11 Februari 2016

SEJARAH TENAGA DALAM



TENAGA DALAM DI LUAR INDONESIA
Tenaga dalam atau Krachtologi (berasal dari perkataan KRACHTOS yang berarti tenaga dan LOGOS yang berarti ilmu). Pada 4000 SM, Krachtologi sudah dikenal oleh orang-orang Mesir Kuno. Dalam sebuah buku Papyrus "Yedimesish Ontologia" yang sudah disalin dalam bahasa Gri Kuno, menceritakan, bila otot bahu digerakkan akan mengeluarkan tenaga aneh sehingga dapat merobohkan orang yang sedang marah (diktat Ameta, Krachtologi 23).  Dari Mesir, Krachtologi berkembang ke Babylon, Yunani, Romawi dan Persia. Di Persia tenaga semacam ini dinamakan Dacht. Dalam Dahtayana disebutkan bahwa pada suku Bukht dan Persia, terkenal ilmu perang dinamakan DAHTUZ ialah merobohkan musuh dari jarak jauh.
Kaum bangsawan Persia dilatih sejenis senam waktu dinihari sehingga mereka mempunyai tenaga Daht itu. (Kracht 23). Dikatakannya pula bahwa orang-orang Badwi mempunyai Daht pada matanya, bila musuh akan menyerangnya, tiba-tiba musuh itu roboh. Mengapa orang-orang Badwi banyak mempunyai kekuatan mata seperti itu ? Hal ini disebabkan orang-orang Badwi dengan tanpa disadari melatih matanya dengan melihat jauh, memandang padang pasir yang luas membentang itu.  Di Cina terkenal beberapa macam silat yang mempergunakan Kracht, di antaranya Gin Kang (ilmu meringankan tubuh) yang dapat dipergunakan melompat jauh, loncat tinggi dan berjalan diatas air. Kwie Kang dan Wie Kang hampir bersamaan, perbedaanya hanya pada jurus pertama. Kwie Kang dengan jurus tinju dan Wie Kang dengan jurus terbuka.

MASUKNYA PENGARUH CINA KE INDONESIA
Wie Kang yang disebut jurus sepuluh, tersebar sampai Vietnam, Campa, Malaya, dan Indonesia. Tumbuhlah menjadi beberapa aliran, di antaranya silat Mandar dari Sulawesi, silat Timpung dari Jawa Timur dan silat Nampon dari Jawa Barat, dan sebagainya.
Shurulkhan pun masuk ke Indonesia dan pembawanya ialah orang-orang Cina Islam. Di antaranya orang Indonesia pertama yang belajar Shurulkhan ialah Tuanku Rao. Orang-orang Cina Islam menamakan silat itu Tou Yu Kang.

PENYEBARAN ILMU TENAGA DALAM DI INDONESIA
Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam hanya dipelajari secara terbatas di berbagai perguruan silat. Para pendekar silat yang tercatat sebagai guru bagi para pendiri perguruan silat tenaga dalam generasi berikutnya antara lain:
Haji Abdul Rosyid
Bang Ma'ruf, dari Batavia
Haji Zaenal Abidin sidik

Penyebaran ilmu tenaga dalam secara terbuka
Perkembangan sejarah tenaga dalam dan penyebarannya secara terbuka di pulau Jawa diwarnai oleh beberapa tokoh penting yaitu ..
1.H.abdul Rosyid (pada tahun 1902 )
2.H.Yasiin
3.H.sidik
4.H.Zaenal abidin sidik
Hingga sekarang tenaga dalam hanya dikembangkan oleh bpk.h.zaenal abidin sdik dan anaknya yang bernama Bima Putra Indra beliau mengembangkan perguruan silat BUDI SUCI indonesia.

