23 November 2017

MISTERI GUNUNG KRAKATAU


Sepertinya tidak ada hal istimewa di Gunung Anak Krakatau, selain letaknya yang berada di tengah laut. "Turis asing biasanya datang hanya buat `trekking`. Mereka naik ke puncak dan berfoto, itu saja," kata Amir 29 tahun, salah seorang penjaga Anak Krakatau. Amir yang berasal dari Pulau Sebesi, pulau yang berjarak dua jam perjalanan dengan kapal  dari  Anak Krakatau  tersebut,  malah  lebih  tertarik  untuk menceritakan mengenai  kisah misteri yang melingkupi Anak Krakatau.  

"Kadang-kadang, di malam hari kami mendengar suara-suara ramai, padahal tidak ada orang," katanya. Kadangkala disertai dengan penampakan hewan-hewan yang tidak seharusnya berada di Anak Krakatau, karena di pulau yang evolusinya dijaga ketat itu, hingga kini cuma ada burung dan kupu-kupu serta hewan-hewan kecil lainnya. 

Amir   menyebutkan   bahwa   beberapa   pengunjung   mengaku   melihat   hewan-hewan seperti kadal besar atau burung besar, padahal polisi hutan yang melakukan patroli rutin hampir setiap hari tidak pernah menjumpai hewan-hewan itu. "Waktu  itu,  sekitar  bulan Juli,  kami  mendengar  suara  ribut  di  sekitar  Pulau,"  tutur  M Ikbal, polisi hutan Krakatau, menambah cerita misterius di Anak Krakatau. Dari   berbagai   suara   tersebut,   Ikbal   menyebutkan   bahwa   ia   mendengar   suara perempuan memanggil nama "Bambang". "Suara kadang aneh, ada dagelan, ada wayang juga," ceritanya.  Padahal, sejak bertugas di Anak Krakatau tahun 1991,  Ikbal  tidak pernah mendengar suara ribut seperti malam itu. "Kami juga melihat ada siluet kapal, tapi tidak jelas," katanya.  Tengah malam, ia dan penjaga lainnya memutuskan untuk berpatroli  mencari sumber suara tersebut.  Namun setelah berkeliling menyusuri  pulau, mereka tidak menemukan sumber suara tersebut.

Misteri Vulkanik

Orang boleh  tidak percaya dengan berbagai  cerita misteri  dan berbau mistis  tentang Gunung Anak Krakatau.  Tapi kemunculannya yang penuh kejutan pada  tahun 1927,  sungguh merupakan misteri vulkanik yang tiada duanya di dunia. Proses kemunculan Anak Krakatau berawal  dari  letusan dahsyat  "induknya",  Gunung Krakatau, pada 27 Agustus 1883. Menurut catatan sejarah, Gunung Krakatau meletus sangat dahsyat, menggempar-kan dunia dan menimbulkan tsunami terhebat  sebelum bencana tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 lalu.  Disebutkan   bahwa  semburan   lahar  dan   abu  Gunung  Krakatau  waktu   itu  mencapai ketinggian 80 km, sementara abunya mengelilingi bumi selama beberapa tahun. Ledakannya menimbulkan gelombang pasang setinggi  40 meter dan menyapu bersih pantai sepanjang Teluk Lampung dan pantai barat daerah Banten. Sedikitnya 36.000 orang tewas waktu itu dan suara letusannya disebut-sebut terdengar hingga di Singapura dan Australia. Letusan Kratakau juga menimbulkan rangkaian gempa bumi yang menjalar sampai ke Australia selatan, Srilanka dan Filipina. 

