28 Februari 2016

KISAH CINTA DUA DUNIA

Persembahan kali ini adalah sebuah cerita misteri kiriman dari sahabat saya yang di ilhami dari kisah nyata.  Langsung saja admin persembahkan cerita misteri perdana diblog ini.  Silahkan dinikmati dengan secangkir kopi hitam tentunya....!!


EPISODE 1

Rintik hujan mulai turun membasahi tanah di sekelilingku. Aku mulai merasakan dinginnya angin yang berhembus bersama butiran-butiran hujan yang jatuh ke bumi. Diam. Sepi. Itulah yang kurasakan saat ini. Awan hitam di langit serasa menjadi saksi bisu atas kesedihanku pagi ini. Segores kenangan mulai muncul di kepalaku, terlintas sebuah nama, nama yang sama yang terukir jelas di hadapanku. Sebuah papan berwarna cokelat tua yang sudah mulai menjamur karena lama diterpa panas dan hujan yang saling bergantian. Danu Wijaya. Lahir 25 Mei 1997. Meninggal 20 Desember 2014.
Ya, aku terduduk termenung di depan pusara Danu, tak percaya akan apa yang terjadi padaku dan dia selama ini. Sebuah kenangan kembali mengisi otakku, tentang bagaimana aku bertemu dengannya kala itu.
*****
                Seperti biasa, hari ini aku terlambat lagi ke sekolah. Bus yang biasa aku tumpangi untuk ke sekolah sudah kulewatkan. Dan akhirnya aku pun terpaksa ke sekolah naik sepeda untuk mengejar waktu. Sarapan pun ku lewatkan, dan aku pun terpaksa lewat jalan pintas untuk mengejar waktu. Entah kenapa aku merasa pagi ini jalan yang kulewati ini sepi, tak ada seorang pun yang lewat. Pikiranku pun melayang, gimana nih kalau sampai rantai sepedaku lepas seperti waktu itu? Dan belum ada 5 menit aku berpikir, rantai sepedaku pun akhinya lepas juga.
“Ahh...!!! Siaalll......!!!!” kataku mngumpat pada diri sendiri.
Aku pun berusaha memperbaiki rantai sepedaku yang lepas. Menyesal rasanya pernah berpikir buruk soal sepeda ini. Saat aku sedang memperbaiki rantai ku, aku merasa ada yang mendekat dari sisi belakangku.
“Ada yang bisa dibantu....?” Sebuah suara mengagetkanku.
Aku menoleh. Kulihat seorang lelaki tinggi tegap dengan seragam yang sama denganku putih abu-abu, kulitnya putih besinar tapi wajahnya sendu. Rambutnya hitam, tatapannya redup mengarah padaku. Suaranya pelan dan tenang.
”Halooo....?! Kok ngalamun siih...?” Suaranya membuyarkan lamunanku.
“Eh.. Iya.. ini nih rantai sepedaku lepas....” kataku bergetar.
“Boleh aku lihat?”
“Oh iya.....”
Dia pun mulai melihat rantai sepedaku yang rusak dan mulai memperbaikinya. Aku pun mulai bertanya-tanya dalam hati, sepertinya aku tak pernah melihat dia di sekolahku. Aku juga tak pernah melihat dia ketika aku naik bus ketika berangkat atau pulang sekolah. Baru kali ini kulihat wajahnya. Siapa ya dia?
“Kamuu... Sekolah di SMA 3 juga?” tanyaku menghilangkan rasa penasaranku.
“Iyaa.....” jawabnya singkat
“Masa’? Kok aku ga pernah liat kamu sebelumnya ya..?”
“....................” dia hanya tersenyum.
Aneh. Satu kata itu yang terlintas di benakku. Aku nggak pernah melihat dia di sekolah. Meskipun aku termasuk anak kuper di sekolah, tapi aku setidaknya tahu wajah-wajah siswa di sekolahku. Tapi yang ini sungguh aku tak pernah melihatnya.
“Sudah selesai nih...” katanya membuyarkan lamunanku lagi.
“Eh.. Oh.. Sudah yaa...”