BUDI SUCI INDONESIA
Perguruan Silat Budi Suci ini bermula dari seorang putra bangsa Indonesia kelahiran Indramayu,Jawa Barat yang bernama H.ABDUL ROSYID.Beliau dilahirkan pada tahun 1902,yang dimana beliau diasuh dan dibesarkan oleh bapa saudaranya sendiri iaitu HAJI YASSIN,yamg terkenal sangat gemar akan seni beladiri pencak silat.ABDUL ROSYID sejak kecil lagi dilatih secara matang oleh bapa saudaranya,HAJI YASSIN,untuk dijadikan pewaris tunggalnya untuk segala ilmu pengetahuan yang dimilikinya baik dibidang ilmu kerohanian mahupun dibidang ilmu beladiri pencak silat.Dengan berbekal segala ilmu yang diwarisi dari bapa saudaranya,ABDUL ROSYID pergi merantau dan pada usia 30 tahun,beliau menuanikan ibadah haji ke tanah suci Mekah,sehingga beliau dikenal dengan nama HAJI ABDUL ROSYID.Sepulangnya dari tanah suci Mekah,beliau kemudian berhijrah ke tanah kelahirannya di Indramayu(Cirebon),dan dalam perantauannya,beliau menciptakan seni beladiri pencak silat yang dipadukan dengan keimanan kepada Allah swt,serta kesucian budi pekerti sehingga ilmu beladiri yang dicipatakannya dinamakan BUDI SUCI.Untuk penyebaran ilmu silat BUDI SUCI ,beliau mengangkat BAPAK SIDIK sebagai penerusnya.Maka Bapak Sidik ditugaskan untuk menyebarkan dan mengamalkan ilmu silat ini keseluruh pelosok Nusantara,serta sebahagian daerah SINGAPURA dan Malaysia.Setelah perang kemerdekaan Indonesia,bertambah besarlah tekad Almarhum Bapak Sidik untuk mengamalkan serta menyebar luaskan ilmu silat BUDI SUCI ini ke seluruh pelosok Nusantara dan pada tahun 1950 dimulailah perjalana Almarhum Bapak Sidik untuk menyebarkannnya.
Tahun 1950 -didaerah Indramayu,Cirebon dan Banten
Tahun 1952-di Pulau Seribu(Jakarta)
Tahun 1954-di Jakarta
Tahun 1957-di T.Bangka
Tahun 1962-di daerah Tanjung Pinang
Tahun 1969-didaerah Medan
Tahun 1970-di daerah Banyuwangi
Tahun 1971 di daerah Palembang
Tahun 1972-di daerah Semarang dan Rembang
Tahun 1973-di daerah Sidoarjo,Probolinggo dan Blitar
Tahun 1974-didaerah Surabaya
Tahun 1975-didaerah Singapura
Tahun 1976-didaerah Malaysia dan Sumatera Selatan
Tahun 1977-di Bandar Lampung
Tahun 1978-di Bali
Pada 1974,waktu mengajar di Surabaya,Almarhum Bapak Sidik bersama anaknya,Bapak Zaenal Abidin Sidik,menetap di Surabaya,dengan memetik pengalaman Almarhum yang selama ini dalam pengajarannya hanya dilakukan secara kelompok dengan azaz kekeluargaan dirasakan kurang tepat untuk kelestarian ilmu silat BUDI SUCI.Bapak ZaenalAbidin Sidik,dengan dibantu para guru serta pendekar yang ada di Indonesia mulai mengatur supaya lebih baik lagi,maka didirikanlah Perguruan Silat Budi Suciyang hari kelahirannya ditetapkan pada tanggal 10 November 1979 serta menetapkan Almarhum Bapak Sidik sebagai Guru Besar dan Bapak Zaenal Abidin sebagai Guru Utama .Pada tanggal 31 Mei 1986,Perguruan Silat Budi Suci ini masuk dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia(IPSI).Tahun 1989 Bapak Zaenal Abidin Sidik merantau untuk mengembangkannya dan berhasil membuka cabang-cabang lagi diwilayah Sumatera Selatan ,Lampung dan sekitarnya dan menetap di Prabumulih.Pada tanggal 5 Mei 1994,Bapak Sidik meninggal dunia pada jam 19.00 di rumah sakit Cik Yan,Palembang dan sesuai dengan wasiat beliau maka Bapak Zaenal Abidin Sidik diangkat menggantikan sebagai Guru Besar.Demikian sejarah singkat Perguruan Budi Suci Indonesia(PSBS)dengan harapan semoga cita cita H.ABDUL ROSYID Almarhum melalui Perguruan Silat Budi Suci yang kini mulai dibenahi untuk menuju lebih professional,untuk lebih dikenal serta diresapi sebagai budaya bangsa yang harus kita lestarikan bersama.

