Meski berwajah cantik, ternyata suami tercinta mengkhianatinya. Dari perlakuan ini, akhirnya Nyi Ayu yang diyakini warga setempat sebagai danyang desa bersumpah untuk menghabisi semua wanita cantik desa ini sampai sekarang. Tidak itu saja, ternyata sang danyang juga dapat berubah wujud menjadi seekor ular weling yang bertugas memperingatkan warga yang akan bepergian.
Danyang Desa Pancar Pandan, Kecamatan Deket, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, diyakini warga setempat mempunyai paras wajah yang sangat cantik. Penunggu gaib desa tersebut menurut beberapa sesepuh yang sempat di temui bernama Nyi Ayu. Sayang, tak satu pun dari mereka tahu asal usulnya. Tidak itu saja, penguasa ini pun tak suka dengan wanita yang memakai kain lurik. Tak ayal, sampai sekarang larangan tersebut masih tetap di patuhi penduduk setempat. Tak terlihat seorang wanita pun yang berani memakainya. Kalau ada perempuan desa itu yang nekad memakai pakaian itu, bisa di pastikan wanita itu tidak akan berumur panjang. Atau mala petaka akan terjadi di rumah, wanita yang memakai pakaian lurik tersebut.
Selain itu, Nyi Ayu juga tidak suka dengan wanita yang mempunyai wajah cantik yang melebihinya. Hingga kini sudah dua wanita desa itu yang menjadi korban , sebab keduanya memiliki wajah ayu yang melebihi kecantikan Nyi Ayu. Akibatnya, mereka tewas dengan mengenaskan. Wajahnyan melepuh hancur berantakan bagai di siram air panas. Untuk menghindari jatuh korban lebih banyak , sesepuh jaman dulu akhirnya memilih jalan dengan mengalah dan mengharuskan wanita yang berwajah cantik untuk meninggalkan desa setempat.
Tinggalkan Desa
Menurut Sriatu(38), wanita Desa Pancar yang ditemui di rumahnya mengatakan wanita yang mempunyai paras elok sudah banyak yang hijarh meninggalkan kampung halamannya. Biasanya mereka pergi ke Kota Surabaya, Jakarta atau kota lain dengan mengikuti saudaranya berjualan. Dan ada satu syarat lagi yang di minta sang danyang yakni wanita – wanita cantik tersebut jika ingin berumur panjang harus menikah dengan laki – laki dari luar desanya.
Dengan jalan ini ternyata Nyi Ayu senang, dan mulai saat itu penguasa desa ini tersebut berhenti memusuhi para wanita cantik, paparnya. Makanya jangan heran Mas, kalau sekarang sampean tidak melihat wanita cantik di sini. Karena semua wanita cantik , pergi keluar desa. Mereka takut kalau kena murka oleh Nyi Ayu yang merasa tersaingi kecantikannya, imbuh Sriatun menirukan cerita para sesepuhnya dulu.
Tidak itu saja, danyang wanita wanita ini juga sering menampakkan diri dengan berwujud berupa seekor ular weling yang berwarna belang kuning keemasa sebesar paha orang dewasa. Jika ada warga yang kebetulan akan bepergian dan bertemu atau di hadang seekor ular weling (pangeling – eling / pemberitahu – Red). Maka warga tersebut harus mengurungkan niatnya untuk bepergian menggunakan kendaraan. Sebab kalau orang itu nekad pergi, bisa di pastikan orang itu akan mendapatkan kecelakaan. Kebiasaan tersebut sudah berjalan puluhan tahun silam. Sampai sekarang, tak ada satu pun warga yang nekad , bepergian kalau dihadang ular weling sebelum melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan kendaraan bermotor.