“Nih....” dia menyodorkan sepedaku ke arahku
“Makasih yaa... udah mau bantu aku.... “
“Ya Sama-sama.... Oh ya karena aku sudah bantuin kamu, boleh ga aku nebeng sepeda kamu buat ke sekolah.”
Deg... Jantungku terasa berhenti mendengarnya. Bagaimana ini?  Aku tak mengenalnya, tapi dia sudah membantuku memperbaiki rantai sepedaku, harus bagaimana ini aku. Jangan-jangan dia punya rencana jahat padaku.
“Maaf ya, bukannya aku mau bermaksud jahat padamu....”
Deg.... sekali lagi aku merasa jantungku berhenti berdegup, seakan dia bisa mendengar apa yang aku pikirkan saat ini.
“Ohh... enggak.. aku ga berpikir begitu kok....” jawabku terbata.
“Danu” dia menyodorkan tangannya ke arahku sebagai tanda perkenalannya padaku.
“Karen” jawabku singkat sambil menerima jabatan tangannya.
“Gimana? Aku bisa kan bareng kamu sampai sekolah untuk hari ini saja...?”
“Oh iyaa... bisa...” Aku pun berusaha tenang dan menghilangkan pikiran burukku soal dia.
*****
                Kami pun berboncengan sepeda berdua menuju sekolah. Di perjalanan tak banyak cerita yang kami ceritakan. Dia lebih pendiam dari yang kupikirkan. Aku pun juga tak banyak bertanya soal dia, karena ku merasa masih asing dengannya. Sampai di depan gerbng sekolah dia pun berhenti.
“Sampai sini saja ya aku.” Dia pun menjelaskan seperti tahu pertanyaanku kenapa dia berhenti di depan gerbang sekolah.
“Kenapa ga masuk sekolah?” tanyaku penasaran.
“Hehe aku nanti saja. Kamu masuk dulu aja...”
“Ya udah.....” aku pun masuk sekolah tanpa berpikir panjang lagi. Dan kegiatan sekolah pun membuatku melupakan tentangnya untuk sejenak.
                Pulang sekolah aku melewati jalan yang sama dengan yang aku lalui pagi ini. Disana aku melihat Danu sedang duduk sendiri di bangku pinggir jalan. Aku pun berpikir apa yang dia lakukan sendirian si tempat seperti ini? Aku pun memberanikan diri menghampirinya.
“Danu...?”
Wajahnya mendongak. Kulihat wajahnya semakin pucat terkena sinar matahari siang. Aku berpikir, apa mungin dia belum makan?
“Karen....” Dia menjawab sambil tersenyum tipis.. wajahnya masih sendu, tatapannya lemah. Rambutnya yang hitam sedikit menutupi matanya yang sipit itu.
“Baru pulang?” tanya nya lagi.
“Iya.. Kamu sedang apa disini?”
“.........” dia hanya senyum tipis lagi. “Ren, aku bisa ngomong sama kamu ga?”
“Ngomong sama aku?” tanyaku terheran-heran. Kita kan baru kenal apa yang mau dia omongin?!
“Aku Cuma mau cerita aja kok... ya itu sih kalau kamu ga keberatan....” lagi-lagi dia seperti bisa membaca pikiranku ini.
“Oke deh” aku pun memutuskan untuk menerima tawarannya dan mendengarkan ceritanya dan duduk disebelahnya di bangku kosong itu.
“Kamu mirip....” katanya membuka obrolan kami.
“Mirip? Maksudnya...?”
“Ya mirip... mirip kekasihku Diana.”
“Oh ya?”
“Iya... tapi sayangnya Diana sudah pergi meninggalkan aku.”
“Maksudnya kalian putus ya?” tanyaku sangat ingin tahu.
“...............” tersenyum tipis lagi. “Dia sudah meninggal”
“Oh.. maaf... aku nggak tahu....”
“Gak pa-pa kok... santai saja... semua ini gara-gara aku...”
“Gara-Gara kamu? Maksudnya?”
“Iya.. kalau saja waktu itu aku gak maksain dia buat jalan, pasti saat ini kita masih bersama.”
“Apa yang terjadi?” tanyaku antusias.
