TENAGA DALAM DI LUAR INDONESIA
Tenaga dalam atau Krachtologi
(berasal dari perkataan KRACHTOS yang berarti tenaga dan LOGOS yang berarti
ilmu). Pada 4000 SM, Krachtologi sudah dikenal oleh orang-orang Mesir Kuno.
Dalam sebuah buku Papyrus "Yedimesish Ontologia" yang sudah disalin
dalam bahasa Gri Kuno, menceritakan, bila otot bahu digerakkan akan mengeluarkan
tenaga aneh sehingga dapat merobohkan orang yang sedang marah (diktat Ameta,
Krachtologi 23). Dari Mesir, Krachtologi
berkembang ke Babylon, Yunani, Romawi dan Persia. Di Persia tenaga semacam ini
dinamakan Dacht. Dalam Dahtayana disebutkan bahwa pada suku Bukht dan Persia,
terkenal ilmu perang dinamakan DAHTUZ ialah merobohkan musuh dari jarak jauh.
Kaum bangsawan Persia dilatih sejenis senam waktu dinihari sehingga mereka mempunyai tenaga Daht itu. (Kracht 23). Dikatakannya pula bahwa orang-orang Badwi mempunyai Daht pada matanya, bila musuh akan menyerangnya, tiba-tiba musuh itu roboh. Mengapa orang-orang Badwi banyak mempunyai kekuatan mata seperti itu ? Hal ini disebabkan orang-orang Badwi dengan tanpa disadari melatih matanya dengan melihat jauh, memandang padang pasir yang luas membentang itu. Di Cina terkenal beberapa macam silat yang mempergunakan Kracht, di antaranya Gin Kang (ilmu meringankan tubuh) yang dapat dipergunakan melompat jauh, loncat tinggi dan berjalan diatas air. Kwie Kang dan Wie Kang hampir bersamaan, perbedaanya hanya pada jurus pertama. Kwie Kang dengan jurus tinju dan Wie Kang dengan jurus terbuka.
Kaum bangsawan Persia dilatih sejenis senam waktu dinihari sehingga mereka mempunyai tenaga Daht itu. (Kracht 23). Dikatakannya pula bahwa orang-orang Badwi mempunyai Daht pada matanya, bila musuh akan menyerangnya, tiba-tiba musuh itu roboh. Mengapa orang-orang Badwi banyak mempunyai kekuatan mata seperti itu ? Hal ini disebabkan orang-orang Badwi dengan tanpa disadari melatih matanya dengan melihat jauh, memandang padang pasir yang luas membentang itu. Di Cina terkenal beberapa macam silat yang mempergunakan Kracht, di antaranya Gin Kang (ilmu meringankan tubuh) yang dapat dipergunakan melompat jauh, loncat tinggi dan berjalan diatas air. Kwie Kang dan Wie Kang hampir bersamaan, perbedaanya hanya pada jurus pertama. Kwie Kang dengan jurus tinju dan Wie Kang dengan jurus terbuka.
MASUKNYA PENGARUH CINA KE
INDONESIA
Wie Kang yang disebut jurus
sepuluh, tersebar sampai Vietnam, Campa, Malaya, dan Indonesia. Tumbuhlah
menjadi beberapa aliran, di antaranya silat Mandar dari Sulawesi, silat Timpung
dari Jawa Timur dan silat Nampon dari Jawa Barat, dan sebagainya.
Shurulkhan pun masuk ke Indonesia
dan pembawanya ialah orang-orang Cina Islam. Di antaranya orang Indonesia
pertama yang belajar Shurulkhan ialah Tuanku Rao. Orang-orang Cina Islam
menamakan silat itu Tou Yu Kang.
