Kelompok Pecinta Alam (KPA) Pemuda Sunda Karawang, Jawa Barat melakukan ekspedisi pendakian di Gunung Ciremei. Team kami terdiri dari 8 orang, diantaranya adalah Irta, Kikirn, Dadang, Ika, Herman, Asep, Juneb dan Toto. Setelah selesai mempersiapkan segala sesuatunya, maka kelompok yang rata-rata anggotanya berusia diatas 26 tahun itu segera berangkat menuju Cirebon. Dengan menaiki kereta kelas ekonomi, kami berangkat. Setelah melewati Kroya kemudian kami turun di kota Kuningan. Meski wilayah gunung tersebut dikenal masih keramat dan angker serta jarang dirambah manusia, namun kami tetap nekat melakukannya. Rute pendakian memang tak semulus di tempat-tempat lain.
Di gunung yang tertinggi di Jawa Barat ini, ternyata hanya ada 3 jalur untuk menuju ke puncaknya. Kami memang memilih jalur yang agak gampang karena mengingat keselamatan jiwa kami, setelah banyaknya mendengar kabar kalau mendaki gunung Ciremei tak semudah melakukan pendakian layaknya di gunung lainnya.
Di gunung yang tertinggi di Jawa Barat ini, ternyata hanya ada 3 jalur untuk menuju ke puncaknya. Kami memang memilih jalur yang agak gampang karena mengingat keselamatan jiwa kami, setelah banyaknya mendengar kabar kalau mendaki gunung Ciremei tak semudah melakukan pendakian layaknya di gunung lainnya.
Baca juga: MISTERI KISAH TRAGIS 4 PECINTA ALAM
Bahkan tak sedikit pula kami dengar tentang keangkeran gunung tersebut. Sudah banyak korban nyawa yang diambil penguasa gunung tersebut. Bahkan menurut cerita warga sekitar gunung Ciremei jika penguasa ghaib tersebut tidak memperoleh tumbal, ia akan turun ke bawah ke kampung-kampung yang ada disekitar kaki gunung tersebut untuk mengambil bayi sebagai tumbal. Tapi bagaimanapun pendakian tetap akan kami laksanakan. Tim kami tiba di Ciledug agak kesiangan. Di desa yang sebagian mata pencahariannya bercocok tanam, untuk sementara kami menumpang di rumah seorang kepala desa setempat. Secara kebetulan, malam itu di kampung tersebut tengah mengadakan upacara ritual membuang bala’ (sial). Kepala desa tersebut juga menjelaskan secara rinci bahwa di gunung Ciremei ini menyimpan banyak acara ritual. Salah satunya adalah ritual membuang sial yang dilakukan warga setiap tahunnya. Menurut kepala desa tersebut, jika pada saat digelar acara ritual buang sial itu, semua orang baik warga sekitar gunung maupun warga lainnya tidak diperbolehkan melakukan kegiatan disekitar gunung tersebut. Itu adalah suatu pantangan bagi pendaki gunung Ciremei.
SINGGAH DI DESA GHAIB
“Itulah sebabnya bapak meyarankan adik-adik untuk mengurungkan sementara waktu niatnya mendaki pada saat seperti ini! resikonya besar,” ujar kepala desa mengingatkan. “Jangankan pada saat seperti sekarang ini, pada hari-hari biasa saja telah banyak pendaki yang raib dan tidak kembali hingga detik ini,” lanjutnya. Untuk sementara memang nasehat bijak itu sempat membuat nyali kami ciut. Akan tetapi pada dasarnya di usia kami yang masih muda terlalu sulit untuk mempercayai hal-hal yang berbau tahayul. Apalagi bagi Ika. Pemuda yang kami kenal sebagai sosok yang terlalu agresif dan sedikit pemberani. Pantangan tersebut hanya dianggapnya angin lalu saja. Atas ketidakpercayaan itulah, akhirnya pendakian kami gagal. Kami mengalami musibah yang tak bisa diterima akal sehat. Kelompok kami tersesat dan tak jadi melakukan perjalanan ke puncak gunung Ciremei yang masih memiliki kawah tersebut.
Kejadian tersebut diawali pada tengah hari. Setelah sampai di basecamp pertama, Kikin salah seorang anggota kami yang juga dikenal pemberani, meminta untuk istirahat. Tetapi beberapa diantara kami ngotot untuk melanjutkan pendakian. Alasan mereka mengejar target sampai ke puncak menjelang tengah malam. Irta yang sedikit bijaksana akhirnya menasehati Kikin agar istirahat dulu di basecamp tersebut. Mereka berjanji akan menunggunya di basecamp kedua setelah satu jam kemudian. Setelah disepakati seperti itu, kami kembali melanjutkan perjalanan, sementara Kikin ditinggal sendirian. Namun kira-kira setengah jam kemudian Kikin berniat melanjutkan kembali perjalanannya. Meski agak was-was dan sedikit bingung, tetapi ia tetap berusaha tegar. Bahkan niatnya begitu kuat untuk segera menyusul kami secepat mungkin. Tapi itu ternyata hanya sia-sia. Kikin seolah lupa rencana sebelumnya. Ia bahkan terlihat berjalan santai sambil menikmati keindahan panorama hutan yang dilaluinya. Ketika sedang asyiknya berjalan, tiba-tiba terlihat seorang perempuan yang sepertinya sedang pulang menggembala kambing.