SILAT NAMPON
Pada akhir abad ke-19 Pencak Silat Nampon telah dipelajari secara terbatas tetapi baru dikenal luas pada tahun 1932 ketika Nampon melakukan aktivitas nyleneh di depan stasiun Padalarang. Saking girangnya menyambut kelahiran anak pertamanya, Nampon di luar kesadarannya berteriak-teriak seperti orang gila. Karena dianggap gila, Nampon hendak diringkus beramai-ramai. Namun dari sekian orang yang akan menjamah tubuhnya jatuh terpelating.
Pada tahun 1920, Tjoa Nam Fu, China peranakan Semarang mengajarkan silat Kaifeng pembangkit manit krach, seorang muridnya bernama Mahmud dari Sarikat Islam. Kelak Mahmud setelah mendapatkan jurus-jurus Kaifeng bergelar Nampon (dari kata Namfu)
Nampon lahir di Ciamis pada tahun 1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah pegawai di jawatan kereta api pada zaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali masuk bui karena sikapnya yang anti penjajah Belanda. Di antara murid Nampon yang berjasa ikut mengembangkan tenaga dalam adalah Setia Muchlis dan KM Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA yang banyak diikuti kalangan Mahasiswa di Bandung, di antaranya murid itu adalah Bung Karno dan M Natsir. Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta Silat Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia di antaranya Bang Madi, Bang Kari, Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang karena mengajarkan silat di luar kerajaan.
Aliran bercorak Nampon menyebar ke Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran tanpa nama. Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?

BANDARKARIMA
Bandarkarima adalah kependekan dari Syahbandar, Kari dan Madi. Yosis Siswoyo, Guru Besar aliran Bandarkarima Bandung saat dikonfirmasi, mensinyalir bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat secara terbuka memang terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara Digul.
Namun Yosis tidak berani memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu Nampon seorang, mengingat pada masa yang hampir bersamaan, di Batavia/Jakarta juga muncul aliran Sin Lam Ba dan Al-Hikmah, bahkan pada tahun yang hampir bersamaan, di daerah Ranca Engkek Bandung Andadinata memunculkan ilmu tenaga dalam yang diklaim asli hasil pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat Bandarkarima termasuk kalangan pendekar generasi tua di Bandung juga mengakui dari kalangan perguruan pencak silat dan tenaga dalam memang kurang mentradisikan dalam pelestarian sejarah perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon dan Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa mengenalkan tenaga dalam di wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba dan Al-Hikmah di Batavia pada kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan disinyalir lebih dulu) juga perlu dipertimbangkan bagi yang ingin melacak sejarah.