Dalam buku  "Javanese Book of Kings",  disebutkan bahwa Gunung Krakatau Lama (purba) tingginya kala itu mencapai 2.000 meter dengan radius 11 km. Ketika   meletus,   ledakannya   mengakibatkan   tiga   perempat   tubuhnya   hancur   dan menyisakan gugusan tiga pulau kecil yaitu Pulau Sertung,  Pulau Panjang dan Pulau Krakatau Besar. Empat puluh empat tahun kemudian lahir cikal bakal Anak Krakatau. Disebutkan bahwa sekitar tahun 1927, para nelayan yang tengah melaut di Selat Sunda, tiba-tiba terkejut dengan kemunculan kepulan asap hitam di permukaan laut di antara tiga pulau yang ada. Setahun setelah kemunculan asap itu, muncullah Gunung Anak Krakatau. Hingga kini, Gunung   Anak   Krakatau   terus   "tumbuh",   dan   ketinggian   telah   mencapai   280   meter   dari permukaan laut. Untuk mendaki  puncak Anak Krakatau,  diperlukan  izin khusus yang dikeluarkan oleh Balai  Konservasi  Sumber  Daya Alam  (BKSDA)  setempat.   "Ada  izin masuk yang dikeluarkan  BKSDA,  namanya Simaksi   (Surat   Izin Masuk Kawasan Konservasi).   

“Untuk masuk ke Anak Krakatau,  sistemnya bukan menggunakan karcis masuk,  karena Anak Krakatau adalah cagar alam," kata Kepala BKSDA Lampung Agus Harianta. Peraturan tersebut, menurut Agus adalah untuk menjamin keamanan para pengunjung, karena Anak  Krakatau  seringkali  menunjukkan  aktivitas   yang  dianggap  berbahaya.  Bahkan, setelah   gempa   dan   tsunami   yang  melanda  Aceh   tahun  2004   lalu,   ada   kekhawatiran  Anak Krakatau akan meletus. Beberapa kali status aktivitas Anak Krakatau memang ditingkatkan menjadi "waspada", namun pengunjung masih mendapatkan surat izin jika kondisinya dinilai tidak membahayakan.

Cerita Misteri Bikin Lestari

Dengan   setengah   bercanda,   Agus   berkata   bahwa  munculnya   cerita  misteri   yang melingkupi   Anak   Krakatau,   sebenarnya  merupakan   hal   bagus   bagi   kelangsungan   evolusi ekosistem di gunung itu. "Itu bagus  karena  wisatawan  jadi  berpikir  dua kali  untuk  datang ke sana,"  katanya
sambil tersenyum. Menurut   dia,   Anak   Krakatau   sebenarnya  memang   bukan   sekadar   daerah  wisata, melainkan yang utama adalah fungsinya sebagai cagar alam. 

Anak Krakatau merupakan "harta paling berharga" bagi ilmu pengetahuan,  karena kemunculan gejala gunung berapi  dari dalam laut sungguh fenomena sangat langka di dunia. Oleh  karena   itu,   ekosistem Gunung  Anak  Krakatau   yang   saat   ini   terus  berevolusi, dijaga sangat ketat kelestariannya. Tercatat hanya empat tujuan seseorang diperboleh-kan menginjakkan kakinya di Anak Krakatau, yaitu melakukan penelitian, pendidikan, pengembangan pengetahuan dan penunjang budidaya. Pengaturan ketat tersebut  dilakukan terhadap Gunung Anak Krakatau mengingat kian hari  kian banyak wisatawan yang datang berkunjung, baik wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Banyaknya   wisatawan   ke   Gunung   Anak   Krakatau   saat   ini,   karena   rute   untuk mencapainya cukup mudah, yakni lewat Pelabuhan Canti, Kalianda, Lampung Selatan. 

Dari Pelabuhan Bakauheni, Lampung, hanya dibutuhkan waktu satu jam untuk mencapai Pelabuhan Canti, Kalianda, pelabuhan nelayan yang terdekat dengan Krakatau.  Wisatawan, dari Canti menyeberang ke Pulau Sebesi, pulau berpenghuni terdekat dengan Krakatau. Dengan menggunakan perahu sewaan, Anak Krakatau dapat ditempuh selama kurang lebih dua jam dari Pulau Sebesi.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.