PENYEBARAN ILMU TENAGA DALAM DI
INDONESIA
Generasi Awal
Pada awalnya tenaga dalam hanya
dipelajari secara terbatas di berbagai perguruan silat. Para pendekar silat
yang tercatat sebagai guru bagi para pendiri perguruan silat tenaga dalam
generasi berikutnya antara lain:
Haji Abdul Rosyid
Bang Ma'ruf, dari Batavia
Haji Zaenal Abidin sidik
Penyebaran ilmu tenaga dalam
secara terbuka
Perkembangan sejarah tenaga dalam
dan penyebarannya secara terbuka di pulau Jawa diwarnai oleh beberapa tokoh
penting yaitu ..
1.H.abdul Rosyid (pada tahun 1902
)
2.H.Yasiin
3.H.sidik
4.H.Zaenal abidin sidik
Hingga sekarang tenaga dalam hanya
dikembangkan oleh bpk.h.zaenal abidin sdik dan anaknya yang bernama Bima Putra
Indra beliau mengembangkan perguruan silat BUDI SUCI indonesia.
BUDI SUCI INDONESIA
Perguruan Silat Budi Suci ini bermula
dari seorang putra bangsa Indonesia kelahiran Indramayu,Jawa Barat yang bernama
H.ABDUL ROSYID.Beliau dilahirkan pada tahun 1902,yang dimana beliau diasuh dan
dibesarkan oleh bapa saudaranya sendiri iaitu HAJI YASSIN,yamg terkenal sangat
gemar akan seni beladiri pencak silat.ABDUL ROSYID sejak kecil lagi dilatih
secara matang oleh bapa saudaranya,HAJI YASSIN,untuk dijadikan pewaris
tunggalnya untuk segala ilmu pengetahuan yang dimilikinya baik dibidang ilmu
kerohanian mahupun dibidang ilmu beladiri pencak silat.Dengan berbekal segala
ilmu yang diwarisi dari bapa saudaranya,ABDUL ROSYID pergi merantau dan pada
usia 30 tahun,beliau menuanikan ibadah haji ke tanah suci Mekah,sehingga beliau
dikenal dengan nama HAJI ABDUL ROSYID.Sepulangnya dari tanah suci Mekah,beliau
kemudian berhijrah ke tanah kelahirannya di Indramayu(Cirebon),dan dalam
perantauannya,beliau menciptakan seni beladiri pencak silat yang dipadukan
dengan keimanan kepada Allah swt,serta kesucian budi pekerti sehingga ilmu
beladiri yang dicipatakannya dinamakan BUDI SUCI.Untuk penyebaran ilmu silat
BUDI SUCI ,beliau mengangkat BAPAK SIDIK sebagai penerusnya.Maka Bapak Sidik
ditugaskan untuk menyebarkan dan mengamalkan ilmu silat ini keseluruh pelosok
Nusantara,serta sebahagian daerah SINGAPURA dan Malaysia.Setelah perang
kemerdekaan Indonesia,bertambah besarlah tekad Almarhum Bapak Sidik untuk
mengamalkan serta menyebar luaskan ilmu silat BUDI SUCI ini ke seluruh pelosok
Nusantara dan pada tahun 1950 dimulailah perjalana Almarhum Bapak Sidik untuk
menyebarkannnya.