TENAGA DALAM DI PANTURA JAWA
Perkembangan tenaga dalam di wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari peran Perguruan Satya dibawah asuhan alm. Soeharto – Semarang.  Satya berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama Subiyanto asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika. Walau perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi.  Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah Pati dengan corak yang saat itu dianggap tabu karena berlatih pada tempat terbuka pada siang hari. Ini berbeda dengan aliran lain yang memilih berlatih secara sembunyi-sembunyi.  Satya lebih mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih njawani dan tidak bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima anggota dari semua agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan aliran Budi Suci yang dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak berkembang di Jawa Tengah.  Kesamaan Satya dengan Budi Suci disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di Tanjung Pinang, dan Yusuf adalah murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H Abdul Rosyid sang pendiri aliran Budi Suci.  Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut nama Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih sering menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung pada awal tahun 80-an.  Ketika Masruri, putra H. Ali Ridlo dan pengurus Satya Sirahan, Cluwak berhasil menemukan Sidik di Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong untuk meneruskan pembinaan dari anggota Satya yang saat itu sudah pasif dari berbagai kegiatan perguruan. Masruri belakangan dikenal sebagai pengasuh rubrik "Liku-Liku Tenaga Dalam" di harian Suara Merdeka - Semarang (tahun 1993 - 1996) juga penulis buku-buku tentang tenaga dalam dan metafisika.  Kehadiran Sidik yang statusnya adalah Guru Besar Budi Suci Indonesia Ayahanda Dari Zaenal Bidin sidik ke Sirahan ibarat meneruskan pelajaran lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya di bawah Soeharto. Selain pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada materi Jodoh Jurus dan Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir dan sebagian sudah digubah oleh H Abdul Rosyid , Hingga sekarang Budi suci Indonesia di Kembangkan oleh (H.zaenal abidin sidik).  Perguruan Satya Sirahan yang dipimpin H Ali Ridlo dan putranya, Masruri yang keilmuannya sudah diwarnai Budi Suci ala Sidik yang kemudian mengembangkan perguruan tenaga dalam di antaranya, HM Sadari di Kelet, Keling, Jepara, Ustad M Masrur di Cepogo, Bangsri, Jepara, Suhirlan di Ngaringan Purwodadi dan Sudono, adik kandung H Ali Ridlo yang berdomisili di Rimbo Bujang, Bungo Tebo, Jambi.

PERKEMBANGAN SELANJUTNYA
Pada tahun-tahun berikutnya, perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya MLM (Multi Level Marketing). Seseorang yang belajar pada suatu perguruan memilih untuk mendirikan perguruan baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah gejala alamiah yang tidak perlu dimasalahkan, karena setiap guru atau orang yang merasa mampu mengajarkan ilmu pada orang lain itu belum tentu sepaham dengan tradisi yang ada pada perguruan yang pernah diikutinya.
Pertimbangan mengubah nama perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang amat kompleks, mulai adanya ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman dulu yang mistis dan kalangan modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian aqidah dan ilmiah, disamping pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti, misi orang mempelajari tenaga dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai berubah dari yang semula berorientasi pada ilmu kesaktian menuju pada gerak fisik (olah raga) karena orang sekarang menganggap lawan berat yang sesungguhnya adalah penyakit. Karena itu, promosi perguruan lebih mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri dan orang lain. Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian kini lebih diminati masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan beberapa pihak, perguruan ini justru sering “bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang menggiring penganutnya pada sikap “kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama perguruan tenaga dalam maupun bela diri dari luar (asing).  Sikap ini sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari yang selalu wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk selalu memperhatikan “sikap 5” yaitu :
-Jangan cepat puas.
-Jangan suka pamer.
-Jangan merasa paling jago.
-Jangan suka mencari pujian dan
-Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat, perkembangan pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam itu, baik pelaku maupun keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi antar tokoh, mulai dari silat Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Kosim (Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi yang merangkum silat Betawi dengan Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya, RH. Ibrahim dengan Cikalongnya.


