11 Februari 2016

DAPAT REJEKI DARI GENDERUWO


Karean sudah lama menjanda lantaran ditinggal mati oleh suaminya, Jainem mau tak mau harus banting tulang untuk menghidupi dirinya sendiri.  Karena memang anak satu-satunya bekerja di Jakarta.  Praktis, ia hanya hidup sebatang kara.  Untuk minta bantuan kepada putranya, dirinya merasa sungkan.  Apalagi, putranya sudah berkeluarga dan mempunyai dua orang putra yang sudah sekolah.  Karena itulah, ia berusaha menghidupi dirinya sendiri dengan cara berjualan nasi pecel di jalan Urip Sumoharjo, Madiun.  Walau seorang wanita, Jainem yang lebih akrab dipanggil Bu Pur ini, tak pernah berjualan di siang hari.  Waktu siang ia gunakan untuk memasak.  Sedangkan malam hari ia gunakan untuk berjualan.  Karena memang pelanggannya banyak pada malam hari. 
Pada hari-hari biasa, buka pukul 06.00 sore serta tutup pukul 10 malam.  Biasanya Jainem sudah menghabiskan beras lebih kurang lima kilogram.  Kecuali jika malam hujan.  Paling-paling ia hanya menghabiskan beras sebanyak tak lebih dari empat kilogram.  Tapi tidak demikian halnya pada 13 September 2003 yang lalu.  Walau malam minggu, sejak buka, hingga pukul 08.00 malam orang yang datang untuk membeli nasi pecel khas Madiun kepadanya tak lebih dari 5 orang.  Itupun makan di tempat.  Padahal biasanya para pelanggannya yang banyak membeli secara dibungkus.  Malam minggu seperti itu, biasanya tak lebih dari jam 09.00 malam ia sudah tutup karena dagangannya sudah habis. Karena itulah, dalam hati ia mengeluh.  Apalagi, Jainem sudah telanjur memasak nasi sebanyak 5 Kg beras.  Namun ia masih bersabar.  Karena itu, ia masih bertahan di warungnya yang hanya tertutup kain terpal.
Sekitar pukul 09.30 malam, tiba-tiba ada seseorang yang mendatangi warungnya.  Anehnya, walau bukan pelanggannya, tapi orang ini minta dibungkuskan nasi sebanyak 20 bungkus dengan harga perbungkus Rp 6.000.  Padahal biasanya, orang yang beli dengan cara dibungkus adalah pelangganya dan semua dikenal.  20 Bungkus selesai dibuat, orang yang tak dikenalnya memberikan lembaran uang pas Rp 120.000 pada Jainem.  Setelah memberikan uang tersebut, orang itu kemudian pergi berjalan kaki menuju jalan Hayam Wuruk atau Gorang-Gareng, Magetan. 
Sepeninggal pembeli tadi, Jainem baru bisa mengumbar senyum.  Pikirnya saat itu, inilah awal kelarisannya.  Anehnya, sepeninggal orang tadi, tak satupun pembeli yang datang.  Bahkan hingga pukul 10.00 malam, karena nasi yang telah dimasaknya terlanjur banyak, ia masih tetap setia menunggu dagangannya.  Sekitar pukul 10.15 malam, dari arah selatan datang lagi seorang pembeli dengan berjalan kaki.  Tapi setelah diamati, ternyata pembeli iniadalah pembeli yang tadi telah memborong nasi bungkus sebanyak 20 bungkus.  Cuma pakaiannya saja yang ganti.  Kepada Jainem, orang berpostur tubuh tinggi besar ini memesan nasi sebanyak 20 bungkus, seperti kali pertama membeli.  Karena itulah, secara iseng Jainem bertanya kepada orang tadi.  “Wau sampun mundut 20 bungkus, sak menika mudut malih 20 bungkus? kagem sinten to pak kok kathah sanget.  (artinya : Tadi sudah beli 20 bungkus, sekarang beli lagi 20 bungkus? untuk siapa to pak, kok banyak betul?) “ tanya Jainem saat itu kepada pembeli asing ini.
Ditanya seperti itu, orang yang memesan nasi ini menjawab jika untuk anak-anak.  Tapi tak jelas siapa yang dimaksud dengan anak-anak ini.  Saat itu, orang biasa dipanggil bu Pur ini hanya mengira jika pembeli tadi adalah seorang mandor kerja yang membelikan nasi untuk para pekerjanya yang sedang lembur.  Karena hal ini sudah biasa pada para pelanggannya.  Seperti halnya ketika membeli pertama, setelah menyerahkan uang pas Rp 120.000, orang ini langsung berlalu dari warung Jainem dan kembali berjalan kaki menuju Jalan Hayam Wuruk.  Jainem pun kembali tersenyum setalah orang tadi berlalu dari hadapannya.  Pikirnya saat itu, dirinya tak jadi bangkrut karena dagangannya tak laku.  Anehnya lagi, sepeninggal orang misterius ini, lagi-lagi warungnya tak ada yang mengunjungi.  Ia masih bertahan menjaga warungnya.  Apalagi nasi yang telah dimasaknya belum berkurang dari separo. 