Tahun 1950 -didaerah
Indramayu,Cirebon dan Banten
Tahun 1952-di Pulau
Seribu(Jakarta)
Tahun 1954-di Jakarta
Tahun 1957-di T.Bangka
Tahun 1962-di daerah Tanjung
Pinang
Tahun 1969-didaerah Medan
Tahun 1970-di daerah Banyuwangi
Tahun 1971 di daerah Palembang
Tahun 1972-di daerah Semarang dan
Rembang
Tahun 1973-di daerah
Sidoarjo,Probolinggo dan Blitar
Tahun 1974-didaerah Surabaya
Tahun 1975-didaerah Singapura
Tahun 1976-didaerah Malaysia dan
Sumatera Selatan
Tahun 1977-di Bandar Lampung
Tahun 1978-di Bali
Pada 1974,waktu mengajar di
Surabaya,Almarhum Bapak Sidik bersama anaknya,Bapak Zaenal Abidin Sidik,menetap
di Surabaya,dengan memetik pengalaman Almarhum yang selama ini dalam
pengajarannya hanya dilakukan secara kelompok dengan azaz kekeluargaan
dirasakan kurang tepat untuk kelestarian ilmu silat BUDI SUCI.Bapak
ZaenalAbidin Sidik,dengan dibantu para guru serta pendekar yang ada di
Indonesia mulai mengatur supaya lebih baik lagi,maka didirikanlah Perguruan
Silat Budi Suciyang hari kelahirannya ditetapkan pada tanggal 10 November 1979
serta menetapkan Almarhum Bapak Sidik sebagai Guru Besar dan Bapak Zaenal
Abidin sebagai Guru Utama .Pada tanggal 31 Mei 1986,Perguruan Silat Budi Suci
ini masuk dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia(IPSI).Tahun 1989 Bapak Zaenal
Abidin Sidik merantau untuk mengembangkannya dan berhasil membuka cabang-cabang
lagi diwilayah Sumatera Selatan ,Lampung dan sekitarnya dan menetap di
Prabumulih.Pada tanggal 5 Mei 1994,Bapak Sidik meninggal dunia pada jam 19.00
di rumah sakit Cik Yan,Palembang dan sesuai dengan wasiat beliau maka Bapak
Zaenal Abidin Sidik diangkat menggantikan sebagai Guru Besar.Demikian sejarah
singkat Perguruan Budi Suci Indonesia(PSBS)dengan harapan semoga cita cita
H.ABDUL ROSYID Almarhum melalui Perguruan Silat Budi Suci yang kini mulai
dibenahi untuk menuju lebih professional,untuk lebih dikenal serta diresapi
sebagai budaya bangsa yang harus kita lestarikan bersama.
SILAT NAMPON
Pada akhir abad ke-19 Pencak Silat
Nampon telah dipelajari secara terbatas tetapi baru dikenal luas pada tahun
1932 ketika Nampon melakukan aktivitas nyleneh di depan stasiun Padalarang.
Saking girangnya menyambut kelahiran anak pertamanya, Nampon di luar
kesadarannya berteriak-teriak seperti orang gila. Karena dianggap gila, Nampon
hendak diringkus beramai-ramai. Namun dari sekian orang yang akan menjamah
tubuhnya jatuh terpelating.
Pada tahun 1920, Tjoa Nam Fu,
China peranakan Semarang mengajarkan silat Kaifeng pembangkit manit krach,
seorang muridnya bernama Mahmud dari Sarikat Islam. Kelak Mahmud setelah
mendapatkan jurus-jurus Kaifeng bergelar Nampon (dari kata Namfu)
Nampon lahir di Ciamis pada tahun
1888 dan wafat tahun 1962. Semula adalah pegawai di jawatan kereta api pada
zaman Belanda. Ia dipecat dan berulang kali masuk bui karena sikapnya yang anti
penjajah Belanda. Di antara murid Nampon yang berjasa ikut mengembangkan tenaga
dalam adalah Setia Muchlis dan KM Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI
RASA yang banyak diikuti kalangan Mahasiswa di Bandung, di antaranya murid itu
adalah Bung Karno dan M Natsir. Menurut kalangan pendekar sepuh di wilayah Jawa
Barat, sebelum memperkenalkan “jurus tenaga dalam“ Nampon banyak belajar ilmu
dari pendekar yang lebih senior. Ia pernah berguru pada Abah Khoir pencipta Silat
Cimande, dan pendekar-pendekar asal Batavia di antaranya Bang Madi, Bang Kari,
Bang Ma’ruf juga H Qosim pendekar yang diasingkan kerajaan Pagar Ruyung, Padang
karena mengajarkan silat di luar kerajaan.