“Waktu itu aku dan dia jalan berdua.. aku minta dia nemenin aku mau cari buku. Tapi saat di jalan motorku mengalami kecelakaan dan aku mendapati Diana sudah meninggal di tempat kejadian. Sampai saat ini aku masih merasa bersalah sama dia......”
Kata-katanya bergetar... membuatkku bingung harus berkata apa...
“Aku gak bisa tenang mikirin dia... rasanya aku masih merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Diana. Semua salahku...” wajahnya semakin terlihat sendu dan pucat...
“Maafin aku ya, Ren kalau ceritaku terlalu panjang. Aku hanya ingin berbagi cerita aja...”
“Oh iya gak pa pa....” jawabku seadanya. “Apa aku memang mirip dengan Diana?”
“................” senyum tipisnya muncul lagi. “Ya.. sangat mirip... makanya saat pagi tadi aku melihatmu aku kaget. Aku pikir kamu Diana. Tapi aku sadar gak mungkin kamu Diana karena aku tahu Diana dah ga ada di sisiku.”
“Yang sabar ya..... “ aku hanya bisa menjawab seadanya. Aku melihat jam tangan, sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB. Waktunya pulang, pikirku.
“Dan, maaf nih dah sore, aku pulang dulu yaa....”
“Oh iya, makasih ya, Karen, kamu dah mau nemenin aku...”
“Iya sama-sama...”
“Kita bisa ketemu gak besok?”
“Besok? Oke deh aku besok kesini lagi.”
“Oke. Makasih yaa.....”
Aku pun pergi meninggalkan Danu di bangku itu. Sebelum pergi kulambaikan tanganku padanya. Dia pun membalasnya.
“Renn......!!!!!” sebuah suara keras mengagetkan ku dari belakang. Aku menoleh. Kulihat laki-laki berkaca mata dengan dengan gaya berantakannya, kaos oblong dan celana pendek khas dia sehari-hari dan sepeda bututnya yang tidak pernah ganti sejak dia smp. Dialah sahabatku sejak kecil, Ory.
“Ory? Ngapain kamu disini?” tanyaku heran melihat dia menghampiriku tergesa-gesa seolah lama tak melihatku.
“Aku yang harusnya tanya, ngapain kamu disini?”
“Ya pulanglah.....”
“Aku tadi ke rumahmu, tapi kata ibumu kamu belum pulang. Aku cariin eh ternyata ketemu disini. Nagpain sih jam segini belum balik?”
“Iya tadi mampir dulu...”
“Mampir dimana? Kok ga ngajak aku?” mulailah Ory degan sifat kepo nya.
“Mau tauuuu ajaaa........!!!”
“Ah aku kan sahabatmu......”
“Emangnya kalau sahabat harus laporan terus gitu...??”
“Ya ga sih hehehe..... Oya, Ren, aku tadi lihat kamu melambaikan tangan tu sama siapa?”
“Temenku... baru sih.. dia satu sekolah juga dengan kita.”
“Ah kamu ngimpi kali ya?!! Orang kamu disana sendiri kok! Makanya aku tanya kamu tadi melambaikan tangan ke siapa??”
Deg... hatiku berdetak lagi. Masa’ Ory nggak tau kalau aku tadi ngobrol sama Danu? Gak mungkin kan..? jelas-jeas kita tadi ngobrol berdua dan duduk bersebelahan.
“Helooww... Kareennn.....??! kok malah ngelamun sih....?” suara Ory membuyarkan lamunanku.
“Oh.. nggak kok... masa’ kamu tadi ga liat temenku sih?”
“Temen yang mana?? Emang ga ada orang kok......”
“Aneh... jelas-jelas aku ngobrol sama orang kok.”
“Orang jadi-jadian kali... hahahaha......”
Ory tertawa lebar, aku pun jadi ikut berpikir apa benar Ory tidak melihat Danu? Jangan-jangan.... ah nggak mungkin... mungkin Ory perlu ganti kaca mata hehehe......


Bersambung…!!
      


    oleh: Emma Putri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.