H. Suhadak (46), warga setempat lainnya membenarkan keyakinan yang sudah berjalan turun – temurun tersebut. Selanjutnya ia menceritakan, beberapa tahun lalu seorang warga bernama Suharto tewas dalam kecelakaan. Padahal sebelumnya ia sudah beberapa kali di temui ular weling sebelum meninggalkan batas desa. Entah mengapa, saat itu ia memaksakan diri untuk segera berangkat ke luar kota. Keesokan harinya , seluruh anggota keluarga yang ditinggal kaget. Sebab tanpa di duga mereka mendapat kabar yang mengatakan bus yang di tumpangin Suharto mengalami kecelakaan, sedangkan ia sendiri tewas di tempat kejadian.
Dan mulai saat itu, warga di sini yang akan bepergian jauh , tetapi sebelumnya ditemui atau di hadang ular weling , pasti akan mengurungkan iatnya untuk berangkat. Sebab nekad berarti siap untuk dijemput maut, tegasnya. Saya sendiri pernah di cegat ular itu Mas, sampai lima kali. Karena keyakinan semua warga desa yang mengatakan ular weling itu berarti pangeling – eling atau peringatan, ya saya akhirnya membatalkan rencana bepergian itu. Daripada terjadi sesuatu yang tak di inginkan menimpa keluarga saya, imbuhnya.
Keterangan senada juga di tuturkan Asemu(43), warga setempat yang juga petani tambak ini menceritakan pengalamannya saat menggali lahan untuk dijadikan tambak ikan dan udangnya. Penggalian yang dilakukan dengan alat berat berupa bego, ternyata setelah di keruk kurang lebih sedalam tiga meter , tiba – tiba ia mendapai seekor ular weling dengan kepala dan ekor putus terkena belalai alat penggeruk tersebut.
Tetapi aneh, selang beberapa saat setelah dilihatnya, mendadak bangkai ular itu lenyap. Takut terjadi apa – apa terhadap diri, keluarga, dan para pekerjanya ia segera memerintahkan para pekerjanya untuk mencari ular tersebut. Namun sampai menghabiskan waktu sampai setengah hari, tak satu pu pekerja yang berhasil menemukan kembali bangkai ular itu.
Sadar akan bahaya yang mengancam, Asemu segera menghubungi sesepuh desa untuk meminta pendapat, bagaimana caranya agar seluruh keluarga dan para pekerja pembuatan tambak tersebut selamat. Setelah tahu syarat yang harus dilakukan, ia bergegas pulang dan menyiapkan sesaji berupa tumpeng lengkap sesuai petunjuk dari sesepuh desa setempat.
Dengan mengundang beberapa tetangga , akhirnya selamatan yang di pimpin langsung oleh tokoh desa itu berjalan khidmat. Selanjutnya, atas saran dari tokoh tersebut , ia segera menyedsiakan among – among (sesaji berupa kembang telon dan kopi, Red) untuk diletakkan di dalam kamarnya sebagai tanda paring dhahar ( pemberian makan) bagi sang danyang. Dari peristiwa itu saya tambah yakin Mas, danyang desa ini tak bisa dibuat main – main. Untung selamatan itu segera saya lakukan , mungkin kalau tidak bisa lain kejadiannya, kenangnya sambil menghisap rokok kretek kesayangannya. Dan sampai sekarang, jika saya akan memulai menebar benih dan setelah panen, saya pasti mengadakan selamatan sesaji berupa tumpeng lengkap dengan ubo rampe lainnya seperti kembang telon , kemenyang dan among – among. Itu semua saya lakukan sebagai tanda terima kasih kepada mbah danyang, tanbah petani tambak sukses ini.
H. Ansori (58), warga lainnya pun membenarkan adanya ular weling jelmaan sang danyang tersebut. Bahkan ia mengaku sering dicegat ular weling itu, saat akan bepergian ke luar kota untuk suatu kepentingan tetapi karena takut terjadi apa – apa yang akan menimpa dirinya. Dengan terpaksa Ansori menunda kepergiannya.