Aliran bercorak Nampon menyebar ke
Jawa Tengah melalui perguruan Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa
aliran tanpa nama. Kini ketika perguruan tenaga dalam menjamur hampir di
seluruh kota dengan bendera yang berbeda-beda (walau corak jurus dan oleh napas
serupa), kemudian muncul pertanyaan, dari mana asalnya ilmu tenaga dalam dan
siapa tokoh yang pertama kali menciptakannya?
BANDARKARIMA
Bandarkarima adalah kependekan
dari Syahbandar, Kari dan Madi. Yosis Siswoyo, Guru Besar aliran Bandarkarima
Bandung saat dikonfirmasi, mensinyalir bahwa kemunculan tenaga dalam di wilayah
Jawa Barat secara terbuka memang terjadi pada masa Nampon sepulang dari penjara
Digul.
Namun Yosis tidak berani
memastikan pencipta jurus tenaga dalam itu Nampon seorang, mengingat pada masa
yang hampir bersamaan, di Batavia/Jakarta juga muncul aliran Sin Lam Ba dan
Al-Hikmah, bahkan pada tahun yang hampir bersamaan, di daerah Ranca Engkek
Bandung Andadinata memunculkan ilmu tenaga dalam yang diklaim asli hasil
pemikirannya sendiri.
Yosis Siswoyo (63) dari Silat
Bandarkarima termasuk kalangan pendekar generasi tua di Bandung juga mengakui
dari kalangan perguruan pencak silat dan tenaga dalam memang kurang
mentradisikan dalam pelestarian sejarah perguruannya.
Walau Yosis menyebut Nampon dan
Andadinata sebagai tokoh yang banyak berjasa mengenalkan tenaga dalam di
wilayah Jawa Barat, namun kemunculan Sin Lam Ba dan Al-Hikmah di Batavia pada
kurun waktu yang hampir bersamaan, (bahkan disinyalir lebih dulu) juga perlu
dipertimbangkan bagi yang ingin melacak sejarah.
TENAGA DALAM DI PANTURA JAWA
Perkembangan tenaga dalam di
wilayah eks Karisedenan Pati tak lepas dari peran Perguruan Satya dibawah
asuhan alm. Soeharto – Semarang. Satya
berkembang di wilayah Pati awalnya dibawa oleh murid Soeharto bernama Subiyanto
asal Jepara. Namun Subiyanto kemudian membuat perguruan Mustika. Walau
perguruan ini hanya muncul sesaat kemudian tidak terdengar lagi. Pada akhir tahun 70-an Satya masuk wilayah
Pati dengan corak yang saat itu dianggap tabu karena berlatih pada tempat
terbuka pada siang hari. Ini berbeda dengan aliran lain yang memilih berlatih
secara sembunyi-sembunyi. Satya lebih
mudah diterima masyarakat karena sifatnya yang terbuka, lebih njawani dan tidak
bernaung dibawah partai politik tertentu bahkan menerima anggota dari semua
agama, walau dalam ritualnya Satya tidak jauh beda dengan aliran Budi Suci yang
dikembangkan oleh Bang Ali yang saat itu juga banyak berkembang di Jawa
Tengah. Kesamaan Satya dengan Budi Suci
disebabkan alm. Soeharto mengenal jurus tenaga dalam itu berasal dari Yusuf di
Tanjung Pinang, dan Yusuf adalah murid dari alm. Sidik, salah satu dari murid H
Abdul Rosyid sang pendiri aliran Budi Suci.
Dalam lingkup pergruannya, Soeharto hampir tidak pernah menyebut-nyebut
nama Yusuf sebagai sang guru. Ini disebabkan adanya hal yang sangat pribadi
berkaitan dengan sang guru yang WNI keturunan itu. Justru Soeharto lebih sering
menyebut nama Sidik, walau pertemuan keduanya itu baru berlangsung pada awal
tahun 80-an. Ketika Masruri, putra H.
