Ketahuilah ada hati yang hidup dan ada pula yang mati. Tanda-tanda hati yang hidup adalah bersinarnya cahaya akal sehingga dada menjadi lapang dan gelora nafs menjadi padam, tunduk dan lemah karena hawanya tidak berfungsi lagi. Sebab, jika akal kuat, hawa menjadi lemah. Nabi SAW bersabda, "Setelah menciptakan akal, Allah berfirman kepadanya, menghadaplah...! Akal menghadap. Allah berfirman lagi kepadanya, 'berpalinglah! Akal berpaling. Kemudian Allah berfirman kepadnya, 'Diamlah' Akal pun diam. Setelah itu Allah berfirman, 'Demi keagaungan dan Kebesaran-Ku, Aku tidak menciptakan suatu ciptaanpun yang lebih Kucintai darimu. Dan aku pasti akan meletakkanmu pada diri makhluk yang paling Kucintai. Denganmu Aku mengambil dan denganmu Aku memberi. Setelah itu Allah menciptakan kebodohan dan berfirman kepadanya, 'Menghadaplah! Ia berpaling. Allah berfirman kepadanya, 'Berpalinglah! Ia menghadap. Allah berfirman kepadanya 'Diamlah! Ia tidak mau berdiam. Allah kemudian berfirman, 'Demi Keagungan dan Kebesarn-Ku, tidak Kuciptakan satu ciptaanpun yang lebih Kubenci darimu, dan Aku pasti akan meletakkanmu pada makhluk yang paling Kubenci."
Adapun hamba yang hatinya hidup, kamu akan melihatnya dicintai masyarakat, berada dalam kesenangan, tenang hatinya, baik perbuatannya, dan berwibawa penampilannya karena cahaya Allah yang memancar dari tubuhnya. Dengan hanya melihat hamba tersebut, jiwa merasakan kenikmatan.
"Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa saja yang dikehendakiNya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." (QS. Al Hadid: 21).
Adapun orang yang hatinya mati, kamu akan melihatnya murung, perbuatannya buruk, tidak pernah merasakan ketenangan dalam keadaan apapun, diliputi kesedihan dan kebencian, tunduk pada hawa sehingga orang itu menjadi buta dan tidak dapat melihat aib-aibnya. Keadaan ini membuat hati bingung dan tidak tenang. Ia seperti seseorang yang rumahnya roboh. Karena hati adalah rumah akal, maka akal akan bersedih bila rumahnya roboh.
Hati yang mati
Ketahuilah, kematian hati kadang kala diakibatkan oleh sebab-sebab pembawaan (naluri), dan terkadang oleh sebab-sebab buruk yang lain. Adapun hati yang mati karena sebab-sebab pembawaan (naluri) adalah hati yang keras, tidak khusyuk, tidak memiliki rasa kasih sayang. Manusia berhati macam ini memiliki fitrah yang buruk, tidak mempunyai kesenangan batin, menyukai keramaian, tidak suka menyendiri, gemar omong kosong dan suka melakukan perbuatan sia-sia. Ia jatuh dari Allah ta'ala, tidak memiliki kecakapan dalam ilmu-ilmu agama, nasihat dan petunjuk hampir-hampir tidak bermanfaat baginya, sebagaimana dikatakan:
"Jika hati keras, nasihat akan sia-sia, sebagaimana tanah tandus, hujanpun tak berguna."
Hati yang mati adalah hati yang pemiliknya sering melakukan maksiat, sedikit berbuat taat.
Hati yang hidup
Seseorang yang hatinya hidup akan bersikap penuh kasih sayang, lemah lembut, lunak, ramah, dekat dengan masyarakat, mencintai dan dicintai. Kamu akan melihat orang yang berhati macam ini batinnya merasakan kenikmatan, suka menyendiri, tidak suka omong kosong, menjauhi keburukan dan pertentangan. Berbahagialah dia, karena hatinya menjadi tempat jatuhnya pandangan Allah, perbendaharaan hikmah dan gudang rahasia-rahasiaNya (asror). Diriwayatkan bahwa Allah ta'ala berfirman dalam beberapa kitab terdahulu,
"Sesungguhnya langit dan bumi tidak mampu menampung-Ku dan terlalu sempit untuk menampung-Ku, hanya hati hamba-Ku yang beriman dan tenang yang mampu menampung-Ku."
Hati yang hidup merupakan rahasia alam (sirrul 'alam) sumber keajaiban dan wadah rahasia-rahasia ilahiah (asrorul ilahiyah), di dalamnya sering terjadi peristiwa-peristiwa yang menakjubkan. Begitu pula dalam nafs, bisa terjadi peristiwa-peristiwa serupa. Hanya saja terdapat perbedaan besar antara hati dan nafs. Keduanya saling bertentangan, semua yang datang dari hati baik, sedangkan semua yang timbul dari nafs adalah buruk. Namun perilaku orang yang dikuasai nafs kadang kala tampak seperti perilaku orang yang memiliki hati. Orang yang memiliki hati perbuatannya baik dan mulia. Sedangkan orang yang dikuasai nafs perbuatannya seperti setan, memiliki pengaruh nyata bagi timbulnya berbagai bencana dan fitnah. Allah menjadikan bencana dan fitnah tersebut sebagai ujian bagi hamba-Nya sesuai kehendak-Nya.
Alayidrus Novel Muhammad (Penerjemah). 2000. Memahami Hawa Nafsu. Surakarta: Putra Riyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.