RANGKAPAN FISIK
Setiap perguruan tenaga dalam memberikan sumbangsih tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Margaluyu menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua yang banyak mengilhami hampir sebagian besar perguruan di Indonesia, dan cabang-cabang dari perguruan ini banyak berjasa bagi pengembangan tenaga dalam yang ilmiah dan universal. Sin Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan napas religius bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan semangat bagi para pejuang di era kemerdekaan. Terlepas dari sisi positif dari aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran tenaga dalam yang kini masih memilih corak pengembangan bela diri dan kesaktian itu justru mendapat kritik dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke Desa Sirahan, Cluwak, Pati dan menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu perguruan “pecahan” dari Budi Suci, menyayangkan kenapa sebagian besar dari siswa perguruan tenaga dalam itu sudah meninggalkan teknik silat (fisik) sebagai basic tenaga dalam. Artinya, saat diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian dada/perut. Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat harus menghadapi perkelahian di luar gelanggang latihan. Karena saat latihan hanya dengan “diam” saja sudah mampu mementalkan penyerang hingga memberikan kesan bahwa menggunakan tenaga dalam itu mudah sekali.  Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan itu, suasananya berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri yang sudah terlatih dalam menciptakan emosi (amarah).  Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang benar menurut Alm. Sidik sudah dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara dari Banten dan saat akan dicoba kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya mengalah dan berupaya menghindar namun ketika lawan masih memaksa menyerang, baru dilayani dengan jurus silat secara fisik, menghindar, menangkis dan pada saat yang dianggap tepat memancing amarah dengan tamparan ringan dan setelah penyerang emosi, baru menggunakan tenaga dalam.  Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi batin saja, sering menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki tenaga dalam sehingga terlalu yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya, cukup dengan diam (saja) penyerang pasti mental. Dan ketika mereka menghadapi bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan tenaga dalam tidak semudah saat berlatih dengan teman seperguruannya.  Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari keterbatasan sebagian guru yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan tenaga dalam. Sidik mengakui banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya bermodal “jurus dasar” saja sudah banyak yang berani membuka perguruan baru. Padahal dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus. Yaitu, Dasar Jurus – Jodoh Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).  Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa sering tidak siap disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo dari Bandarkarima memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga dalam ditentukan dari prinsip “min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang berniat jahat (marah), aku memilih untuk tetap bertahan dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik, teknik bela diri fisik, teknik, kelenturan, refleks dan mental bertarung perlu ditanamkan terlebih dahulu karena kegagalan memanfaatkan tenaga dalam lebih disebabkan mental yang belum siap sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam setelah perkelahian itu sudah usai.  Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat pemiliknya “tidak sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang berniat jahat. Dan tenaga dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu dipersiapkan sebelumnya untuk “berkelahi” dan akan lebih gagal total jika tenaga dalam itu digunakan untuk mencari masalah.
Tenaga dalam harus bersifat defensif atau bertahan. Biarkan orang marah dan tetaplah bertahan dengan sabar dan tak perlu mengimbangi amarah. Sebab jika pemilik tenaga dalam mengimbangi amarah, maka rumusnya menjadi “plus ketemu plus” yang menyebabkan energi itu tidak berfungsi. Dan dalam hal ini Budi Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu dengan sikap membiarkan lawan “budi” (bergerak/amarah) dan tetap mempertahankan “suci” (sabar, tenang).

Memposisikan diri tetap bertahan (sabar, tenang) sangat ditentukan tingkat kematangan mental. Dan pada masa Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam banyak berhasil karena dipegang oleh pendekar yang sudah terlatih bela diri secara fisik (sabung) sehingga saat menghadapi penyerang mentalnya tetap terjaga.  Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur yakin bahwa serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak dipersiapkan menghindar atau berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu disaat melakukan kontak fisik, yang muncul justru rasa takut atau bahkan mengimbangi amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.  Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti suatu aliran tenaga dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat menggiring seseorang bersikap kacang lupa kulit, bahkan memunculkan “anekdot spiritual” sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga dalam yang karena ditanya murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan bahwa orang-orang yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang mengada-ada.  Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari adalah Imam Buchori, Subandari adalah Syeh Isbandari, dan jawaban seperti itu tidak memiliki dasar dan konon hanya berdasarkan pada kata orang tua semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.