Ali Ridlo dan pengurus Satya Sirahan, Cluwak berhasil menemukan Sidik di
Cilincing, Jakarta Utara, lalu diboyong untuk meneruskan pembinaan dari anggota
Satya yang saat itu sudah pasif dari berbagai kegiatan perguruan. Masruri
belakangan dikenal sebagai pengasuh rubrik "Liku-Liku Tenaga Dalam"
di harian Suara Merdeka - Semarang (tahun 1993 - 1996) juga penulis buku-buku
tentang tenaga dalam dan metafisika.
Kehadiran Sidik yang statusnya adalah Guru Besar Budi Suci Indonesia
Ayahanda Dari Zaenal Bidin sidik ke Sirahan ibarat meneruskan pelajaran
lanjutan yang tidak terdapat pada kurikulum Satya di bawah Soeharto. Selain
pembaharuan dalam jurus dasar juga meneruskan pada materi Jodoh Jurus dan
Kembang Jurus ciptaan oleh Abah Khoir dan sebagian sudah digubah oleh H Abdul
Rosyid , Hingga sekarang Budi suci Indonesia di Kembangkan oleh (H.zaenal
abidin sidik). Perguruan Satya Sirahan
yang dipimpin H Ali Ridlo dan putranya, Masruri yang keilmuannya sudah diwarnai
Budi Suci ala Sidik yang kemudian mengembangkan perguruan tenaga dalam di
antaranya, HM Sadari di Kelet, Keling, Jepara, Ustad M Masrur di Cepogo,
Bangsri, Jepara, Suhirlan di Ngaringan Purwodadi dan Sudono, adik kandung H Ali
Ridlo yang berdomisili di Rimbo Bujang, Bungo Tebo, Jambi.
PERKEMBANGAN SELANJUTNYA
Pada tahun-tahun berikutnya,
perkembangan perguruan tenaga dalam layaknya MLM (Multi Level Marketing).
Seseorang yang belajar pada suatu perguruan memilih untuk mendirikan perguruan
baru sesuai selera pribadinya. Ini adalah gejala alamiah yang tidak perlu
dimasalahkan, karena setiap guru atau orang yang merasa mampu mengajarkan ilmu
pada orang lain itu belum tentu sepaham dengan tradisi yang ada pada perguruan
yang pernah diikutinya.
Pertimbangan mengubah nama
perguruan itu dilatarbelakangi oleh hal-hal yang amat kompleks, mulai adanya
ketidaksepahaman pola pikir antara orang zaman dulu yang mistis dan kalangan
modernis yang mempertimbangkan sisi kemurnian aqidah dan ilmiah, disamping
pertimbangan dari sisi komersial. Yang pasti, misi orang mempelajari tenaga
dalam pada masyarakat sekarang sudah mulai berubah dari yang semula
berorientasi pada ilmu kesaktian menuju pada gerak fisik (olah raga) karena
orang sekarang menganggap lawan berat yang sesungguhnya adalah penyakit. Karena
itu, promosi perguruan lebih mengeksploitasi kemampuan mengobati diri sendiri
dan orang lain. Aliran perguruan tenaga dalam yang mengeksploitasi kesaktian
kini lebih diminati masyarakat tradisional. Dan menurut pengamatan beberapa
pihak, perguruan ini justru sering “bermasalah” disebabkan pola pembinaan yang
menggiring penganutnya pada sikap “kejawaraan” melalui doktrin-doktrin yang
kurang bersahabat pada aliran lain dari sesama perguruan tenaga dalam maupun
bela diri dari luar (asing). Sikap ini
sebenarnya bertentangan dengan sikap para tokoh seperti Bang Kari yang selalu
wanti-wanti agar siapapun yang mengamalkan bela diri untuk selalu memperhatikan
“sikap 5” yaitu :
-Jangan cepat puas.