Kikin menduga perempuan itu, wanita setengah umur yang masih terlihat cantik itu adalah seorang warga desa di lereng gunung tersebut. Merasa ada teman dalam hutan itu, Kikin menjadi sedikit tenang. Bahkan dengan hati-hati sekali, ia mencoba menyapa perempuan itu, serta menanyakan keberadaan basecamp ke 2. Ternyata perempuan yang mengenakan kain panjang aneh ituu, orangnya sangat ramah. Orang itu menjelaskan pada Kikin bahwa tempat yang dimaksud berada masih jauh, sekitar setengah hari perjalanan. Dan tanpa diminta Kikin, perempuanyang tak lepas memegang pecut (cemeti) itu bersedia mengantarkannya. Awalnya Kikin menolak, karena kambing-kambing itu tak ada yang mengantarkannya pulang. Mendengar penjelasan Kikin seperti itu, perempuan itu hanya tersenyum dan tertawa terkekeh-kekeh. Kemudian ia menjelaskan pula, kalau ia bersedia mengantarkan Kikin karena tempat tinggalnya tak jauh dari basecamp tersebut. Selama dalam perjalanan tak banyak yang dibicarakan perempuan itu, kecuali menyarankan Kikin untuk bersabar dan lebih berhati-hati dalam pendakian. Selain itu, perempuan itupun menjelaskan kalau dirinya saat ini sedang sibuk membantu warga di desa di kaki gunung Ciremei. Saat ditanya kegiatannya di kaki gunung tersebut, perempuan itu hanya tersenyum kemudian diam seribu bahasa.
Menurut Kikin setelah berjalan hampir satu jam, sampailah mereka di sebuah desa yang terlihat sunyi. Meskipun desa tersebut dipadati oleh rumah-rumah, tetapi tak satupun manusia yang tampak didesa tersebut selain Kikin dan perempuan tua itu. Kikin hanya menemukan beberapa anjing hutan dan babi liar yang kadang melintas di depan halamn rumah itu. Rumah perempuan itu meski tak terlalu mewah, namun bagi Kikin cukup mengartikan kalau rumah itu adalah rumah seorang kepala atau orang yang dituakan di desa tersebut. Itu terbukti setelah mereka masuk. Kikin memperoleh pelayanan yang istimewa. Bahkan beberapa orang yang baru terlihat muncul, menawarkan dirinya berbagai makanan dan minuman yang belum pernah dikenalnya. Namun karena kehadirannya disitu dianggap berlebihan, Kikin jadi mempunyai kecurigaan macam-macam. Itulah sebabnya ia tak berani menyantap makanan yang disuguhkan orang-orang itu. Belum lagi, rasa penasaran Kikin hilang, perempuan itu tiba-tiba muncul dan mengabari kalau ia tak bisa mengantarkan Kikin ke basecamp, karena ia dipanggil seseorang di kaki gunung. Tapi untuk ke basecamp, ia ditemani cucunya yang biasa mengantarkan seseorang yang memerlukan bantuan.
KEJADIAN ANEH
Tak banyak yang diminta Kikin dari gadis itu, selain sesegera mungkin mengantarkannya ke basecamp kedua. Sebab, pikirnya kalau saja ia ketinggalan dari kelompoknya bisa celaka. Tapi gadis itu cukup mengerti. Ia hanya cukup mengangguk saja ketika Kikin mengajaknya ke luar dari rumah tersebut. Tapi aneh, sebelum ia melangkah ke luar, gadis itu segera ke belakang dan sebentar kemudian muncul lagi dengan membawa obor yang sudah menyala. “Apa siang-siang begini perlu penerangan?” tanya Kikin penuh keheranan. Ditanya begitu, gadis yang sedikit pendiam itu hanya tersenyum simpul. Lagi-lagi, Kikin dibuat keheranan. Pasalnya ketika keluar dari rumah itu, suasananya sudah terlihat malam. “Apa malam begini adik berani, nantinya pulang sendirian ke rumah ini?” tanya Kikin lagi. “Mas ini sebenernya mau kemana?” gadis itu balik bertanya. “Aku mau ke basecamp kedua, teman-temanku menunggu disana!” jawab kikin. “Basecamp?” gadis itu keheranan. “Mas…basecamp kedua itu letaknya sangat jauh. Ada dibawah sana, kira-kira separuh malam perjalanan ke sana!” jelasnya. “Apa…?” ujar Kikin keheranan. “Kita ini ada di desa puncak Ciremei. Untuk mencapai kawah cukup berjalan setengah jam lagi!” jelas gadis itu lagi.