Saya takut, kalau memaksakan diri untuk tetap pergi. Saya tidak mau seperti orang lain yang tewas kecelakaan setelah bertemun dengan ular itu Mas. Begitu ular tersebut berjalan dan menghilang, saya langsung berbalik dan pulang, akunya. Makanya jangan heran, walaupun penduduk disana sudah berdandan rapi, namun belum sampai jalan raya bertemu ular weling, pasti ia akan kembali lagi ke rumah. Hal itu sudah merupakan hal yang biasa terjadi di Dusun Pancar ini, tambahnya.
Cintanya Dikhianati
Menurut Mbah Reso(70), sesepuh Desa Pancar yang di temui dirumahnya menuturkan, mitos yang berkembang turu – temurun tentang danyang desa yang tidak suka kepada wanita cantik, itu sudah ada sejak perjanjian dengan para leluhur dahulu. Dan sampai kapan pun perjanjian itu tetap akan berlaku. Kata orang tua saya dulu Nyi Ayu yang merupakan orang pertama yang babat alas desa ini dikhianati suaminya sendiri. Dari rasa sakit hati itu, akhirnya ia bersumpah akan menghabisi wanita yang mempunyai wajah cantik, meski ia sebenarnya masih keturunannya sendiri. Tapi sayang, saya tidak pernah diberi tahu siapa nama suaminya itu, paparnya.
Sebab itu, orang tua di desa ini selalu wanti – wanti kepada anak gadisnya, agar tidak memakai pakaian berwarna lurik. Itu berlaku bagi perempuan desa ini yang mempunyai wajah sedang – sedang saja. tetapi bagi wanita yang mempunyai wajah canti melebihi Nyi Ayu , walaupun dengan berat hati orang tuanya harus merelakan anaknya keluar dari kampung halamannnya dan merantau. Memang sangat menyedihkan kalau ingat syarat yang harus di penuhi oleh kaum wanita di desa ini. Namun semua warga tak bisa berbuat banyak, menghadapi kenyataan pahit ini Mas, aku Mbah Reso lirih.
Menjelang lebaran wanita – wanita berwajah rata – rata cantik itu pulang ke kampung halamannya , dan batas waktu yang diberikan sang danyang tak boleh lebih dari seminggu. Namun waktu sesingkat itu ternyata cukup untuk pelepas rindu kepada keluarga yang sudah setahun ditinggalkannya.
Itu mungkin namanya dispensasi dari sang danyang yang bernama Nyi Ayu Mas. Tapi kalau sampai melebihi seminggu di desa ini, dapat dipastikan mereka akan meninggal dengan muka melepuh seperti yang pernah terjadi itu. Untung sampai sekarang tak seorang pun berani melanggar batasan waktu sesuai sumpah itu Mas, ungkapnya.
Namun di balik penderitaan bagi kaum perempuan yang mempunyai wajah cantik. Warga juga merasa bersyukur dengan suka munculnya ular weling yang menghadang warga kalau mau bepergian. Karena ular itu, oleh warga setempat dianggap melindungi warga dari malapetaka yang akan terjadi. Itu merupakan kelebihan dan kekurangan sang penguasa gaib desa ini, aku Mbah Reso.
Masih menurut Mbah Reso, setiap malam Selasa dan Jumat Kliwon, Nyi Ayu terlihat sedang duduk di bawah pohon waru, dengan rambut yang dibiarkan terurai. Warga yang rumahnya dekat dengan lokasi duduknya sang danyang, selalu mendengar suara rintihan pilu yang semakin lama menjadi suara tangisa, seperti hati Nyi Ayu sangat menderita. Sepanjang malam suara tangisan itu, makin keras. Sehingga terdengar dengan jelas oleh penduduk sekitarnya. Mungkin sampai sekarang Nyi Ayu masih sakit hati, sebab cintanya yang tulus telah dikhianati suaminya sendiri, ujarnya.
Wahana Mistis No.50/III
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.