-Jangan suka pamer.
-Jangan merasa paling jago.
-Jangan suka mencari pujian dan
-Jangan menyakiti orang lain.
Dan perlu diingat, perkembangan
pencak silat sebagai dasar dari tenaga dalam itu, baik pelaku maupun
keilmuannya dapat berkembang karena silaturahmi antar tokoh, mulai dari silat
Pagar Ruyung Padang yang dibawa H Kosim (Syahbandar), Bang Kari dan Bang Madi
yang merangkum silat Betawi dengan Kung Fu, juga Abah Khoir dengan Cimandenya,
RH. Ibrahim dengan Cikalongnya.
RANGKAPAN FISIK
Setiap perguruan tenaga dalam
memberikan sumbangsih tersendiri bagi masyarakat Indonesia. Margaluyu
menorehkan tinta emas sebagai perguruan tua yang banyak mengilhami hampir
sebagian besar perguruan di Indonesia, dan cabang-cabang dari perguruan ini
banyak berjasa bagi pengembangan tenaga dalam yang ilmiah dan universal. Sin
Lam Ba, Al-Hikmah, Silat Tauhid Indonesia berjasa dalam memberikan napas
religius bagi pesertanya, dan aliran Nampon berjasa dalam memberikan semangat
bagi para pejuang di era kemerdekaan. Terlepas dari sisi positif dari
aliran-aliran besar itu, pengembangan aliran tenaga dalam yang kini masih
memilih corak pengembangan bela diri dan kesaktian itu justru mendapat kritik
dari para pendahulunya.
Pada tahun 1984 Alm. Sidik murid
dari H Abdul Rosyid saat berkunjung ke Desa Sirahan, Cluwak, Pati dan
menyaksikan cara betarung (peragaan) suatu perguruan “pecahan” dari Budi Suci,
menyayangkan kenapa sebagian besar dari siswa perguruan tenaga dalam itu sudah
meninggalkan teknik silat (fisik) sebagai basic tenaga dalam. Artinya, saat
diserang mereka cenderung diam dan hanya mengeraskan bagian dada/perut.
Kebiasaan ini menurutnya suatu saat akan menjadi bumerang saat harus menghadapi
perkelahian di luar gelanggang latihan. Karena saat latihan hanya dengan “diam”
saja sudah mampu mementalkan penyerang hingga memberikan kesan bahwa
menggunakan tenaga dalam itu mudah sekali.
Mereka tidak sadar bahwa dalam perkelahian di luar gelanggang latihan
itu, suasananya berbeda. Dalam arena latihan yang dihadapi adalah teman sendiri
yang sudah terlatih dalam menciptakan emosi (amarah). Cara bela diri memanfaatkan tenaga dalam yang
benar menurut Alm. Sidik sudah dicontohkan oleh Nampon saat ditantang jawara
dari Banten dan saat akan dicoba kesaktiannya oleh KM Tamim. Yaitu, awalnya
mengalah dan berupaya menghindar namun ketika lawan masih memaksa menyerang,
baru dilayani dengan jurus silat secara fisik, menghindar, menangkis dan pada
saat yang dianggap tepat memancing amarah dengan tamparan ringan dan setelah
penyerang emosi, baru menggunakan tenaga dalam.
Pola pembinaan bela diri yang tidak lengkap yang hanya fokus pada sisi
batin saja, sering menjadi bumerang bagi mereka yang sudah merasa memiliki
tenaga dalam sehingga terlalu yakin bahwa bagaimanapun bentuk serangannya,
cukup dengan diam (saja) penyerang pasti mental. Dan ketika mereka menghadapi
bahaya yang sesungguhnya, ternyata menggunakan tenaga dalam tidak semudah saat
berlatih dengan teman seperguruannya.
