WATU TUMPANG |
Gara-gara amarah Lembusuro, Gunung Kelud meletus hebat. Dan salah satu isi perut gunung itu jatuh di
Desa Madesan. Selain sering digunakan
ritual, batu itu diyakini masih menyimpang benda pusaka berupa keris dan
tombak. Sayangnya cukup sulit untuk
mengambilnya sebab dijaga sosok genderuwo yang sulit ditaklukkan.
Watu Tumpang, begitu warga Desa Madesah, Blitar, Jawa Timur kerap
menyebutnya. Menurut keterangan beberapa
warga yang ditemui, batu bertumpuk itu berasal dari perut Gunung Kelud yang
meletus hebat, ratusan tahun silam.
Bahkan mereka sepakat kalau batu itu erat kaitannya dengan penguasa
ghaib gunung api aktif tersebut, yakni Lembusuro. Diceritakan kala itu Lembusuro mengamuk dan
ingin membasmi semua keturunan Galuh Condrokirono dengan menenggelamkan
tubuhnya di kawah Gunung Kelud. Tak
ayal, isi perut Kelud yang berupa material panas itu pun tersembur keluar. Letusan dahsyat pun terjadi hingga mencapai
radius sekitar 153 Km. Tiga kota di kaki
gunung Kelud itu porak-poranda. Tercatat
9000 rumah hancur dan tak kurang dari 6000 jiwa tewas.
WATU TUMPANG |
Akibat letusan di tahun 1919 dan 1951 itu, muncul ungkapan yang
menggambarkan keadaan tiga kota tersebut saat bencana terjadi. Yakni Kediri dadi kali (jadi sungai), Blitar
dadi latar (jadi halaman) dan Tulungagung dadi kedung (menjadi telaga). Hingga sekarang mitologi tersebut masih
menjadi legenda turun-temurun. “Itu cerita
yang selalu kami dengar dari para sesepuh desa terdahulu. Hingga tak usah heran kalau sejak dulu lokasi
watu Tumpang itu angker. Sebab Lembusuro
mengutus salah satu lelembut jenis bernama genderuwo untuk menjaganya sampai
sekarang,” ungkap Mbah Sugio sesepuh desa setempat.
Artikel Terkait:
SUARA JARANAN
Dari keangkeran itu, sejak dulu tak seorang pun warga setempat berani
berada di tempat tersebut. Bahkan
melintasinya pun taka da yang berani.
Selain mereka percaya kalau tempat itu berpenunggu, suasana sekitar watu
Tumpang pun terkesan nyeleneh dan tak bersahabat. “Dari dulu taka da yang berani bermain atau
sekedar lewat di lokasi Watu Tumpang.
Sebab tempat tersebut memang dikenal angker dan sering mengeluarkan
suara aneh,” jelas Mbah Sugio. Menurut
Mbah Sugi, sapaan akrabnya, suara aneh itu berupa alunan gamelan cukup rancak
yang mengiringi kesenian jaranan.
Anehnya tak seorang pun yang tahu pasti, dari mana asal suara music tradisional
itu mengalun. “Hingga sekarang saya
masih sering mendengarnya, jangan heran kalau alunan music tradisional dan
suara sinden yang membawakan lagu itu sudah amat saya kenal,” terang pria
berperawakan gempal yang jaga kakek 4 cucu ini.
Sugio |
Selain itu, watu Tumpang juga dipercaya menyimpan berbagai macam benda
pusaka. Namun untuk mengambil benda
berharga di tempat tersebut, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sebab penunggu tempat itu setiap saat bisa
marah bila merasa terganggu oleh ulah manusia yang mencoba mengusik
ketenangannya. Keterangn Mbah Sugi
tersebut dibenarkan oleh seorang pelaku yang tak mau disebutkan namanya. Sayang, saat didesak tentang cara mendapatkan
benda pusaka tersebut, ia pun mengelak dan mengaku tak tahu pasti. Bahkan ia mengaku pernah menolak pemberian
lelembut penunggu watu Tumpang tersebut.
“Saya tidak pernah mengambil atau lelaku di tempat itu, mas..!! Memang
saya pernah didatangi oleh lelembut penunggu tempat tersebut yang berwujud
genderuwo dengan tubuh yang tinggi besar dan berbulu kasar. Kedatangannya saat itu memang menawarkan
kekayaan. Namun saya menolaknya, sebab
saya tak mau diperbudak oleh makhluk ghaib.
Saya pun tidak tahu mengapa makhluk halus itu memilih diri saya,” tandas
lelaki muda ini. “Selain menawarkan
kekayaan, genderuwo ini juga ingin menitipkan benda pusaka berupa batu seperti
intan dengan warna yang amat terang.
Untuk ini pun saya menolaknya sebab saya tak sanggup merawatnya kalau
harus setiap hari tertentu memberi makan dengan ritual tertentu,” imbuhnya.
KERIS DAN TOMBAK
Sementara Koesnan salah satu orang ngerti berasal dari Dusun Cimping,
Siraman, Blitar, juga mengatakan, Watu Tumpang yang sering menjadi buah bibir
masyarakat setempat memang dihuni makhluk halus yang sering melakukan
pertunjukan jaranan. Bahkan Koesnan
mengaku pernah bertemu dengan penghuni tempat tersebut. “Watu Tumpang itu memang dihuni
genderuwo. Sosok lelembut itu memang
bertugas menjaga watu tersebut agar tidak diganggu oleh manusia yang tak
bertanggung jawab. Selain itu juga ada
bangsa siluman lainnya, yang mempunyai hobi menggelar pertunjukan jaranan,”
terang pemuda yang tak mau disebut paranormal ini.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.