Pecinta pesugihan?
silahkan masuk grup disini: KOMUNITAS RITUAL PESUGIHAN
Mendengar penjelasan seperti itu, Kikin kaget bukan kepalang. Ia tak menyangka kalau akan kesasar sejauh itu. “Mas, Kikin tidak kesasar, tapi mas Kikin tidak sadar kalau mas telah dikerjai nenek,” paparnya terus terang. Selanjutnya gadis itupun menerangkan kalau Kikin sebenarnya masih bernasib baik, dirinya tak disesatkan lebih jauh lagi. Masih dengan perasaan yang masih bingung, was-was, Kikin segera memohon gadis itu menemaninya paling tidak sampai ke basecamp. Namun gadis itu menolak dengan alasan takut kemalaman ditengah jalan. “Saya hanya bisa ngantar mas Kikin sampai di batu Lingga,” ujarnya. Menurut cerita, tempat tersebut dahulu kala merupakan lokasi keramat tempat berkumpulnya para Wali Songo yang waktu itu sedang menyebarkan ajaran agama Islam. Ditempat itulah biasanya dijadikan sebagai tempat menempa ilmu para Wali sebelum mereka turun menyebarkan agama Islam. Bahkan sampai sekarang, setiap bulan Maulud selalu diperingati oleh sekelompok warga dan para spiritualis untuk menggelar tahlilan dan selamatan. Akhirnya tanpa bisa berkata-kata lagi, Kikin menurut saja. Mereka pun berjalan beriringan menembus lebatnya hutan.
Namun tiba-tiba, perubahan terjadi. Langit yang tadinya tertutupi rapatnya dedaunan hutan liar, tiba-tiba terkuak menampilan cahaya bulan diatas mereka. Dan sungguh tak terduga, secara tiba-tiba pula gadis itu berbalik arah sambil terpekik kaget. Kikin sempat menatapnya sekejap, sebelum ia kemudian berlari menjauh. Kikin sempat terkejut melihat wujud gadis itu. Dia bukan lagi wujud manusia lagi, tetapi wujudnya menjadi setengah anjing hutan. Bahkan Kikin hampir pingsan sewaktu melihatnya tadi. Dengan jantung berdetak kencang, diperhatikannya tubuh gadis itu yang semakin jauh berlari masuk ke hutan. Selanjutnya Kikin pun mendengar suara lolongan anjing hutan tersebut yang sempat membuat bulu romanya berdiri.
AKIBAT MELANGGAR PANTANGAN
Menyadari keadaan itu, rasa takut dalam diri Kikin tiba-tiba menjalar dengan kuat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Yang ada hanyalah rasa takut, cemas, khawatir bercampur menjadi satu. Diatas bulan semakin terang, tetapi suasananya tetap dirasa semakin dingin. Saat itu pikiran Kikin benar-benar buntu. Ia tak mungkin lagi melanjutkan perjalanannya meski dibekali obor. Niatnya saat itu hanyalah bisa selamat dan terhindar dari gangguan binatang buas. Akhirnya dipanjatlah sebuah batu besar untuk beristirahat menanti pagi datang. Selanjutnya ia beristighfar nyaris tiada henti sepanjang malam. Betapa tidak, dikeheningan malam itu terdengar macam-macam suara binatang malam yang diselingi pula dengan terdengarnya suara tawa cekikikan, tapi wujudnya tak terlihat. Tak bisa dibayangkan bagaimana ngerinya sepanjang malam itu. Bahkan hingga pagi menjelang tak sekejap pun matanya terpejam. Kemudian setelah pagi datang, barulah Kikin turun dan mencari jalan menuju arah perkampungan. Sekitar 4 jam berjalan, akhirnya ia tiba di sebuah kampung.
Diceritakan pada penduduk setempat bahwa ia adalah pendaki yang tersesat dan sedang mencari jalur Paluntungan. Jalur yang pertama kali ia dan rekannya memulai pendakian. Rupanya jalur tersebut sangatlah jauh. “Ya, sekitar 13 km lagi mas,” kata salah seorang dari mereka. Tapi akhirnya Kikin diantar juga menuju jalur tersebut. Sesampainya disana, ke delapan rekannya telah menunggu. Warga setempat pun telah ramai berkumpul untuk membantu mencarinya. Apa yang dialami selama ini, diceritakan Kikin tanpa terlewatkan. “Kamu telah disesatkan oleh Nini Pelet, penghuni ghaib gunung Ciremei. Syukur kamu masih bisa selamat. Nini Pelet itu jahat, sering mengusili para pendaki hingga mereka tersesat. Bahkan ada juga yang tak pernah kembali,” kata Jafarudin warga gunung Ciremei yang telah hadir pada saati itu. Selanjutnya dijelaskan pula pantangan yang harus ditaati setiap orang. Yaitu sepekan menjelang bulan Ramadhan, disetiap perkampungan yang ada di kaki gunung Ciremei selalu mengadakan upacara ritual yang bertujuan untuk membuang sial. Pada saat digelarnya ritual tersebut, semua orang dilarang untuk mendaki gunung Ciremei. Tetapi mereka malah nekat untuk menlanjutkan pendakian. Maka tak ayal, mereka telah disesatkan oleh Nini Pelet karena melanggar pantangan tersebut.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.