Fenomena pembinaan yang sepotong-potong ini tidak lepas dari
keterbatasan sebagian guru yang pada umumnya hanya pernah “mampir” di perguruan
tenaga dalam. Sidik mengakui banyak orang yang belajar di Budi Suci hanya
bermodal “jurus dasar” saja sudah banyak yang berani membuka perguruan baru.
Padahal dalam Budi Suci itu terdapat 3 tahapan jurus. Yaitu, Dasar Jurus –
Jodoh Jurus dan Kembang Jurus (ibingan).
Karena tergesa-gesa ingin membuka aliran baru itu menyebabkan siswa
sering tidak siap disaat harus menggunakan tenaga dalamnya. Dan Yosis Siswoyo
dari Bandarkarima memberikan konsep bahwa keberhasilan memanfaatkan tenaga
dalam ditentukan dari prinsip “min-plus” yang dapat diartikan : Biarkan orang
berniat jahat (marah), aku memilih untuk tetap bertahan dan sabar.
Karena itu pembinaan fisik, teknik
bela diri fisik, teknik, kelenturan, refleks dan mental bertarung perlu
ditanamkan terlebih dahulu karena kegagalan memanfaatkan tenaga dalam lebih
disebabkan mental yang belum siap sehingga orang ingat punya jurus tenaga dalam
setelah perkelahian itu sudah usai.
Berdasarkan pengamatan, tenaga dalam berfungsi baik justru disaat
pemiliknya “tidak sengaja” dan terpaksa harus bertahan dari serangan orang yang
berniat jahat. Dan tenaga dalam itu sering gagal justru disaat tenaga dalam itu
dipersiapkan sebelumnya untuk “berkelahi” dan akan lebih gagal total jika
tenaga dalam itu digunakan untuk mencari masalah.
Tenaga dalam harus bersifat defensif
atau bertahan. Biarkan orang marah dan tetaplah bertahan dengan sabar dan tak
perlu mengimbangi amarah. Sebab jika pemilik tenaga dalam mengimbangi amarah,
maka rumusnya menjadi “plus ketemu plus” yang menyebabkan energi itu tidak
berfungsi. Dan dalam hal ini Budi Suci menjabarkan konsep “min – plus” itu
dengan sikap membiarkan lawan “budi” (bergerak/amarah) dan tetap mempertahankan
“suci” (sabar, tenang).
Memposisikan diri tetap bertahan
(sabar, tenang) sangat ditentukan tingkat kematangan mental. Dan pada masa
Nampon dan H Abdul Rosyid, tenaga dalam banyak berhasil karena dipegang oleh
pendekar yang sudah terlatih bela diri secara fisik (sabung) sehingga saat
menghadapi penyerang mentalnya tetap terjaga.
Sekarang semua sudah berubah. Orang belajar tenaga dalam sudah telanjur
yakin bahwa serangan lawan tidak dapat menyentuh sehingga fisik tidak
dipersiapkan menghindar atau berbenturan. Dan karena tidak terlatih itu disaat
melakukan kontak fisik, yang muncul justru rasa takut atau bahkan mengimbangi
amarah hingga keluar dari konsep “min-plus”.
Sejarah tentang tenaga dalam perlu diketahui oleh mereka yang mengikuti
suatu aliran tenaga dalam. Ketidaktahuan tentang sejarah itu dapat menggiring
seseorang bersikap kacang lupa kulit, bahkan memunculkan “anekdot spiritual”
sebagaimana dilakukan seorang guru tenaga dalam yang karena ditanya
murid-muridnya dan ia tidak memiliki jawaban lalu menjelaskan bahwa orang-orang
yang ditokohkan dalam perguruan itu dengan jawaban yang mengada-ada. Misalnya, Saman adalah seorang Syekh dari
Yaman, Madi disebut sebagai Imam Mahdi, Kari adalah Imam Buchori, Subandari
adalah Syeh Isbandari, dan jawaban seperti itu tidak memiliki dasar dan konon
hanya berdasarkan pada kata orang tua semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.