah dilaksanakan pada hari yang ketiga diakhiri dengan mandi di laut.  "Sepintas ritual ini terlihat biasa, namun setelah dilaksanakan dalam waktu yang tidak terlalu lama pelaku dapat melihat hasilnya.  Asalkan tidak melanggar pantangan yang ada," tambahnya.

Lebih lanjut diterangkan oleh Darmo, dalam proses ritual sebelum melarung benda-benda ke laut.  Ada beberapa tanda yang harus dipahami.  Pertama harus minta ijin dengan cara menyalakan lampu senter sebanyak tiga kali ke tengah laut, kemudian melihat ke atas sejenak dan selanjutnya menunggu datangnya ombak yang "terlihat lain".  Setelah itu baru melepas ubarampe ke tengah laut dengan perlahan.  Benda-benda dalam besek itu akan tampak seperti ada yang membawa menuju ke tengah laut.  "Ombak yang biasanya ganas terlihat lain dari biasanya, bahkan besek itu dapat kita lihat dengan jelas sejauh mata memandang.  Ini pertanda bahwa apa yang baru saja kita lakukan diterima penguasa lelembut Laut Selatan.
Wahana Mistis No.63/III

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.