Walau sebenarnya, dengan lima orang pembeli pertama serta 40 bugkus pesanan orang misterius ini ia sudah mendapatkan modalnya kembali.  Namun sifatnya seorang pedangan adalah mencari untung.  Bukan hanya kembali modal apalagi merugi.  Oleh sebab itu, walau pukul telah menunjukkan hampir jam 11.00 malam, ia masih bertahan menjaga warung sederhananya.  Pikirnya saat itu, siapa tahu orang yang baru pulang dari begadang di Alun-alun akan singgah ke warungnya.  Tapi harapannya untuk menjaring pembeli yang baru pulang melepas malam Minggu di Alun-alun kota Madiun, pupus.  Terbukti, setiap pejalan kaki maupun para pengendara sepeda motor hanya lalu lalang saja di depan warungnya.  Demi dagangannya, ia masih terus bertahan hingga pukul 11.30 malam.  Karena barang yang telah masak, tak mungkin ia jual esok harinya.  Saat dirinya menunggu pembeli inilah tiba-tiba datang seseorang ke warungnya dan memesan sebanyak 20 bungkus.  Setelah diamatinya, ternyata orang ini adalah pembeli yang telah 2 kali memesan nasi bungkus kepadanya dalam jumlah yang sama.  Seperti halnya pada kali kedua ketika membeli, orang ini juga telah berganti pakaian.  Lantaran penasaran, kemudian Jainem bertanya kepada pembeli tadi untuk apa beli nasi lagi sebanyak 20 bungkus.  Lagi-lagi oleh orang tadi dijawab jika nasi itu untuk anak-anaknya.  Setelah bungkusan nasi diserahkan, orang misterius ini menyerahkan uang sebanyak tiga lembar yang terdiri dari pecahan sepuluh ribu.  Dengan begitu, 60 bungkus orang tadi membeli nasi kepada Jainem.  Begitu juga dengan uang yang diterimanya, tinggal mengkalkulasikan saja.  Yakni sebanyak Rp 360.000.  Sekitar pukul 12.00 malam walau barang dagangannya masih banyak, Jainem menutup warungnya.  Selain alasan sudah mendapatkan untung, matanya sudah tak mau lagi diajak berkompromi karena siangnya telah lelah memasak.  Tapi sebelum mengemasi barang-barangnya, ia terlebih dahulu membuka laci tempat uang pada meja dimana ia menaruh dagangannya.  Begitu membuka laci meja, alangkah terkejutnya Jainem.  Karena uang yang telah ia terima dari orang misterius tadi sebanyak Rp 3.600.000.  Tapi yang sebanyak Rp 30.000 dari pembeli orang pertama yang membeli, masih tetap utuh alias tak berubah sama sekali.  Tentu saja atas kejadian ini, penuh tanda tanya pada diri Jainem.
Namun begitu, walau dibayangi sedikit rasa takut, tapi dalam benak janda ini ada rasa bahagia yang tak terhingga.  “Bayangkan pak, uang yang semula Rp 360.000 berubah menjadi Rp 3.600.000.  Padahal barang dagangan saya masih banyak, “ tutur Jainem kepada tetangga yang membantu diwarungnya, “Tapi sebenarnya saya takut juga,” imbuhnya.
Kejadian aneh saat itu, ia pendam sendiri.  Setelah menyimpan rasa keheranannya serta mengemasi barang-barang dagangan yang ada diatas meja, ia bermaksud mengambil paha ayam panggang yang disimpannya di bawah meja, dengan maksud ingin memakan di tempat jualannya.  Namun alangkah terkejutnya Jainem begitu mendapati paha ayam panggang yang diberi tetangganya yang punya hajat selamatan, tak ada lagi pada tempatnya.  Padahal Jainem tak pernah meninggalkan tempat berjualan.  Karena itu, ia yakin jika paha ayamnya dicuri orang tak mungkin.  Sampai disini, berarti sudah ada kejadian ganjil yang mengiringi selama berjualan di amam Minggu itu.  Karena itu, ia segera memanggil tukang becak yang mangkal didekat jembatan Mangunharjo untuk mengantarkan pulang.
Sesampainya di rumah, ia masih memikirkan akan dua kejadia ganjil yang sangat langka dan baru kali pertama di alaminya ini.  Tak hanya itu, ia kemudian melihat kembali uang dari hasil jualannya yang telah berubah masih tetap berjumlah Rp 3.600.000.  Begitu juga ketika diamati.  Uang tersebut ternyata asli tanpa cacat sedikitpun.  Malam itu, ia nyaris tak bisa tidur karena dua hal tersebut.  Apalagi ia hanya seorang diri dirumah.  Karena merasa penasaran atas kejadian malam itu, paginya Jainem sengaja tak belanja untuk jualan malam harinya.  Tapi, pagi itu ia sengaja mencari seorang Kyai di Takeran, Magetan untuk menanyakan perihal dua kejadian ganjil yang dialami.  Dari sang Kyai inilah, akhirnya mendapat jawaban.  Sebagaimana penglihatan batin yang dilakukan Kyai tersebut dan dituturkannya kepada Jainem, bahwa yang melipat gandakan uang jainem adalah sosok Genderuwo yang menyamar sebagai pembeli serta memesan puluhan bungkus nasi tersebut.  Tapi menurut Kyai, makhluk halus yang menemui Jainem itu termasuk yang baik hati.  Karena, walau telah lama mengincar paha ayam panggang, tapi tidak mencurinya secara gratis.

Setelah mendapatkan jawaban dari sang Kyai, Jainem bertanya apakah uang itu dapat digunakan untuk dibelanjakannya.  Jawaban yang diterima membuatnya girang, “bisa.”  Alasan yang dikemukakan Kyai itu karena uang tersebut memang hak Jainem sebagai ganti satu paha ayam panggang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan sesuai topik pembahasan.